Demi menjaga kehormatan keluarga, Chandra terpaksa mengambil keputusan yang tidak pernah terbayangkan: menikahi Shabiya, wanita yang seharusnya dijodohkan dengan kakaknya, Awan.
Perjodohan ini terpaksa batal setelah Awan ketahuan berselingkuh dengan Erika, kekasih Chandra sendiri, dan menghamili wanita itu.
Kehancuran hati Chandra membuatnya menerima pernikahan dengan Shabiya, meski awalnya ia tidak memiliki perasaan apapun padanya.
Namun, perlahan-lahan, di balik keheningan dan ketenangan Shabiya, Chandra menemukan pesona yang berbeda. Shabiya bukan hanya wanita cantik, tetapi juga mandiri dan tenang, kualitas yang membuat Chandra semakin jatuh cinta.
Saat perasaan itu tumbuh, Chandra berubah—ia menjadi pria yang protektif dan posesif, bertekad untuk tidak kehilangan wanita yang kini menguasai hatinya.
Namun, di antara cinta yang mulai bersemi, bayang-bayang masa lalu masih menghantui. Bisakah Chandra benar-benar melindungi cintanya kali ini, atau akankah luka-luka lama kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kyurincho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beneath the Veil of Control
Pagi itu, setelah sarapan dengan perasaan yang masih sedikit campur aduk, Chandra dan Shabiya bersiap-siap berangkat ke kantor. Sinar matahari yang mulai meninggi menyinari halaman rumah mereka yang luas, menciptakan bayangan-bayangan panjang di jalan setapak yang mengarah ke garasi. Rumah itu masih terasa baru bagi mereka_tanda-tanda kehidupan yang lebih permanen belum sepenuhnya mengisi sudut-sudutnya, tapi kenyamanan yang lambat laun mulai terasa. Setidaknya, dari luar, semuanya tampak sempurna.
Shabiya menyelesaikan persiapan terakhirnya, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah keluar menuju garasi. Di sanalah mobilnya sudah terparkir rapi, bersiap mengantarnya ke rutinitas yang akrab_kantor, rapat, keputusan penting yang harus dibuat. Itu adalah dunianya, tempat di mana ia bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus memikirkan hal-hal lain. Tapi langkahnya terhenti ketika Chandra tiba-tiba menggenggam tangannya.
"Kau akan berangkat dengan mobilku," kata Chandra singkat namun jelas, suaranya rendah dan penuh keyakinan. Lebih seperti sebuah keputusan yang sudah bulat.
Shabiya menoleh, menatap Chandra dengan sedikit kebingungan. Alisnya bertaut, matanya bertanya-tanya, tetapi suaminya tetap memegang tangannya dengan lembut namun kuat. "Kita pergi bersama-sama, dan nanti pulangnya, supirku akan menjemputmu."
Sekilas, kalimat itu terdengar sederhana, bahkan masuk akal. Tetapi di telinga Shabiya, ada sesuatu yang terasa lebih dalam dari sekadar sebuah usulan untuk pergi bersama. Ini seperti tanda pertama bahwa Chandra ingin mengaturnya. Bukan hanya perjalanan ke kantor, tetapi mungkin lebih dari itu. Sebuah kontrol yang perlahan-lahan tapi pasti mulai menyelimuti hidupnya. Di dalam hatinya, Shabiya merasakan perasaan yang tidak nyaman.
Shabiya tertegun. Matanya menyipit, mencoba memahami maksud di balik perubahan mendadak ini. "Kenapa tiba-tiba? Aku tidak pernah mengiyakan jika semua hal harus dibawah kendalimu!" katanya, nada suaranya berusaha tenang meski ada rasa kesal yang nyata di sana. "Aku bisa berangkat sendiri, seperti biasa. Lagipula, kita punya urusan masing-masing di kantor."
Chandra menatapnya, tatapannya penuh ketenangan namun juga tak terbantahkan. "Aku lebih suka kita pergi bersama, setidaknya untuk hari ini. Dan aku ingin memastikan kau pulang dengan aman."
Sekali lagi, kata-kata itu terdengar manis di permukaan. Namun, bagi Shabiya, ada yang lebih besar daripada sekadar perhatian. Ada sebuah kontrol yang mulai menampakkan diri. Ia mulai lebih sering mengatur hal-hal kecil seperti ini, seolah-olah ada batas tak terlihat yang kini mulai ia pasang di sekeliling Shabiya.
"Tapi... aku bisa mengurus diriku sendiri," Shabiya menjawab perlahan, mencoba terdengar meyakinkan meski tahu kata-katanya mungkin akan terbentur dinding keinginan Chandra yang tak terbantahkan. "Aku sudah terbiasa pergi dan pulang sendiri."
Ia tidak ingin memulai pertengkaran di hari pertama mereka kembali bekerja setelah pernikahan, tapi sesuatu di dalam dirinya mulai berbisik. Ini baru saja dimulai, tapi Chandra sudah mencoba mengatur setiap langkahnya.
Chandra tidak mengendurkan genggamannya. Malah, senyumnya muncul, seperti orang yang tahu bahwa ia sudah memenangkan argumen meskipun percakapan belum berakhir. "Aku tahu, tapi hari ini kita akan berangkat bersama, Shabiya."
Mereka berdiri di sana, di ambang garasi yang luas dengan lantai beton yang dingin dan permukaan mobil-mobil mewah yang berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Udara terasa sedikit berat dengan ketegangan yang diam-diam, dan Shabiya merasa seperti ada sesuatu yang Chandra coba sembunyikan di balik sikapnya yang terlalu mengatur ini.
"Apa ini alasan yang membuat Erika selingkuh? Karena kau ingin mengendalikan segala hal?" Pertanyaan itu keluar begitu saja, meskipun Shabiya tahu ia mungkin melangkah terlalu jauh. Ia tidak pernah benar-benar ingin menyentuh topik tentang Erika, apalagi mengungkitnya di antara mereka. Namun, di dalam hatinya, ada rasa ingin tahu yang semakin besar_apakah ini sikap alami Chandra, atau ada sesuatu yang dipicu dari rasa tidak amannya setelah pengkhianatan kakak dan kekasih lamanya?
Wajah Chandra seketika berubah. Tatapannya tajam, tapi juga terasa rapuh di balik permukaannya. Ia tidak menyangka Shabiya akan membawanya ke arah ini, meskipun ia tahu itu adalah bagian dari dirinya yang paling sulit diabaikan.
"Bukan soal itu," jawab Chandra dengan nada datar namun berisi. "Erika selingkuh bukan karena aku posesif atau karena aku mencoba mengendalikan segalanya. Aku tidak akan pernah bisa benar-benar mengendalikan apa yang orang lain lakukan." ada kepedihan dalam suaranya, meskipun ia mencoba menutupinya dengan dingin.
Shabiya merasakan ketegangan itu. Ada luka lama di sana, sesuatu yang belum sepenuhnya sembuh. Tetapi ia juga menyadari, di balik sikap dingin dan protektif Chandra, ada ketakutan yang mendasar. Bukan ketakutan akan kehilangan kendali, melainkan ketakutan akan dikhianati lagi. Meski pernikahan mereka dimulai tanpa cinta, ada tanggung jawab yang Chandra rasakan, dan mungkin juga rasa takut akan kehancuran yang bisa datang kapan saja, seperti yang pernah terjadi dengan Erika.
***
Saat mereka berjalan menuju mobil Chandra, Shabiya merenung dalam diam. Apakah ini penyebab Erika pergi? Ia tahu cerita tentang Erika yang berselingkuh dengan Awan, kakaknya. Cerita yang kelam, penuh pengkhianatan dan kebencian. Tapi sekarang, di saat ia sendiri merasakan bagaimana Chandra bisa begitu protektif, bahkan mungkin posesif, Shabiya mulai mengerti. Apakah Erika merasakan hal yang sama? Perasaan dikendalikan, dibatasi oleh perhatian yang mungkin awalnya tampak manis, tetapi lama-kelamaan menjadi beban?
Mereka naik ke dalam mobil dengan keheningan yang menebal. Mesin mobil menderu halus, dan Chandra dengan cekatan mengendalikan kendaraan, seolah-olah semuanya ada di bawah kendalinya_termasuk dirinya.
Shabiya tidak bisa menahan diri untuk memikirkan bagaimana hal ini akan berkembang. Jika Chandra sudah mulai mengatur hal kecil seperti ini, apalagi yang akan diaturnya di masa depan? Apakah ini akan berakhir dengan ia merasa terperangkap dalam kehidupan yang bukan miliknya lagi?
Di satu sisi, ia tahu bahwa Chandra adalah pria yang penuh perhatian. Seorang suami yang ingin melindungi istrinya. Tetapi di sisi lain, Shabiya adalah wanita yang terbiasa mengendalikan hidupnya sendiri, dan ia takut jika perlahan-lahan, kontrol itu akan direnggut darinya.
Dalam perjalanan ke kantor, mereka mengobrol ringan, tapi di dalam pikiran Shabiya, pertanyaan-pertanyaan itu berputar tanpa henti. Ia tahu bahwa ia harus menemukan cara untuk berbicara dengan Chandra tentang hal ini, tentang batasan yang harus mereka sepakati bersama. Tapi kapan waktu yang tepat? Dan bagaimana caranya agar dia bisa mempertahankan kebebasannya tanpa merusak hubungan yang baru saja mereka bangun?
***