Ini kisah tentang kakak beradik yang saling mengisi satu sama lain.
Sang kakak, Angga Adiputra alias Jagur, rela mengubur mimpi demi mewujudkan cita-cita adik kandungnya, Nihaya. Ia bekerja keras tanpa mengenal apa itu hidup layak untuk diri sendiri. Namun justru ditengah jalan, ia menemukan patah hati lantaran adiknya hamil di luar nikah.
Angga sesak, marah, dan benci, entah kepada siapa.
Sampai akhirnya laki-laki yang kecewa dengan harapannya itu menemukan seseorang yang bisa mengubah arah pandangan.
Selama tiga puluh delapan hari, Nihaya tak pernah berhenti meminta pengampunan Angga. Dan setelah tiga puluh delapan hari, Angga mampu memaafkan keadaan, bahkan ia mampu memaafkan dirinya sendiri setelah bertemu dengan Nuri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Pengaruh tiupan sirep sudah hilang. Nuri merasa kebingungan saat mendapati dirinya di jalan yang mulai terang. Perasaannya tadi berhenti di suatu tempat dan menemui seseorang. Apa tadi ngelindur? batinnya menerka-nerka. Tapi itu tidak mungkin. Masa iya sedang berkendara sendirian, Nuri malah tertidur namun mobil tetap melaju.
Pusing dengan apa yang terjadi, Nuri segera mengenyahkan pikiran bingung tersebut dan langsung fokus lada tujuan awal. Di depan sana tempat tujuannya sudah nampak.
Tiba-tiba hp Nuri dapat panggilan.
Drrt.. drtt.. drt..
Yang telpon adalah Angga. Segera Nuri mengangkatnya.
"Assalamualaikum Mas."
"Wa'alaikumsalam, kamu dimana?"
"Di rumah."
Terdengar helaan nafas diseberang telepon.
"Mas tanya sekali lagi, kamu lagi dimana?"
Nuri celingak-celinguk mencari keberadaan Angga. Apabila Angga bertanya sebanyak dua kali dengan pertanyaan yang sama, maka artinya lelaki itu tahu bahwa yang di tanya sedang berbohong.
"Aku lagi di luar." Jawabnya, sekaligus bertepan dengan datangnya Angga dari arah belakang. Sambungan telepon pun terputus.
"Eh Mas Angga ada di sini juga?"
"Iya. Gak cuma aku aja, lihatlah, paman dan ibu juga ikut." Angga menunjuk ke arah mobil yang ia bawa. Didalamnya ibu sudah tertidur, sedangkan paman matanya masih melek tapi sudah lima watt.
Tadi, waktu perjalanan pulang dari rumah Nuri, perasaan Angga mendadak gelisah. Dia menyetir pelan-pelan sehingga dia pun melihat mobil Nuri lewat cukup kencang. Nuri tidak menyadari mobil yang ditumpangi Angga ternyata berdekatan dengan mobilnya lantaran perasaan buru-buru.
"Kamu ternyata ikuti aku Mas? wah, aku jadi tidak enak sampai merepotkan kalian."
"Gak merepotkan Nur. Sudah kewajiban ku melindungi dirimu. Meskipun kamu biasa melindungi orang lain, aku gak bisa membiarkan kamu pergi begitu saja dilarut malam begini, sementara mata aku melihat kamu pergi."
Nuri tersenyum, "Terimakasih Mas sudah perhatian seperti ini. Ah iya, kalau Mas ikuti aku, berarti Mas tahu tadi aku sempat berhenti di jalan?"
"Iya Mas tahu. Kamu bertemu sama Sumirah."
Alis Nuri bertaut. Nuri terpantik untuk menanyakan lebih lanjut.
"Ah iya aku ingat sekarang. Wanita itu sedang hamil bukan? dan... maaf, dia juga mengalami gangguan mental ya Mas?"
"Iya, katanya sih begitu."
"Kamu mengenalnya?"
"Aku baru tahu nama dan sedikit cerita hidupnya dari paman tadi. Paman memberitahu saat aku bertanya-tanya siapa yang bicara sama kamu."
"Lalu setelahnya apa yang terjadi disaat aku berbincang dengan suaminya Sumirah Mas?" Sungguh Nuri bisa mengingat memori hanya sampai disini saja gara-gara kena tiupan mulut setann.
"Tidak lama kamu pergi meninggalkan Sumirah. Aku tadinya mau angkut dia biar ku antar pulang, eh dicegah sama paman. Katanya gak usah."
"Lho, padahal kasihan ya Mas."
"Mungkin ada sesuatu yang kita tidak tahu. Paman cuma bilang perasaannya tidak enak kalau sampai membawa Sumirah. Tadi kamu bilang apa? suami Sumirah?"
"Iya Mas, memangnya ada apa?"
Angga terdiam sejenak, menghela nafas panjang. Dia menatap Nuri lekat.
"Sumirah tidak punya suami. Aku juga tidak melihat kamu bicara dengan orang lain selain perempuan itu." Terangnya, membuat Nuri mengeryit tak menyangka.
Lama berbincang-bincang diparkiran rupanya telah membuat temannya Alan mengetahui kedatangan mereka berdua. Si teman itu lekas menemui Alan yang sedang mabuk.
"Lan, buruan lo ngumpet. Di depan ada Nuri sama satu orang cowok, tapi gue gak kenal."
"Hnng.. Nuri.. oh.. Nuri.. mengapa kau begitu tega.."
"Yaelah nih orang udah ngaco lagi."
Si teman menyeret Alan ke tempat persembunyian. Yang diseret masih terus meracau kemana-mana. Tapi sebelum usahanya sempurna, Nuri dan Angga lebih dulu mengetuk pintu yang memang sudah terbuka. Bisa saja keduanya langsung masuk dan memergoki Alan sedang diseret oleh temannya ke gudang belakang, akan tetapi Angga dan Nuri masih punya etika bertamu.
Tok.. tok.. tok..
"Assalamu'alaikum."
"Wa.. wa apa ya?" temannya Alan lupa jawaban salam bagaimana karena memang mereka berbeda.
"Wa'alaikumsalam, gitu saja gak bisa hehe. Nuriiii.. oh Nuri.. hnggg.." Alan masih bicara tidak karuan.
Setelah diajari Alan, si teman pun menjawab salam sambil tergopoh-gopoh menemui Angga dan Nuri.
"Eh, ada Mbak Nuri sama Mas.. siapa ya?"
"Saya Angga, calon suami Nuri."
Teman Alan yang bernama Ardi ber oh ria di dalam hatinya. Jadi ini yang namanya Angga, yang katanya mau Alan habisi.
"Oh iya Mas Angga, kenalkan saya Ardi."
.
.
.
Bersambung.