Setelah 38 Hari
...Daripada memikirkan kehidupan normal seukuran usia yang ku pijak, aku lebih tertarik bekerja keras dan hidup serba irit. Tujuan ku ingin merubah perekonomian keluarga lewat satu-satunya harapan, yaitu adikku. Dia harus mengenyam pendidikan tinggi. Dia harus memiliki kesempatan mewujudkan mimpinya. Tidak seperti aku, yang pada akhirnya selalu menyesali keputusan yang telah ku ambil. Memang sebaiknya jangan berharap pada expetasi, dan mengalirlah tanpa memupuk kebencian. Tapi tidak apa-apa, aku anggap ini adalah jalan menemukan seorang yang telah mengubah arah pandangan. Aku bisa lebih menghargai diri sendiri....
...(Angga Adiputra) ...
...Banyak orang bilang, aku sangat di sayang kakak ku sampai mengesampingkan dirinya sendiri. Aku terharu, dan cukup tersentuh dengan perjuangan keras Mas Angga terhadap keluarga. Seakan semesta tidak mendukung niat kami, kesialan justru menimpa hingga membuat diriku gagal mengubah taraf perekonomian keluarga menjadi lebih baik. Katanya, aku adalah satu-satunya harapan, tetapi nyatanya aku malah membawa bencana. Aku minta maaf Mas. Aku tidak akan pergi sebelum kamu baik-baik saja. Sekali lagi maaf, aku tidak bisa membalas pengorbanan ini....
...(Nihaya) ...
...Aku selalu dikelilingi teka-teki. Begitu kalimat yang disematkan pada diriku. Kali ini, ada yang berbeda dengan kasus yang ku hadapi. Dalam penyelidikan tersebut aku menemukan seseorang yang memiliki tekad kuat pada suatu tujuan....
...(Nuri)...
...*****...
Jakarta.
"Gur, makan siang beli bakso nyok."
"Ntar ah, kalau keluar arisan."
"Bujug buneng, lu cuma beli bakso aja sampai nunggu keluar arisan. Gue bayarin dah!"
"Gak usah bang, makasih. Saya makan katering aja." Ujarnya sambil beranjak makan siang.
Begitulah kalimat yang keluar dari mulut seorang Angga Adiputra atau yang sering dipanggil Jagur ketika diajak membeli makanan. Baginya, makan siang yang disediakan perusahaan sudah cukup hingga tidak perlu membeli makanan penunjang lain. Dia harus irit agar bisa mengirim uang yang lebih ke kampung halaman.
Angga bekerja di perusahaan kontruksi yang penempatannya berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain. Dia merupakan tulang punggung keluarga. Awalnya, Angga yang sesungguhnya memiliki otak pintar kepingin kuliah jurusan hukum kalau saja dana cukup memadai. Dia berkeinginan menjadi pengacara, sesuai bidang yang ia minati. Tetapi, keadaannya tidaklah mendukung. Ia harus mengubur keinginan tersebut demi pergi merantau untuk menjadi penopang keluarga. Ayahnya tergolek lemah dengan penyakit stroke yang diderita. Ibunya tidak lagi gagah, yang berjalan pun harus pelan dan merambat lantaran sakit persendian. Keduanya sudah berusia senja.
Adiknya, Nihaya, berkuliah sambil berjualan baju di lapak online. Nihaya berperangai baik, tidak mengikuti arus pergaulan hedon dimana bergaya adalah hal utama. Sebagai adik dia selalu bersikap sopan kepada Angga, begitu pun Angga yang selalu bersikap lembut kepada adiknya. Berbeda dari kebanyakan kakak adik yang suka ada drama berantem-berantem sayang. Tapinya berantem, tapinya perhatian. Kalau Angga dan Nihaya tidak suka begitu.
Menginginkan adik fokus ke masa depan tanpa memusingkan biaya atau lainnya, tentu membuat standar Angga begitu kaku. Angga melarang Nihaya memiliki pacar karena dianggap mengganggu fokus kuliah adiknya. Terlebih Angga suka dengar cerita dari kawan-kawan tentang pacaran yang kebablasan, membuatnya semakin tidak setuju kalau Nihaya memiliki kekasih.
Tetapi,
Suatu hari, Angga mengetahui Nihaya menjalin hubungan pacaran dengan pria bernama Aji Prasetyo. Angga was-was ketika mengetahui kabar tersebut yang ia dapat bukan dari pengakuan Nihaya. Angga menegur Nihaya kenapa dia sudah melanggar peraturan yang dia buat, Nihaya pun menjawab kalau Aji hanyalah teman dekat. Tentu Angga pun pecaya dengan jawaban adiknya.
Namun,
Keadaan menegang saat Aji bertandang ke rumah mereka. Waktu itu bertepatan dengan pulangnya Angga ke kampung karena libur panjang hari raya. Angga dan Aji bertemu, menimbulkan decak tanya bagi Angga.
Kenapa Aji bisa ada di sini? adalah pertanyaan Angga yang telah membuat Aji membeberkan fakta. Aji memperkenalkan diri sebagai pacar Nihaya, membuat Angga tersenyum kecut. Meskipun begitu, Angga tidak merusak suasana sakral hari raya. Laki-laki itu menahan diri sampai tiba kesempatan dimana mereka bisa bicara empat mata.
Rupanya diantara Nihaya dan Aji, hubungan mereka cukup terbilang abu-abu. Yang di bilang Nihaya hanya sebatas teman tidak sepenuhnya salah. Juga Aji bilang mereka berpacaran juga betul adanya. Aji menyatakan cinta pada Nihaya, yang di respon wanita itu hanya diam saja. Padahal Aji sudah menegaskan kalau diam saja tandanya diterima. Tetapi lain menurut Nihaya. Diamnya dia beranggapan tidak menerima pernyataan tersebut, meskipun setelahnya mereka terlihat seperti pasangan. Seolah-olah diamnya Nihaya mengandung arti 'jalani saja dulu'.
Inilah awal kepercayaan Angga mulai retak.
Tidak mau menjadi orang jahat diantara dua orang yang saling mencintai, Angga pun membuat kesepakatan kepada Nihaya. Isinya berbunyi;
"Mas percayakan hal ini sepenuhnya padamu. Tapi ingat, JIKA suatu saat nanti kamu sampai merusak kepercayaan Mas Angga, jangan harap kamu bisa menganggap Mas Angga ini kakak mu lagi."
Nihaya awalnya tidak setuju dan berusaha menjelaskan lebih baik menjauhi Aji ketimbang ada sekat diantara Nihaya dan Angga. Tetapi Angga menyinggung soal peringatan awal untuk jangan berpacaran yang secara tak langsung sudah di langgar oleh adiknya. Kalau mau menjauh kenapa tidak dari awal. Giliran sudah begini baru berkomitmen buat menjauh. Angga bilang begitu, diakhiri dengan kalimat 'jangan suka mempermainkan perasaan orang', membuat Nihaya mau tak mau melanjutkan yang sudah berjalan. Ia mengangguk pasrah.
Drrrt.. drrt.. drt..
Getaran hp menutup makan siang Angga. Laki-laki itu berpindah tempat guna mengangkat panggilan telepon yang datangnya dari Nihaya. Gadis itu mengabarkan kalau dia dan sang paman akan datang ke Jakarta menemui Angga.
"Memangnya ada apa Ni? ada sesuatu yang mendesak kah?"
".... "
"Oh yaudah kalau gitu, kabarin aja kalau sudah sampai sini ya. Hati-hati di jalan."
"Kenapa Gur?" teman yang tadinya ngajak makan bakso tapi tidak jadi, bertanya lantaran kepo.
"Besok adek saya mau datang ke sini bang."
Suara Angga terdengar sumringah. Bertahun-tahun merantau, baru kali ini Angga di datangi anggota keluarga.
Semoga langit esok cerah ceria.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
mama Al
Weh seburuk-buruknya saudara tidak usah ngomong gitu
2024-10-08
0
F.T Zira
teman dekan kan artinya pacar bang🤭
2024-09-25
0
F.T Zira
nama Angga Adiputra sudah bagus, tapi panggilannya itu lho🤭🤭🤭 lebih dari unik
2024-09-25
0