Selamat membaca, ini karya baru Mommy ya.
Aisha dan Dani adalah sahabat sejak dulu, bahkan mereka bersama sama hijrah ke ibu kota mengais rezeki disana. kebersamaan yang ternyata Dani menyembunyikan cintanya atas nama persahabatan.
Sementara Aisha yang jatuh cinta pertama kalinya dengan Atya, lelaki yang baru ditemuinya yang mempunyai masa lalu yang misterius.
Apakah hubungannya dengan Arya akan menjadi pasangan terwujud? Bagaimana dengan rasa cinta Dani untuk Aisha? Apa pilihan Aisha diantara Dani dan Arya?
Baca karya ini sampai selesai ya, happy reading!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Mengungkap Lapisan Demi Lapisan
Aisha masih tidak bisa menghilangkan rasa penasaran di hatinya sejak pertemuan terakhir mereka. Arya memiliki begitu banyak rahasia, tetapi entah mengapa, Aisha merasa harus tetap berada di sisinya. Pikirannya masih sibuk saat tiba-tiba ponselnya berbunyi, pesan dari Arya.
> Arya: "Hai, Aisha. Apa kamu ada waktu malam ini? Aku ingin bicara."
Aisha membaca pesan itu dengan cepat dan langsung membalas.
> Aisha: "Tentu saja, Arya. Di tempat biasa?"
> Arya: "Iya, aku akan menunggu di sana. Sampai bertemu."
Arya ajak aku ketemu di tempat biasa? Aku bilang ga ya sama Dani? Nanti di ngoceh atau ngomel ga ya, kok aku jadi ragu mau cerita sama dia.
Tapi, kalau ga cerita sekarang bisa bisa saat aku dalam masalah nanti Dani akan lebih marah lagi. Huf, kok aku jadi plin plan gini.
Ya sudahlah cerita aja kayak biasanya. Batin Aisha.
> Aisha: "Dan, Dani. Kamu sibuk ga? Ayo ke kantin!"
Aisha menulis pesan pada sahabatnya itu.
Satu menit.
Dua menit.
Tiga menit.
Sampai sepuluh menit belum juga mendapatkan balasan, padahal Dani itu selalu ontime buatnya.
Kemana sih Dani? Aku kan pengen cerita. Kesal Aisha di dalam hatinya.
Kring!
Kring!
Dering telpnya kini baru berbungi, tapi sudah kadung kesal dan malan Aisha walau memang yang telp adalah sahabatnya.
Aisha: "Hallo!"
Dani: "Hallo, Sha. Maaf aku baru selesai meeting sama Pak Bagus, ayo! Aku udah kelar, aku otw ke kantin."
Aisha: "Ya."
Setelah menutup telpnya. Aisha walau kesal, tetap saja dia melangkahkan kakinya ke kantin dan memang sudah jam makan siang juga.
Dani: "Sha! Sini!"
Dani yang sudah duduk kantin lebih dulu.
Dani: "Sudah aku pesankan, menu favoritmu, Sha. Nanti diantar kalau udah matang."
Aisha: (dengan senyuman di paksakan) "Makasih."
Dani: "Jangan maksa senyum kalau ga ikhlas. Udah ada apa?"
Aisha: (menundukkan kepala) "Hem, Dan. Aku mau ketemu dia lagi malam ini di tempat biasa."
Dani: (mendengarkan) "Lalu?"
Aisha: (jujur)"Enaknya gimana, Dan. Dia ngajak kencan atau apa? Kemarin dia mengantarku pulang."
Dani: "Aku udah liat, kalau emang itu kemauanmu. Lakukanlah! Aku masih bisa memberikan bahuku kalau tiba tiba-"
Aisha: "Hus, kamu itu Dan. Bukannya ngatain yang baik baik, eh malah pengennya aku terpuruk mulu."
Dani: "Ga, bukan itu Sha. Dah lah yuk kita makan dulu."
Akhirnya kedua sahabat itu makan dengan lahap disana, hingga akhirnya kembali ke tempat kerjanya masing masing.
***
Malam harinya, Aisha tiba di taman kecil mereka. Suasana sunyi, hanya ada deru angin yang berhembus lembut. Arya sudah menunggunya di sana, duduk di bangku taman, tampak tenggelam dalam pikirannya.
"Arya," sapa Aisha pelan, menyadarkannya.
Arya menoleh, menatap Aisha sejenak, lalu tersenyum. "Hai, Aisha. Terima kasih sudah datang."
Aisha duduk di sampingnya, menatap wajah Arya yang serius. "Arya, kamu bilang ingin bicara sesuatu. Tentang apa?"
Arya menatap lurus ke depan, tampak ragu sejenak sebelum mulai bicara. "Aisha... aku merasa perlu jujur tentang banyak hal. Ada hal-hal yang selama ini belum pernah aku ceritakan."
Aisha menatapnya penuh perhatian. "Aku di sini untuk mendengarkanmu, Arya. Ceritakan saja. Aku ingin tahu."
Arya tersenyum kecil, tampak lega namun masih ragu. "Aku nggak yakin apakah ini waktu yang tepat, tapi aku merasa kamu harus tahu. Masa lalu... masa laluku mungkin nggak seindah yang kamu bayangkan."
"Apa maksudmu, Arya?" Aisha mengerutkan kening, mencoba mencerna maksud dari kata-katanya.
Arya menunduk, menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku... pernah kehilangan seseorang yang sangat berarti. Kehilangan yang membuatku merasa hidup ini kosong."
Aisha diam, mencoba memahami kata-katanya. "Kehilangan seseorang? Apakah itu... orang yang kamu cintai?"
Arya mengangguk perlahan. "Iya, seseorang yang pernah jadi segalanya buatku. Kehilangannya membuatku merasa seolah nggak ada lagi yang bisa mengisi kekosongan itu."
Aisha menatapnya lembut, lalu berkata, "Aku mengerti, Arya. Kehilangan seseorang yang kita cintai memang sangat menyakitkan."
Arya tersenyum getir. "Masalahnya, sejak kehilangan itu, aku merasa sulit untuk kembali membuka hati. Sampai aku bertemu kamu."
Aisha tersipu, lalu tersenyum kecil. "Maksudmu, aku berhasil membuka hatimu?"
Arya menatapnya dalam, matanya penuh kejujuran. "Iya, kamu berhasil membuatku merasa... hidup lagi. Tapi di sisi lain, aku takut. Takut kalau aku hanya akan mengecewakanmu."
Aisha menggenggam tangan Arya, mencoba memberikan ketenangan. "Arya, aku di sini bukan untuk menuntut apa-apa. Aku hanya ingin kamu jujur dan berbagi, apapun itu."
Arya terdiam sejenak, lalu berkata pelan, "Tapi kamu harus tahu, Aisha... aku masih membawa beban masa lalu itu. Dan aku nggak tahu apakah aku bisa benar-benar meninggalkannya."
Aisha mengangguk pelan. "Aku paham, Arya. Masa lalu kita adalah bagian dari diri kita. Aku juga punya masa lalu yang mungkin sulit untuk dilupakan."
"Aku menghargai pengertianmu, Aisha," ucap Arya lirih. "Kamu nggak tahu betapa berharganya itu buatku."
Aisha tersenyum. "Aku nggak ingin kamu merasa terbebani, Arya. Kalau kamu ingin berbagi, aku ada di sini. Tapi kalau kamu belum siap, aku akan menunggu sampai kamu benar-benar siap."
Arya menatapnya dengan mata yang penuh emosi. "Aisha, kenapa kamu begitu baik? Kadang aku berpikir, aku nggak pantas mendapatkan kebaikanmu."
Aisha tertawa kecil. "Jangan berpikir seperti itu. Semua orang pantas mendapatkan kesempatan kedua, Arya. Termasuk kamu."
Arya tersenyum lemah. "Terima kasih, Aisha. Kamu nggak tahu betapa berarti kata-katamu."
Mereka terdiam sejenak, menikmati kebersamaan dalam keheningan malam. Arya tiba-tiba berbicara lagi.
"Aisha... kamu pernah berpikir nggak, kalau mungkin kita nggak seharusnYa bersama?" Arya menatapnya dengan serius.
Aisha terkejut mendengar pertanyaan itu. "Kenapa kamu berkata seperti itu? Apa kamu merasa kita nggak cocok?"
Arya menggeleng pelan. "Bukan itu. Tapi aku takut, takut kalau aku hanya akan membuatmu terluka. Masa laluku... bukan sesuatu yang mudah dilupakan."
Aisha tersenyum, mencoba menenangkan Arya. "Setiap orang punya masa lalu, Arya. Dan aku di sini bukan untuk menghakimimu. Aku hanya ingin kita berjalan bersama, apapun yang terjadi."
Arya memandangnya penuh rasa syukur. "Terima kasih, Aisha. Kamu benar-benar orang yang luar biasa."
Aisha tersipu. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk kita berdua, Arya."
Arya menatapnya dalam-dalam. "Kalau begitu, aku akan mencoba. Aku akan mencoba untuk membuka hati, untuk menerima kebahagiaan lagi. Bersama kamu."
Aisha tersenyum, merasa lega mendengar itu. "Itu yang aku harapkan, Arya. Aku hanya ingin kamu bahagia."
Mereka saling menatap, seakan memahami perasaan satu sama lain. Arya lalu berkata dengan suara yang lebih pelan, "Aku berjanji, aku akan berusaha untuk tidak menyakiti perasaanmu, Aisha. Aku nggak ingin kehilanganmu."
Aisha menggenggam tangannya erat. "Kita akan menjalani ini bersama, Arya. Apa pun yang terjadi, aku akan ada di sini."
Malam itu, percakapan mereka terasa begitu mendalam. Setiap kata yang diucapkan semakin mempererat ikatan mereka. Namun, di balik semua itu, Aisha tahu bahwa ada misteri yang masih tersimpan di hati Arya. Pertanyaan-pertanyaan itu tetap menggantung, menunggu untuk dijawab.
Bersambung.