Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 27 : Cukup tiga saja
Senyum tipis dengan tatapan memuja bisa Abi Adam lihat saat Ezar menatap putrinya.
Meski tak mengucapkannya langsung, tapi Abi Adam tau jika menantunya itu sudah jatuh cinta pada Zara. Tidak sulit untuk mengetahui perasaan laki laki seperti Ezar, karena sedikit banyak, sifatnya dan Ezar hampir sama.
Bagaimana ia mulai mencintai Azalea dulu, kira kira seperti itulah yang di rasakan menantunya itu.
Ezar membawa Zara pulang setelah pengobatan selesai, Abi dan umi sudah lebih dulu meninggalkan rumah sakit. Kata umi tadi, dia harus segera pulang karena akan menyambut tamu yang sangat ia rindukan, siapa lagi kalau bukan uncle Izel dan aunty Nadia.
*
*
Tidak terasa, siang berganti malam. Suasana di rumah Ezar tampak sepi, penghuni rumah sepertinya sudah berada di dalam kamar masing masing.
Jam sembilan, begitu yang terlihat di dinding kamar Ezar. Ezar tampak gelisah, dia masih khawatir dengan kondisi Zara.
Tubuhnya lelah berguling ke kiri dan ke kanan, hingga dia bangkit dan memutuskan menuju kamar Zara.
Seperti pengalaman sebelumnya, dia tidak mau lagi membuka pintu kamar Zara tanpa mengetuk lebih dulu. Dia takut akan menemukan hal hal di luar kendalinya dan membuatnya tidak bisa lagi melepas Zara begitu saja.
Tok..tok....tok...
Zara membuka pintu.
" Belum tidur?" Tanya Ezar sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Zara.
" Baru mau."
Ezar melihat beberapa kain kasa di atas meja.
" Kau membersihkan lukamu?"
" Iya." Jawab Zara singkat lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.
" Sini, biar aku bantu." Ezar mengambil kain kasa di tangan Zara.
Zara pasrah saja, toh, dari tadi dia cukup kerepotan mengganti perbannya sendiri. Zara harus berdiri di depan cermin agar bisa membersihkan lukanya tersebut.
Ezar duduk di depan Zara, membuka perlahan perban yang terlihat basah oleh darah yang mengendap.
" Sakit?"
" Sedikit."
" Tahan sebentar, ini tidak akan lama." Kata Ezar kembali fokus pada luka Zara.
Sesekali ia meniup luka tersebut, mencoba membuat salep yang di oleskan di kening Zara cepat mengering. Namun jarak di antara keduanya yang sangatlah dekat membuat Zara terlihat sulit mengatur nafasnya sendiri.
Bahkan dengan jelas, Zara bisa melihat jakun Ezar yang naik turun ketika meniup luka di keningnya.
Zara menatap wajah serius itu. Zara sampai tidak berkedip, kapan lagi dia bisa memperhatikan wajah Ezar dari dekat seperti sekarang ini. Bibir seksi yang sudah beberapa kali menciumnya itu tak luput dari indra penglihatan nya.
" Kau sudah puas?"
" Aa...."
" Aa..Aa..." Ezar menjitak kepala Zara pelan. " Kau sudah puas melihat wajahku?" Pertanyaan berulang yang membuat Zara seketika tertunduk malu.
Ezar mengulas senyum. " Sudah selesai. Ayo tidur."
" Baiklah."
Zara membereskan sisa sisa perban dan peralatan lain di atas meja. Menyimpannya kembali di tempat semula.
Zara bersiap tidur. Tapi ada yang aneh dan terlihat jelas oleh matanya.
" Kenapa mas masih di sini?"
" Memangnya tidak boleh?" Ezar terlihat cuek lalu menarik selimut dan merebahkan tubuhnya di salah satu sisi tempat tidur.
" Bukan begitu, tapi.."
" Tidak usah banyak bertanya, ayo tidur."
Zara menghela nafas berat. " Tadi ku pikir dia mau ke kamarnya sendri." Gumamnya lalu menyusul Ezar yang tampak sudah menunggunya.
" Bagaimana kondisi Dila mas?"
" Ternyata, bukan hanya kakinya saja yang patah, tapi dia juga mengalami patah tulang belakang, dan uncle Izel akan melakukan prosedur vertebroplasti untuk mengembalikan kondisi tulang belakangnya seperti semula."
" Syukurlah. Oiya, boleh aku ke rumah besok mas? Aku rindu dengan aunty Nadia."
" Tentu saja, kalau perlu aku yang akan mengantarmu."
" Makasih mas."
" Hanya itu?"
Kening Zara mengernyit. " Maksud mas?"
" Ucapan terima kasihmu, karena kau mengucapkan terima kasih, sepertinya aku mengharapkan yang lebih."
Zara gelagapan. Kemana arah pembicaraan Ezar, dia mulai paham.
" Lalu mas mengharapkan apa?"
" Kemari, mendekat padaku."
Meski tampak ragu, Zara tetap melakukan perintah Ezar.
Setelah Zara mendekat, Ezar tidak lagi menunggu lama dan langsung memeluk tubuh istrinya.
" Sekarang aku jadi tidak suka dengan tempat tidur berukuran besar."
" Kenapa begitu? Kalau luas kan bisa lebih leluasa untuk bergerak." Protes Zara.
" Tidak suka saja, haruskah aku mengatakan alasannya?"
Zara menggeleng pelan. " Tidak perlu." Nadanya melemah setelah tadi sempat menggebu gebu saat melayangkan protesnya pada Ezar.
Ezar mengamati wajah cantik istrinya.
" Besok, stase mu sudah berpindah kan?"
" Iya, aku akan menghadapi suara suara riuh tangisan anak dan bayi di departemen pediatric." Ucap Zara tersenyum.
" Apa kau menyukai anak anak?"
" Tentu saja, memangnya ada orang yang tidak menyukai makhluk kecil
menggemaskan itu?" Ujarnya antusias.
Ezar menatap lurus kedepan, ingatannya setahun lalu kembali terbayang.
" Setelah kita menikah, aku tidak ingin punya anak Zar."
" Kenapa? Bukankah semua pasangan suami istri akan sangat mengharapkan kehadiran anak di dalam kehidupan rumahtangga mereka?" Ezar kaget dengan permintaan Ghina, kekasihnya.
" Aku hanya tidak suka di repot kan dengan mengurus anak anak yang nakal itu." Terang Ghina.
" Tapi profesimu ke depan akan selalu berhadapan dengan anak anak yang kau katakan nakal itu.. Kalau kau tidak suka, kenapa mengambil PPDS pediatric Na?"
" Itulah sebabnya aku tidak ingin punya anak setelah melihat bagaimana susahnya para ibu ibu itu ketika merawat anak mereka yang sedang sakit. Aku bukan tipe wanita yang bisa mengurus kehidupan orang lain."
" Tapi kan, setelah kita menikah, dia itu bukan orang lain lagi Ghina, yang kau sebut dia itu adalah anak kita, darah daging kita." Ezar mulai kesal.
" Ya aku tau, pokoknya aku tidak mau, sudah banyak orang tua yang aku lihat hidup tidak terurus, bahkan untuk menyisir rambut mereka saja sepertinya susah, terkadang aku kesal melihat anak anak yang tega membuat ibunya menderita, misalnya saja mereka sedang sakit, yang harusnya bisa makan sendiri lebih meminta ibu atau ayahnya yang menyuapi. Aku tidak suka Zar. Dan aku tidak mau seperti wanita wanita itu, aku takut tubuhku rusak karena melahirkan seorang anak.."
Lamunan eza buyar kala Zara kembali mengulang pertanyaan yang sama.
" Mungkin di luar sana ada." Kata Ezar sekenanya.
" Aku tidak percaya." Katanya dengan ekspresi bingung namun terlihat lucu di mata Ezar.
" Kalau kamu, apa kamu menginginkan seorang anak?"
" Iya, aku sangat ingin punya anak setelah menikah nanti. Aku akan berusaha menjadi ibu yang kuat seperti umi. Aku akan menjadi ibu yang penyayang seperti umi. Aku akan menjadi ibu yang bijaksana, pokoknya aku akan menjadi ibu seperti umi Aza." Ujarnya tersenyum sembari mengingat kenangan kenangan masa kecilnya bersama umi nya.
Kening Ezar mengernyit. " Tadi kau bilang apa? Setelah menikah nanti?"
Ezar menatap tajam wajah zara. Zara yang di tatap dan sementara tersenyum terpaksa mengatupkan kedua bibirnya rapat rapat.
Dia salah bicara, dan akibat dari mulutnya yang tidak terkontrol itu, Ezar kini sudah berada di atas tubuhnya.
Netra Zara mengerjap. Tak di sangka, kesalahan lidahnya saat berucap berakibat fatal bagi kelangsungan hidupnya malam ini.
" Jadi kamu menganggap ku apa Zara sayang?"
Zara tak bisa menjawab. Apalagi melihat senyum smirk bak psikopat tak berperasaan yang kini sedang menindihnya.
" Berapa yang kau inginkan?"
" Ma..maksud mas?"
" Untuk menemanimu bermain, berapa anak yang harus aku berikan padamu?"
Glek.. Zara menelan ludahnya kasar. Di antara kebersamannya dengan Ezar, Zara rasa kalau ini adalah akhir dari perjuangan mempertahankan harta berharga miliknya.
" Jawab.." Ujar Ezar sembari menciumi leher Zara, dan di sela ciumannya itu, Ezar masih sempat menggoda Zara." Kamu mau banyak? Aku bisa memberikan nya untukmu. Sebutkan saja."
Tak ada suara, hanya nafas Zara yang terdengar memburu.
" Mas, a..ayo kita tidur." Hanya itu yang berhasil keluar dari mulut Zara.
" Aku akan tidur setelah ini."
Pundak Zara yang terekspos menjadi buruan Ezar selanjutnya. Dia mengecup di sana, tapi itu bukan kecupan biasa, karena warna merah kebiruan sudah terlihat jelas seperti lebam menghiasi sebagian kulit putihnya.
" Kau hanya memilliki Zayn, sementara aku hanya memiliki Faiz. Ku rasa berdua itu masih sangat kesepian, kamu suka yang ramai kan? Bagaimana kalau enam. Kamu mau?"
" Itu terlalu banyak." Zara tak sadar menjawab pertanyaan frontal Ezar.
" Jadi?" Ezar sudah tersenyum lebar.
" Tiga saja. Ku rasa itu sudah cukup." Lagi lagi Zara menjawab.
" Baiklah, sesuai permintaan mu, malam ini aku akan membuat satu dulu." Kata Ezar dengan tatapan penuh gairah.
" Persiapkan dirimu."
...****************...
kini tinggal menanti kisah cinta abang zayn di tunggu ya uv nya mbk lala kesayangan akuuu
btw jgn lupa kak, emi dilanjut 🤭🤭😁
ku tunggu karya selanjutnya ya