Kamala Jayanti, gadis malang yang terlahir dengan tanda lahir merah menyala di kulit pipinya dan bekas luka di bawah mata, selalu menyembunyikan wajahnya di balik syal putih. Syal itu menjadi tembok penghalang antara dirinya dan dunia luar, membentengi dirinya dari tatapan penuh rasa iba dan cibiran.
Namun, takdir menghantarkan Kamala pada perjuangan yang lebih berat. Ia menjadi taruhan dalam permainan kartu yang brutal, dipertaruhkan oleh geng The Fornax, kelompok pria kaya raya yang haus akan kekuasaan dan kesenangan. Kalingga, anggota geng yang penuh teka-teki, menyatakan bahwa siapa yang kalah dalam permainan itu, dialah yang harus menikahi Kamala.
Nasib sial menimpa Ganesha, sang ketua geng yang bersikap dingin dan tak berperasaan. Ganesha yang kalah dalam permainan itu, terpaksa menikahi Kamala. Ia terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus menikahi gadis yang tak pernah ia kenal.
Titkok : Amaryllis zee
IG & FB : Amaryllis zee
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amaryllis zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Snow White
Dua belas hari telah berlalu, dan wajah Kamala perlahan mulai pulih. Namun, rasa bosan menggerogoti jiwanya. Ia terkurung di kamar hotel, tak diizinkan Ganesha untuk keluar. Untuk apa menempuh perjalanan jauh ke Korea jika ia tak bisa menikmati keindahannya?
Kamala menatap pantulan dirinya di cermin. Seutas kesedihan merayap di hatinya. Ia tak pernah menolak takdir, namun sebagai manusia biasa, ia mendambakan kecantikan. Kini, kecantikan itu telah terwujud, tapi apa gunanya jika ia terkurung dalam empat dinding kamar?
Ia membuka lemari, mencari pakaian yang pas untuk cuaca dingin Korea. Celana panjang, blouse, dan blazer menjadi pilihannya. Riasan tipis menghiasi wajahnya, mengingatkannya pada tujuannya yang sebenarnya: menjelajahi negeri ginseng ini.
Kamala tak akan membiarkan Ganesha menghalanginya lagi. Ia akan pergi ke tempat yang telah lama ia impikan. Dengan tas di tangan dan sepatu sneakers yang siap melangkah, ia membuka pintu kamar. Keyakinan dan semangat berkobar di matanya, siap menaklukkan setiap sudut Korea.
Udara dingin menusuk kulit Kamala saat ia melangkah keluar dari hotel. Aroma khas kota Seoul, campuran dari asap kendaraan dan aroma makanan jalanan, langsung menyergap indranya. Selama 12 hari terkurung di kamar, ia hanya bisa membayangkan bagaimana rasanya menghirup udara bebas, merasakan angin sepoi-sepoi, dan melihat dunia di luar jendela. Hari ini, ia akan melepaskan semua itu.
******
Ganesha baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Ia baru saja berniat untuk beristirahat sejenak, menikmati secangkir kopi panas, ketika ponselnya berdering. Nomor Sandiga tertera di layar. Ganesha menghela napas, menjawab panggilan itu dengan nada datar.
"Kapan lo balik?" tanya Sandiga, suaranya terdengar sedikit panik.
"2 hari lagi gue pulang," jawab Ganesha.
"Apa gak bisa dipercepat?" tanya Sandiga, suaranya semakin cemas.
"Memangnya, kenapa?" tanya Ganesha, suaranya mulai meninggi. Ia merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Keuangan perusahaan ada masalah, sepertinya ada yang korupsi," jawab Sandiga, suaranya bergetar.
Ganesha mengepalkan tangannya. Ia murka. Wajahnya memerah menahan emosi, rahangnya mengeras seperti batu. Ia mematikan panggilan dan membantingkan ponsel ke tempat tidur.
"Sialan!" geram Ganesha, suaranya bergetar karena amarah. "Siapa yang berani korupsi di perusahaan gue?"
Ia bangkit dari tempat duduknya, berjalan mondar-mandir di ruangan. Pikirannya dipenuhi oleh amarah dan kekhawatiran. Ia harus segera pulang, menyelidiki kasus ini.
Ganesha berjalan menuju pintu, lalu ia keluar kamar, melangkah menuju ke kamar Kamala. Amarah masih bergelora di dadanya, membuat langkahnya terasa berat.
Tok. Tok.
Ganesha mengetuk pintu kamar Kamala, tapi tidak ada sahutan. Ia mengulang ketukannya, kali ini lebih keras. "Kamala, buka pintunya!" teriaknya, suaranya bergetar karena emosi.
Kamar Kamala tetap sepi. Ganesha semakin jengkel. Kenapa Kamala menambah emosinya yang sedang tidak stabil? Ia pun membuka pintu kamar Kamala dengan kunci cadangannya.
"Kamala, berani sekali kau pergi tanpa izin saya!" teriaknya, suaranya bergema di ruangan.
Ganesha melihat kamar Kamala sepi. Hanya ada ranjang yang berantakan dan lemari pakaian yang terbuka. Ia menduga jika Kamala pergi.
"Sialan!" geram Ganesha. "Ke mana dia pergi?"
Ganesha mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, mencari petunjuk keberadaan Kamala.
Ganesha keluar kamar dan menutup pintu dengan keras, suara dentumannya bergema di lorong. Ia berjalan dengan langkah cepat, mencoba melacak keberadaan Kamala. Tangannya memegang pelipis, kepalanya terasa nyut-nyutan, seperti ada yang menggerogoti dari dalam.
Menghadapi Kamala yang tidak ada kapoknya, ia sudah mendapatkan lokasi Kamala. Secepatnya ia harus menemuinya, sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Malam ini akan diprediksi akan datang salju, suhu akan turun drastis. Ia kembali ke kamar, mengambil jaket tebal yang tergantung di lemari.
******
Udara malam di kota Seoul membuat Kamala merasa dingin, tapi Kamala merasa heran kenapa udaranya berbeda dengan hari biasa. Biasanya, udara malam di Seoul terasa sejuk, menyegarkan. Sekarang terasa sangat dingin sampai menusuk ke tulangnya.
Tapi demi impiannya untuk menginjakkan kaki di tower Namsan, Seoul, Korea, Kamala tidak akan menyerah dengan hawa dingin. Ia terus berjalan di tengah gelapnya malam, langkahnya terkadang terhenti karena kedinginan, tapi semangatnya tetap menyala.
Matanya menatap lurus ke depan, menaiki tangga, jalan menuju tower Namsan. Ia membayangkan dirinya berdiri di puncak tower, menikmati pemandangan kota Seoul yang indah di bawahnya.
****
Ganesha baru saja turun dari taksi, matanya tertuju ke atas, menatap menawan Namsan Tower yang menjulang tinggi. Untuk sampai ke sana, ia harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Namun, demi mencapai puncak dengan cepat, ia memilih naik kereta gantung. Ia tak ingin kelelahan melewati jalur pendakian yang menanjak. Dengan langkah cepat, Ganesha menaiki anak tangga menuju tempat pemberangkatan kereta gantung.
Ganesha cepat-cepat melangkah menaiki anak tangga menuju ke tempat cable car. Nafasnya tersengal-sengal, seolah-olah ia baru saja berlari marathon.
"Sialan, dinginnya!" gumam Ganesha, sambil mengusap hidungnya yang mulai memerah karena kedinginan.
Ganesha melihat ke arah Namsan Tower, terbayang wajah Kamala yang sedang berdiri di puncak tower. Ia harus cepat menemukannya dan segera memberi pelajaran karena sudah membuatnya khawatir.
*****
Nafas Kamala tersengal-sengal, tubuhnya lelah setelah menaiki anak tangga menuju puncak Namsan Tower. Namun, rasa lelah itu sirna seketika saat ia tiba di Gembok Cinta, lokasi ikonik yang sering muncul dalam drama Korea.
Kamala membayangkan malam romantis di Namsan Tower, bersama seseorang yang istimewa. Sayangnya, itu hanyalah sebuah khayalan. Namun, Kamala tak ingin larut dalam kesedihan. Ia memilih untuk menikmati kesempatan langka ini, menikmati keindahan kota Seoul di malam hari. Cahaya lampu yang berkelap-kelip seperti bintang, menghiasi langit malam, menciptakan pemandangan yang memukau.
Kamala menghela napas, mencoba untuk menenangkan diri. Ia mengeluarkan buku catatan kecil dan pena dari tasnya, siap untuk menorehkan inspirasi yang mungkin terlahir dari keindahan malam ini. Di antara gembok-gembok cinta yang berjejer, ia merasakan sebuah ketenangan yang tak terlukiskan. Mungkin, ia tak menemukan cinta di sini, tapi ia menemukan inspirasi yang tak ternilai harganya.
Setelah menulis di buku catatannya, Kamala menaruh kembali bukunya di dalam tas selempangnya. Ia kemudian berjalan mendekat ke pagar yang dipenuhi dengan gembok-gembok cinta, matanya menelusuri setiap gembok yang terukir dengan nama dan pesan-pesan romantis. Jari-jarinya menyentuh salah satu gembok, membaca pesan yang terukir di sana. "Untuk selamanya, cintaku," tulisnya. Sebuah rasa iri menusuk hatinya. Ia membayangkan pasangan kekasih yang mengukir gembok itu, menyatukan hati mereka di bawah langit malam Seoul yang indah.
"Kamala ...!" Panggilan itu, keras dan tegas, membuyarkan lamunan Kamala. Ia menoleh, menemukan Ganesha berdiri di sana, tatapannya tajam menusuk. Seketika, rasa takut merayap di hatinya.
Apakah Ganesha marah padanya? Namun, sebelum rasa takut itu menguasainya, sebuah keajaiban terjadi. Hujan salju turun di Namsan Tower. Awal Desember memang sudah tiba, tapi Kamala tak menyangka akan mendapatkan kesempatan merasakan salju di Seoul. Untuk pertama kalinya, ia bisa melihat salju secara langsung.
"Tuhan, apa ini beneran salju?" gumam Kamala, matanya berbinar-binar.
Kamala terpesona oleh keajaiban salju yang turun. Dengan kedua tangan terangkat, ia memutarkan tubuhnya, menikmati setiap butiran salju yang menempel di pipinya, di rambutnya, di pakaiannya. Senyum lebar terukir di wajahnya, membuatnya tampak seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat salju.
"Aku tidak mimpikan?" gumam Kamala lagi, suaranya bergetar karena bahagia.
Melihat senyuman Kamala yang lebar, mata Ganesha terpaku. Hati yang tadinya dipenuhi amarah, mendadak sejuk. Senyum itu, senyum yang selama ini tersembunyi di balik syalnya, kini terlihat nyata dan sempurna. Namun, seolah terbangun dari mimpi, Ganesha bergumam.
"Sadar Ganesha! Dia perempuan biasa yang tak pantas untuk lo!" Nada suaranya dingin, mencoba untuk menepis perasaan yang mengganggu hatinya. Ia berusaha mengingatkan dirinya sendiri agar tidak jatuh cinta pada Kamala.
Ganesha melangkah mendekati Kamala, ia membersihkan salju dengan tangannya, salju yang menempel pada rambut kamala.
Melihat tindakan Ganesha yang tiba-tiba, Kamala terdiam membisu, menatap Ganesha dengan pandangan yang sulit diartikan.
Wajah Kamala yang mulus, terlihat semakin menawan di bawah cahaya temaram. Naluri hati Ganesha goyah. Seolah ada kekuatan tak terlihat yang menariknya untuk mendekat. Ia merasakan sebuah dorongan kuat untuk memeluk Kamala, untuk merasakan kehangatan tubuhnya di tengah dinginnya salju.
Ganesha menundukkan kepalanya, mengulurkan tangan menarik badan Kamala dan memeluknya erat. Seolah ada aliran listrik yang menyengat, ia reflek mengecup bibir Kamala, sedikit memainkannya dengan lembut.
Kamala melotot. Untuk pertama kalinya, bibirnya dicium oleh pria. Ia tak menyangka jika Ganesha adalah orang pertama yang menciumnya. Jantungnya berdebar kencang, seolah ada setan yang membuatnya mengikuti permainan Ganesha. Rasa terkejut dan malu bercampur aduk dalam dirinya. Namun, di balik rasa itu, terasa juga sebuah kehangatan yang tak terduga.
Mereka bak seperti pasangan romantis, berpelukan di tengah salju turun, bibir mereka bertemu, menciptakan kehangatan di tengah dingin yang menusuk ke dalam kulit. Seketika merasakan kehangatan yang tersalurkan, mereka merasa nyaman dan tenang.
Namun, setelah beberapa menit berlalu, Kamala menggigit bibir Ganesha, menarik diri dari pelukannya. Ia berlari meninggalkan Ganesha, wajahnya memerah karena malu. Ia sungguh merasa bodoh, terhanyut dalam permainan yang Ganesha mainkan.
“Aku ..., aku harus pergi," gumam Kamala, napasnya tersengal-sengal. Ia tak ingin berlama-lama di sana, takut jika ia akan kembali terhanyut dalam pesona Ganesha.
Ganesha tersadar, ia menatap punggung Kamala yang menjauh, "Apa yang barusan gue lakukan?" gumamnya, suaranya terdengar tak percaya. Ia menggaruk kepalanya, merasa bingung dengan apa yang baru saja terjadi. Namun, sebuah dorongan kuat menggerakkan langkahnya. Ia dengan cepat mengikuti Kamala, ingin menjelaskan, ingin meminta maaf, ingin mengatakan bahwa ia tak bermaksud melakukan itu.
Terimakasih sudah suka dengan cerita ini
kalo bisa 2 atau 3🙏
jangan lama lama up nya dan banyakin up nya pls😭