Jodoh Si Gadis Pipi Merah
Matahari sore menyinari kamar Kamala dengan teriknya. Debu-debu beterbangan di udara, menari-nari di antara sinar mentari yang menembus celah jendela. Kamala terduduk di tepi ranjang, tubuhnya gemetar, air matanya mengalir deras. Ia melihat bayangannya di cermin besar yang menghiasi dinding kamar. Sebuah tanda lahir berwarna merah menyala menghiasi pipinya, menyerupai bunga mawar yang layu. Bekas luka di bawah matanya, warisan dari kecelakaan yang merenggut orang tuanya, menambah rasa tidak percaya dirinya.
Di luar, suara gaduh menggema. Renata, ibu ankatnya, berteriak-teriak, menyerukan nama Kamala. Suara itu bagaikan petir yang menggelegar, menghantam hati Kamala. Ia tahu, Renata pasti akan memaksanya untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin ia lakukan.
"Kamala, cepat pakai gaun pengantin ini!" titah Renata, suaranya terdengar seperti gertakan. Ia melemparkan sebuah gaun putih ke arah Kamala, kainnya mengenai wajah Kamala. Kamala terisak, air matanya semakin deras. Sejak kepergian ayah angkatnya, Renata selalu memperlakukannya dengan buruk.
"Aku tidak mau menikah, Ma!" Kamala membela diri, suaranya terengah-engah. Ia tidak mau menikah muda, apalagi ia tidak mencintai calon suaminya.
"Jangan membantah, tinggal menikah saja apa susahnya!" bentak Renata. "Gadis buruk rupa seperti itu, masih untung juga ada yang mau menikahimu!"
Renata menarik badan Kamala, menariknya ke depan cermin. Kamala meringis kesakitan, tubuhnya ditarik secara kasar.
"Tanda lahir merah diwajahmu itu, membuat orang jijik melihatnya! Apalagi wajahmu sudah cacat dengan bekas luka!" Renata menunjuk wajah Kamala dengan kasar. "Jadi, kau harus beruntung mendapatkan jodoh, walaupun jodohmu itu pria miskin, kerjanya jadi tukang bangunan!"
Renata mendorong badan Kamala ke ranjang. "Segera pakai gaun itu, karena calon suamimu sedang menunggumu!" tegas Renata, lalu dia meninggalkan Kamala sendirian di kamar.
Kamala terduduk di ranjang, menatap gaun putih yang tergeletak di kakinya. Ia merasa seperti boneka yang dipaksa untuk memakai pakaian yang tidak sesuai dengan keinginannya. Hatinya hancur, ia merasa tak berdaya menghadapi kekejaman Renata.
Di luar, suara riuh semakin keras. Tamu-tamu sudah mulai berdatangan. Kamala tahu, ia tidak bisa menghindar dari takdir yang telah direncanakan Renata. Ia hanya bisa pasrah, menunggu saat-saat ketika hidupnya akan berubah selamanya.
Kamala terduduk di tepi ranjang, menatap bayangannya di cermin. Gaun pengantin putih menempel di tubuhnya, menonjolkan lekuk tubuhnya yang ramping. Namun, senyum tidak pernah hadir di wajahnya. Ia merasa seperti burung yang terkurung dalam sangkar, terpaksa memakai pakaian yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Tangannya meraih syal putih yang tergeletak di tempat tidur. Ia memasangkan syal putih ke wajahnya. Syal itu menjadi tembok pembatas antara dirinya dan dunia luar, menghindari tatapan orang yang mungkin akan membuatnya merasa rendah diri.
"Aku harus gimana sekarang?" gumam Kamala, suaranya hampir tak terdengar. Rasa bingung dan takut bercampur aduk dalam dirinya. Namun, sebercak harapan kecil mulai muncul di hatinya. Mungkin dengan menikah, ia bisa terbebas dari kekejaman Renata, menemukan kehidupan yang jauh lebih baik.
Kamala beranjak bangun, langkah kakinya terasa berat. Ia mendekati cermin, menatap bayangan wajahnya yang tidak ditutupi syal. Matanya memancarkan kesedihan, ketakutan, dan sedikit harapan.
Ia teringat masa kecilnya, ketika ia selalu menutupi wajahnya dengan syal. Hanya sahabatnya, Yoana, yang pernah melihat wajahnya tanpa syalk. Di rumah, ia juga berani memperlihatkan wajahnya kepada Sugandi, ayah angkatnya.
Namun, sejak kepergian Sugandi, ia selalu menutupi wajahnya. Ia takut, takut orang-orang akan memandangnya dengan jijik karena tanda lahir merah di pipinya dan bekas luka di bawah matanya.
Kamala menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia harus kuat, ia harus menghadapi kenyataan. Ia harus melangkah maju, mencari kebahagiaan yang mungkin tersembunyi di balik selendang putih yang menutupi wajahnya.
Langkah kakinya semakin mantap, ia melangkah keluar dari kamar. Pintu kamar terbuka, menyambutnya dengan cahaya mentari sore yang menyilaukan. Ia melangkah maju, menelusuri lorong yang dihiasi dengan bunga-bunga berwarna cerah.
Di ujung lorong, ia melihat seorang pria berdiri tegak. Pria itu mengenakan jas hitam, wajahnya terlihat tampan. Kamala tahu, pria itu adalah calon suaminya.
Kamala melangkah mendekat, hati nya berdebar kencang. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, ia berharap, kebahagiaan akan menunggunya di balik selendang putih yang menutupi wajahnya.
Ganesha Bimantara, pria berusia tiga puluh tahun, berdiri tegak di hadapan Kamala. Matanya menatap tajam wajah Kamala yang tertunduk, syal putih menutupi seluruh wajahnya. Ganesha penasaran, ingin melihat wajah di balik selendang itu.
Ganesha menatap wajah Kamala yang tertunduk, syal putih menutupi seluruh wajahnya. Ia tersenyum tipis, sebuah senyum yang tidak mencapai matanya. Di dalam hatinya, ia merasa geli. Ia tidak mencintai Kamala. Ia menikahinya karena sebuah taruhan dengan sahabat-sahabatnya.
Malam itu, di sebuah klub malam yang remang-remang, anggota geng Fornax berkumpul. Mereka adalah enam pria muda, penuh dengan uang dan keangkuhan. Setiap kali mereka berkumpul, mereka selalu bermain kartu remi dengan taruhan yang fantastis. Mobil, motor, uang, bahkan perempuan, pernah menjadi taruhan mereka.
Malam ini, taruhannya berbeda. Mereka bertaruh siapa yang harus menikah dengan Kamala Jayanti, gadis si syal putih. Mereka belum pernah melihat wajah Kamala, hanya melihat fotonya di Instagram, di mana wajahnya selalu tertutup syal putih.
Ganesha, pemimpin geng Fornax, selalu menang dalam setiap taruhan. Namun, malam ini, nasib berkata lain. Ganesha kalah. Ia tidak bisa mundur, karena setiap taruhan mereka selalu diiringi surat perjanjian di atas materai.
Ganesha menghela napas, mencoba untuk menerima kenyataan. Ia harus menikahi Kamala, gadis yang bahkan belum pernah ia temui.
"Lo tidak perlu khawatir, Ganesha," kata Kalingga, sahabatnya. "Kamala itu cantik. Dia hanya menutupi wajahnya dengan syal putih, jangan salah, dia cantik."
"Cantik?" Ganesha mengernyitkan dahi. "Gue tidak peduli dengan kecantikannya."
"Ya, sudahlah. Nikmati saja. Lo pasti akan mendapatkan istri yang baik," kata Kalingga sambil menepuk bahu Ganesha.
Ganesha mengangguk, mencoba untuk bersikap optimis. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Namun, ia harus menikahi Kamala. Ia harus memenuhi janjinya.
Ganesha tak sabar ingin melihat wajah Kamala. Ia mendekat, jantungnya berdebar kencang. "Angkat kepalamu!" titahnya, suara yang biasanya tenang kini bergetar. Kamala, dengan wajah memerah, perlahan mengangkat kepalanya. Tatapan mereka bertemu, sepasang mata yang penuh harap dan cinta. Ganesha terpesona, kecantikan Kamala melampaui imajinasinya. Rambutnya yang hitam legam terurai indah, matanya yang cokelat berkilauan seperti bintang di malam hari, dan bibirnya yang merah merekah seperti bunga mawar. Tangannya terulur, ingin membuka syal yang menutupi wajah Kamala. Ia ingin merasakan sentuhan lembut kulitnya, ingin menelusuri lekuk wajahnya yang sempurna.
Namun, sebelum sentuhannya menyentuh kain halus itu, Renata muncul di ambang pintu. "Kalian masih disini. Ayo cepat, akad segera dimulai!" kata Renata, suaranya sedikit meninggi. "Kenapa kalian berdua masih berlama-lama?"
Ganesha menarik tangannya, sedikit kecewa. "Maaf, Tante. Saya hanya ingin melihat wajah Kamala," jawabnya, matanya masih tertuju pada Kamala.
Kamala menunduk, pipinya semakin memerah. "Ayo, Tuan. Kita harus segera ke sana," katanya, suaranya hampir tak terdengar.
Ganesha menggerutu dalam hati, kecewa karena tak bisa melihat wajah Kamala lebih lama. Ia hanya bisa menatap punggung Kamala yang menjauh, langkahnya ringan dan anggun. "Ah sial, gue belum melihat wajahnya!" gumamnya, suaranya mengalir kecewa.
Ganesha, pria yang terkenal dengan kepiawaiannya dalam merayu wanita, yang sering berganti pacar secepat kilat, kini merasakan sesuatu yang berbeda. Di hadapan Kamala, ia merasa tertantang, terikat oleh suatu kekuatan tak terlihat. Ia ingin mengetahui lebih jauh tentang wanita yang bersembunyi dibalik syalnya, ingin menjelajahi rahasia di balik senyum manisnya, ingin menemukan apa yang tersembunyi di balik tatapan matanya yang menawan.
******
Upacara pernikahan sederhana itu terasa sunyi. Hanya keluarga Kamala yang hadir, memenuhi ruangan kecil di rumah mereka. Tak ada keluarga Ganesha, tak ada sorak sorai, tak ada tawa riang. Ganesha, dengan wajah datar, duduk di samping Kamala. Ia datang seorang diri, tanpa didampingi keluarga. Hanya anak-anak Fornax, organisasi rahasia tempatnya bernaung, yang tahu tentang pernikahan ini.
Kamala duduk di samping Ganesha, menunduk malu. Ia tak berani menatap para tamu, tak berani menatap wajah-wajah yang asing. Ini adalah kali pertama ia duduk berdekatan dengan seorang pria, dan itu pun dalam suasana yang tak biasa. Perasaannya campur aduk, takut, gugup, dan sedikit gembira. Ia tak pernah memiliki teman laki-laki, tak pernah berkenalan dengan pria, dan tak pernah merasakan perhatian dari seorang pria. Ketidakpercayaan diri menyergapnya, membuatnya merasa kecil di hadapan Ganesha yang berwibawa dan menakutkan.
Ganesha menggenggam tangan Penghulu, tangannya berkeringat. Wali nikah Kamala diwakilkan oleh Penghulu, dan Ganesha akan segera mengucapkan ijab qabul. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan debar jantungnya yang berpacu kencang. "Saya terima nikah dan kawinnya Kamala binti..." suaranya lantang, mengucapkan kalimat sakral itu dengan penuh keyakinan. "Dengan mas kawin tersebut tunai.”
Suasana hening menyelimuti ruangan setelah ijab qabul dilantunkan. Ganesha, yang biasanya piawai merayu perempuan, kini terdiam kaku di hadapan Kamala. Ia terpaku, tak tahu harus berbuat apa. Lugu dan polosnya Kamala, yang sama sekali berbeda dengan perempuan-perempuan yang pernah ia dekati, membuat Ganesha merasa canggung. Ia tak berani bersikap agresif, tak berani melakukan tindakan romantis seperti yang biasa ia lakukan.
Ganesha menatap Kamala, matanya tak berkedip. Ia terpesona dengan kecantikan Kamala yang sederhana, aura polos yang terpancar dari wajahnya. Namun, di balik pesona itu, Ganesha merasakan sebuah misteri yang belum terpecahkan.
Penghulu, yang menyaksikan keheningan di antara pengantin, merasa geram. Ia terbiasa melihat pengantin baru saling berpelukan, berbisik mesra, atau setidaknya tersenyum bahagia. Namun, di sini, ia melihat dua insan yang saling terdiam, seperti dua orang asing yang dipaksa untuk bertemu.
"Pengantin perempuan, silahkan cium tangan suaminya!" ucap Penghulu, suaranya sedikit meninggi.
Kamala mendongak menatap wajah Ganesha yang sedang menatapnya. Wajah Ganesha yang tampan, dengan sorot mata yang lembut, membuat jantungnya berdebar kencang. Apakah ia harus mencium tangan pria yang ada di hadapannya? Pria yang ia tidak tahu siapa, bahkan ia tidak tahu siapa nama pria itu. Hanya ketika ijab qabul, ia baru tahu jika nama suaminya adalah Ganesha Bimantara, namanya yang indah dan gagah. Nama yang terasa asing, namun menarik, seolah mencerminkan kepribadian pria yang sedang menatapnya dengan tatapan yang dalam.
Ganesha menatapnya balik, matanya penuh dengan kelembutan. Ia terpesona dengan kecantikan Kamala yang sederhana, aura polos yang terpancar dari wajahnya. Namun, di balik pesona itu, Ganesha merasakan sebuah misteri yang belum terpecahkan.
Udara di sekitar mereka terasa panas dan menyesakkan. Detak jantung Kamala bergema di telinganya, berirama dengan ketukan sepatu Ganesha yang mendekat. Ia merasakan keringat dingin membasahi telapak tangannya, dan jantungnya berdebar kencang, seakan hendak meledak dari dadanya.
Mata mereka bertemu, dan dalam tatapan itu terukir rasa cinta dan kerinduan yang terpendam selama bertahun-tahun. Kamala merasakan tubuhnya bergetar hebat. Ia ingin sekali melarikan diri, namun kakinya terasa lumpuh, tak berdaya.
Dengan keberanian yang teramat besar, Kamala mengulurkan tangannya, jari-jarinya gemetar hebat. Ia ingin mencium tangan Ganesha, yang sudah sah menjadi suaminya.
Ganesha merasakan kegugupan Kamala. Tangan Kamala yang panas dingin dan gemetar membuat Ganesha semakin tersentuh.
Ketika Kamala berhasil mencium tangannya, Ganesha pun reflek mencium kening Kamala untuk pertama kalinya. Sentuhan lembut Ganesha di kening Kamala membuat tubuhnya bergetar hebat. Mata mereka bertemu, hanyut dalam keindahan mata masing-masing.
Senyum sinis Renata terukir di bibirnya saat ia menyaksikan Kamala dan Ganesha mengucapkan janji suci di hadapan penghulu. Mata Renata berkilat tajam, penuh kepuasan. Seolah-olah beban berat yang selama ini membebani hatinya telah terangkat.
"Akhirnya," gumamnya, suaranya penuh kepuasan. "Aku bebas.”
Renata teringat seminggu lalu ….
Ganesha mengusap wajahnya dengan lelah. Sudah berjam-jam ia menatap layar laptop, mencari informasi tentang Kamala Jayanti. Calon istrinya itu selalu membuatnya penasaran. Wajahnya yang selalu tertutup, hanya matanya yang terlihat, membuat Ganesha semakin ingin tahu. Ganesha menggulir layar Instagram Kamala, membaca puisi-puisi yang ditulisnya.
Kata-kata yang indah, penuh makna, seolah menggambarkan jiwa Kamala yang lembut dan dalam. "Ada apa dengan gadis ini?" gumam Ganesha, matanya tertuju pada foto Kamala yang selalu tertutup syal. "Kenapa dia selalu menyembunyikan wajahnya?" Ganesha merasa ada misteri yang tersembunyi di balik wajah tertutup Kamala. Ia semakin penasaran untuk mengungkapnya.
Ganesha menghela napas, matanya tertuju pada alamat Kamala Jayanti yang baru saja ia dapatkan. Ia harus menemukan cara untuk mendekati Kamala. Gue harus berpura-pura menjadi orang miskin," gumam Ganesha, matanya berbinar. Ia punya rencana. Ia akan menyamar menjadi tukang kuli bangunan, agar Mama angkat Kamala tidak curiga.
"Jika Mama angkatnya tahu gue orang kaya, mungkin yang ada dia akan memanfaatkan aku," pikir Ganesha. Ia ingin mendekati Kamala dengan tulus, tanpa embel-embel materi. Ia ingin membuktikan bahwa ia mencintai Kamala karena dirinya, bukan karena kekayaannya.
Sementara itu, Kamala tersenyum tipis, matanya tertuju pada layar ponselnya. Ia baru saja selesai memposting puisi terbaru di Instagram. Ia selalu menyembunyikan wajahnya dalam foto, hanya memperlihatkan matanya dan rambut panjangnya yang terurai.
"Ini cara terbaik untuk menjaga privasi," gumam Kamala, matanya tertuju pada foto yang baru saja ia posting. Ia tak ingin orang-orang mengaguminya karena kecantikannya, ia ingin mereka mengenal jiwanya melalui kata-kata yang ia tulis.
"Aku ingin mereka mencintai aku karena aku, bukan karena wajahku," bisik Kamala, matanya berbinar. Ia ingin mencintai dan dicintai dengan tulus, tanpa embel-embel materi atau kecantikan fisik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
🌟~Emp🌾
tuh kaan,, walau cuma kuli aja tampang nya udah bikin klepek2 apalagi kuli bohongan 🤣
2024-10-19
0
🌟~Emp🌾
Smoga aja, tukang bangunan jadi kontraktor 🤲😁
2024-10-19
0
Baby sakinem
seru thor ceritanya sampe bikin penasaran sama asal usul ganesha😭
2024-10-01
0