✰Rekomendasi Cerita "Introspeksi"✰
Nero, seorang pewaris perusahaan ternama, menikahi Aruna, gadis desa sederhana yang bekerja di perusahaannya. Cinta mereka diuji oleh keluarga Nero, terutama ibu tirinya, Regina, serta adik-adik tirinya, Amara dan Aron, yang memperlakukan Aruna seperti pembantu karena status sosialnya.
Meskipun Nero selalu membela Aruna dan menegaskan bahwa Aruna adalah istrinya, bukan pembantu, keluarganya tetap memandang rendah Aruna, terutama saat Nero tidak ada di rumah. Aruna yang penuh kesabaran dan Nero yang bertekad melindungi istrinya, bersama-sama berjuang menghadapi tekanan keluarga, membuktikan bahwa cinta mereka mampu bertahan di tengah rintangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
She's My Wife ꨄ
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apapun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Di sebuah kafe yang sepi pengunjung pada sore hari itu, Aruna duduk berhadapan dengan Angga. Sambil tersenyum, Aruna memesan dua cangkir kopi dan sepotong kue untuk mereka. Aruna merasa perlu berterima kasih kepada Angga, seorang karyawan baru di kafe tersebut yang secara kebetulan telah menyelamatkannya dari ancaman penjahat beberapa hari yang lalu. Meski baru berkenalan, Aruna merasa Angga adalah sosok yang baik dan tulus.
"Aku sungguh berterima kasih atas bantuanmu, Angga," kata Aruna sambil tersenyum. "Aku nggak tahu harus bagaimana kalau waktu itu kamu nggak ada."
Angga tersenyum hangat. “Nggak perlu dibesar-besarkan, Aruna. Itu sudah tugasku sebagai manusia untuk membantu orang yang butuh. Lagi pula, aku nggak tega melihat perempuan sendirian dihadapkan pada situasi berbahaya.”
Saat mereka berbincang, tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan dari kejauhan. Amara, adik tiri Nero, memandang penuh curiga dari sudut ruangan, dengan kamera ponselnya siap di tangan. Amara telah lama mencari cara untuk memisahkan Nero dan Aruna, dan kini dia merasa menemukan celah yang bisa dimanfaatkan.
Sambil tersenyum licik, Amara memotret mereka dari sudut yang membuat percakapan tampak lebih intim daripada yang sebenarnya. Dia tahu betul bahwa gambar-gambar itu bisa menjadi pemicu kecemburuan bagi kakaknya, Nero. Dengan cepat, dia mengirimkan foto-foto tersebut beserta pesan bernada sinis kepada
Nero: "Apa Kakak yakin Aruna perempuan baik-baik? Kalau iya, kenapa dia bisa duduk begitu dekat dengan pemuda lain?"
Di Kantor Nero
Sementara itu, Nero berada di kantornya, bersiap-siap untuk momen yang sangat istimewa. Dia telah merencanakan sesuatu yang spesial untuk Aruna; sebuah momen di mana dia akan mengungkapkan niatnya untuk menikahi perempuan yang sangat dicintainya itu. Sebuah buket bunga indah telah dia siapkan, dan di dalam saku jasnya, ada sebuah kalung yang menjadi simbol cinta dan komitmennya kepada Aruna.
Namun, rencana bahagia itu terhenti sejenak ketika ponselnya bergetar, menandakan pesan masuk. Nero membuka pesan dari Amara dan mendapati foto-foto Aruna bersama seorang pria yang tak dikenalinya. Seketika, hatinya berdegup kencang dan pikirannya dipenuhi berbagai macam kemungkinan. Rasa percaya dirinya mulai goyah, tapi Nero berusaha berpikir jernih.
"Aruna… apa yang dia lakukan?" gumam Nero sambil memandang ponselnya dengan perasaan campur aduk. Meski foto-foto itu menunjukkan Aruna sedang bersama pria lain, Nero mencoba menenangkan dirinya. Ia memilih untuk percaya pada Aruna, perempuan yang selama ini selalu memberikan cinta dan ketulusan.
Meneguhkan hati, Nero memutuskan untuk tetap pergi ke kafe tempat Aruna menunggu. Bagaimanapun juga, dia yakin Aruna bukanlah perempuan yang akan merusak kepercayaannya.
Di Kafe
Nero melangkah masuk ke kafe dengan buket bunga yang dirangkainya sendiri. Harapannya sederhana, ingin melihat senyum bahagia Aruna saat menerima kejutan ini. Namun, pandangannya langsung tertuju pada satu sudut ruangan, tempat Aruna duduk bersama seorang pria yang tidak dikenalnya. Di sana, ia melihat Aruna tertawa kecil, seakan-akan sangat nyaman di hadapan pemuda itu.
Seketika, langkah Nero terasa berat, dan hatinya mulai terasa terhimpit oleh sesuatu yang tidak ia pahami. Amara memang telah mengirimkan foto-foto itu padanya, tapi ia tidak ingin mempercayai foto semata. Tapi kini, menyaksikan langsung kedekatan mereka membuat dirinya tak bisa menahan rasa cemburu yang perlahan-lahan menyusup ke dalam dadanya.
"Aruna... apa yang sedang kamu lakukan?" Nero membatin, mencoba menenangkan diri. Ia memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang dan mencoba mengusir pikiran negatif yang terus menghantuinya.
"Mungkin ini hanya pertemuan biasa, mungkin ini hanya kebetulan…." Namun, tetap saja rasa was-was itu sulit untuk diabaikan sepenuhnya.
Ia menguatkan dirinya, berbisik dalam hati, “Tidak, Aruna bukan perempuan yang akan mengkhianati ku. Aku percaya padanya, aku harus tetap tenang.”
Dengan buket bunga masih erat dalam genggamannya, ia melangkah lebih dekat. Setiap langkahnya terasa bagaikan ujian untuk hati dan kepercayaannya. Sekilas, ia hampir saja berbalik pergi, meninggalkan semua ini dalam kebingungan dan kecewa. Tapi Nero tahu bahwa perasaannya terhadap Aruna lebih dalam dari itu.
"Ini Aruna, perempuan yang aku cinta," Nero mengingatkan dirinya sendiri. "Jika aku tidak bisa mempercayainya sekarang, apa yang tersisa dari cinta ini?" gumam Nero.
Aruna, yang melihat kehadiran Nero, segera tersenyum lebar dan melambai. "Nero! Kamu datang tepat waktu!"
Nero balas tersenyum, meski ada sedikit kekhawatiran di dalam hatinya. "Ya, tentu. Aku kan sudah janji." Dia lalu menatap pria yang duduk di hadapan Aruna. "Oh, apakah ini temanmu?"
Aruna segera menjelaskan, "Nero, kenalkan, ini Angga. Dia yang membantu aku saat aku hampir diculik beberapa hari lalu. Aku merasa sangat berhutang budi padanya, jadi aku mengajaknya minum kopi hari ini."
Nero mengangguk dan merasa sedikit lega. Aruna benar-benar jujur padanya. Ia pun menyalami Angga, "Terima kasih sudah membantu Aruna. Saya benar-benar menghargainya."
Angga tersenyum, "Sama-sama, Mas. Aruna sudah menjelaskan betapa berharganya kalian satu sama lain. Saya cuma kebetulan ada di tempat yang tepat waktu itu."
"Yasudah kalau begitu saya permisi mas, bak... dan selamat menikmati hidangan nya," lanjut ucap Angga kembali ke meja kasir.
Kemudian, Nero tersenyum dan duduk di samping Aruna. Ia mengeluarkan buket bunga dan memberikannya kepada Aruna, yang langsung tersenyum lebar. “Ini untukmu. Aku punya sesuatu yang penting ingin aku bicarakan,” kata Nero.
Nero menatap Aruna dengan mata penuh cinta dan berkata dengan suara lembut, “Aku ingin kita melangkah ke tahap selanjutnya. Aruna, maukah kamu menikah denganku?”
Aruna, yang sama sekali tidak menduga hal ini, tersentak bahagia. Tanpa ragu, ia mengangguk dengan penuh rasa haru, “Ya, Nero! Aku mau!” jawabnya sambil matanya berkaca-kaca.
Melihat kebahagiaan mereka, Angga pun tersenyum hangat. “Selamat, kalian berdua. Kalian pasangan yang serasi.”
Malam Hari di Mobil Nero
Setelah momen bahagia itu, Nero dan Aruna pergi untuk menikmati senja bersama. Mereka berkendara dengan perasaan bahagia, namun sebuah pertanyaan masih mengganggu pikiran Nero. Sesaat setelah mereka berhenti di pinggir jalan, Nero memberanikan diri bertanya, “Aruna, boleh aku bertanya sesuatu?”
Aruna mengangguk, “Tentu, apa pun itu, aku akan jawab dengan jujur.”
Nero menarik napas dalam-dalam. “Aku ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi beberapa hari lalu? Apakah ini mungkin rencana Amara dan ibunya?”
Aruna tersentak, namun ia tahu saatnya untuk berterus terang. “Nero, sebenarnya waktu itu aku hampir diculik oleh beberapa pria tak dikenal. Aku yakin ini memang rencana mereka, karena situasinya terlalu aneh. Dan benar saja, mereka melibatkan Aron, ada Amara juga mereka menjebak ku.”
Aruna lalu menjelaskan dengan rinci bagaimana Aron dan Amara selama ini berusaha merusak hubungan mereka. Saat itu, dia tidak punya pilihan lain selain berusaha kabur, hingga akhirnya Angga datang menolong.
Nero mengepalkan tangan, perasaan marah dan kecewa meluap dalam dirinya. “Jadi mereka benar-benar tega melakukan hal ini padamu? Pada kita?”
Aruna menatap Nero penuh kelembutan. “Aku tahu ini berat, tapi aku minta kamu tenang. Jangan biarkan mereka merusak kebahagiaan kita. Aku hanya butuh kamu percaya padaku.”
Nero menatap mata Aruna, dan perlahan kemarahan di hatinya menghilang. Ia memegang tangan Aruna erat dan berkata, “Aku percaya padamu, Aruna. Apa pun yang mereka lakukan, mereka nggak akan bisa merusak cinta kita.”
sekarang sudah sibuk takut pergaulan anaknya.
bentar mereka keluarga tiri Nero kan? apa bedanya dengan Mereka yang hanya menikmati kekayaan ayahnya Nero
jangan sampai jadi fitnah kalau cuma berdua dengan Aron.
tetap semangat ya thor..