Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Jatuh ke jurang
Ketika acara hiburan seni tari dari SMK Nusantara 02 melanjutkan acara yang paling ditunggu-tunggu, yaitu tari kuda lumping.
Disela-sela pertunjukan seni tari tersebut, Ratu melihat Panca yang melakukan tari dengan wajah dinginnya. Tak lupa pula sikapnya yang kalem.
Hal itu membuat sang kakaknya Reyza kagum. Tetapi, tiba-tiba ada hal yang membuat Ratu mengubah ekspresinya. Ia melihat sesuatu melingkar di leher Panca.
"Kalung bandul bintang? Hah? Masa sih?" gumam Ratu terus memperhatikan kalung tersebut.
Reyza yang berada di samping Ratu, mencolek perempuan itu.
"Kenapa, Kak? Kok ngeliatin Mas Panca segitunya?" tanya Reyza bingung.
"Dia kayaknya— anaknya tante Mia, Rey." celetuk Ratu membuat Reyza seketika melotot tak percaya.
"Kak? Serius? Kok bisa, aduh, berarti kita harus bawa Mas Panca pulang?"
Bisma, Intan dan Ninda pun turut bingung. Mereka tak kalah terkejutnya ketika tiba-tiba dari salah penari lelaki ada yang mendadak kesurupan.
Hal itu tentu membuat perhatian Ratu semakin fokus ke Panca. Namun, tetap saja Panca tak seperti beberapa teman grupnya yang mulai kesurupan massal.
Reyza berdiri bersama Bisma. Sementara Ninda dan Intan mendekat ke Ratu.
"Rat, jadi Mas Panca itu ..." lirih Intan masih belum percaya.
Ratu mengembuskan nafas lelah. "Dari awal gue udah curiga, itu orang kok bikin gue jadi gak tahu sama diri gue sendiri." ujarku.
"Itu karena lo gak sadar kalo lo lagi jatuh cinta ke Mas Panca, Ratu." celetuk Ninda sambil cengengesan.
••••
Sepulang dari sekolah Ratu kembali bertemu dengan Panca. Tanpa disadari, ada yang ingin menyerang Panca dari belakang dan Ratu sempat melihatnya.
"Mas Panca awas!" Begitu Ratu berteriak panik, Panca langsung menghadap ke belakang lalu menghajar pelaku misterius.
Reyza yang tengah berjalan mencari keberadaan kakaknya itu tiba-tiba melihat Ratu dan Panca.
"Mas Panca, Kak Ratu! Dia siapa sih? Kok nyerang Mas Panca?" tanya Reyza penasaran.
Seorang laki-laki berpakaian serba hitam dengan memakai pengikat kepala warna abu-abu. Seperti sang dukun yang begitu kejam, laki-laki tersebut kembali menyerang Panca kini lebih parah.
Panca dengan kilatnya melepas kalung bandul bintangnya dan diberikan kepada Ratu.
"Pakai kalung ini, Ratu." Perintah Panca, kemudian ia mengambil sebuah kalung lagi dari saku celananya yang berbandul harimau.
Reyza tak mengerti atas apa yang tengah terjadi di depan matanya itu.
Detik demi detik Panca merasa kewalahan melawan seorang dukun sakti di desa Kantilan itu. Karena merasa tidak ada cara lain lagi, akhirnya Panca menyuruh Ratu untuk memberinya tambahan tenaga dalam.
"Ratu, tempelkan tangan kanan kamu ke punggung aku! Kamu dorong dengan sekuat tenaga kamu." kata Panca dituruti langsung oleh Ratu.
"Mas, kenapa tangan aku jadi sakit? Tangan aku panas kalo nyentuh punggung Mas Panca." Ratu menahan rasa sakit yang kian menjalar ke tubuhnya.
Sementara Panca yang merasa telah membuat Ratu terluka, ia cepat-cepat menyerang lebih dahsyat kepada dukun sialan itu.
"Ratu lepas tangannya!"
Begitu diperintah, Ratu langsung memundurkan langkah. Lalu, Panca pun terkena serangan balik dari dukun tersebut hingga terpental jauh ke jurang.
Reyza terkejut bukan main melihat tubuh Panca seolah sangat ringan terpental kilat ke jurang terlarang.
Dengan rasa khawatir setengah mati, Ratu berlari kencang mencari keberadaan Panca sambil menangis pecah. Dukun dari desa Kantilan itu tertawa sampai tak lama akhirnya menghilang.
"Mas Panca!!" jerit serta tangisan Ratu menjadi satu, diujung tanah kosong yang terdapat jurang terlarang.
Langkah kaki Reyza sampai di belakang Ratu yang masih menangis sesenggukan. Menatap nanar jurang tanpa terlihat sosok lelaki yang sedang ia cari.
"Kak, udah, Kak. Kita ikhlaskan Mas Panca, ya? Sekarang kita hubungi dulu Bisma, Intan sama Ninda. Kita cari bantuan untuk menyelamatkan Mas Panca, oke?"
Dengan nada lembut Reyza berusaha menenangkan kakaknya. Walau dirinya pun takut terjadi apa-apa dengan Panca.
Ratu masih menatap jurang itu sambil mengusap air matanya. Kemudian Reyza perlahan membawanya untuk mencari pertolongan.
Setelah berjalan kurang lebih setengah jam, Ratu dan Reyza bertemu para warga yang melintas. Tanpa lama Reyza langsung meminta pertolongan.
"Pak, Bu, tolong kami!" Nafas Reyza tidak begitu teratur karena saking khawatirnya pada Panca.
Para warga asli desa Kantilan itu berhenti serta menanyakan ada apa.
"Ada apa, Mas?" tanya salah satu bapak-bapak memikul cangkul di pundak kirinya.
Ratu bergegas menjelaskan kepada warga atas apa yang terjadi terhadap Panca. Hingga kini tangisnya belum kunjung surut sebelum menemukan seseorang yang ia duga adalah anaknya tante Mia.
"Ohhh ... Kalau melawan dukun gila itu memang bahaya, Mas. Orang yang diserang bisa langsung meninggal. Jasadnya pun bisa dijadikan tumbal," kata bapak-bapak itu ngeri.
Usai perjalanan sampai ke jurang yang tadi, Ratu turun ke jurang ditemani Reyza dan tiga temannya. Ketika tengah mencari, Ratu langsung menemukan Panca dalam kondisi tak sadarkan diri.
"Mas Panca?! Mas! Mas Panca bangun, Mas!" teriak Ratu sambil menangis.
Reyza dan Bisma tidak melihat keberadaan Ratu, sedangkan Intan dan Ninda yang bersama Ratu seketika ikut sedih.
Selang beberapa menit Panca akhirnya sadar dari pingsannya. Ia melihat Ratu yang menangis. Sementara Ninda dan Intan berusaha menyadarkan Ratu.
"Rat, itu Mas Panca udah sadar. Lo jangan nangis terus." ucap Ninda.
Ratu dengan sadar langsung menghapus air matanya. Ia pun berusaha tidak khawatir pada keadaan Panca.
Sedangkan Panca sendiri yang baru sadar seketika dirinya beranjak duduk.
"Ratu kenapa nangis, hm? Terus kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Panca, ia mendongak menatap Ninda dan Intan.
"Gak apa-apa, Mas. Kita di sini tolongin Mas yang terpental sampai pingsan di jurang. Dukun itu jahat, dia bikin kamu guling ke jurang terlarang ini. Aku gak akan tinggal diam, dia harus mat—"
"Ehh ... Gak boleh begitu, Ratu ... Kamu mau celaka karena nyerang dukun? Biar semua ini jadi urusan aku aja,"
Ratu menggeleng kuat, dirinya menatap Panca yang sudah terlihat lemah dan pucat. Tentu ia tak ingin laki-laki itu pergi meninggalkannya.
"Katanya kalau nyerang dukun itu taruhannya nyawa, Mas. Dan jasadnya bisa dijadikan tumbal." kata Reyza setelah menemukan kakaknya.
Panca mengangguk. "Memang itu konsekuensinya. Maka dari itu aku gak mengizinkan kalian untuk berlama-lama di sini. Kalian harus pulang ke asal rumah masing-masing, jangan bermain di sini. Sudah cukup kalian bermain-main dengan makhluk dan arwah-arwah yang gentayangan menjadi misteri. Cukup kalian belajar dan sekolah dengan baik, tidak perlu membuat tim sampai dikeluarkan dari sekolah." Ucapan Panca tak sengaja menyentuh hati mungil Ratu. Sehingga perempuan itu pun refleks menyerang tubuh laki-laki di hadapannya, sampai Panca terpental jauh.
"Kak Ratu! Apa-apaan, Kak? Kenapa kakak serang Mas Panca pakai kekuatan? Kak, kekuatan kakak ini bukan kekuatan biasa loh! Gak biasa efek pengaruh dari serangan Kak Ratu!" ketus Reyza terbawa emosi atas sikap emosional Ratu.
Bisma menggeleng sambil berkacak pinggang. Sementara Intan dan Ninda menatap Panca yang tak sadarkan diri di bawah jurang lebih dalam lagi.
"Serangan lo mematikan, Rat. Hati-hati lo kalo mau nyerang orang. Kalo udah kepental sejauh itu, gak menutup kemungkinan orangnya udah gak ada." celetuk Bisma datar karena sudah tak tahu lagi harus berbuat apa.
Ninda serta Intan saling bertukar pandangan.
"Mas Panca niatnya baik loh ke kita, Rat. Masa lo serang dia sih? Padahal dia juga yang bakal dijodohin sama lo, masa lo nyerang sampai segitunya. Lo mau bikin Mas Panca gak ada? Sekalipun dia anak seni, Rat. Tapi, dia kan gak ikut kesurupan."