Cerita ini hanya fiktif belaka, namun cerita ini di rangkum dari pengalaman seseorang dan di sangkut pautkan dengan kejadian-kejadian Aneh yang terjadi di kalangan masyarakat pedesaan.
Zivanya yang biasa di panggil Ziva menganggap kelebihannya itu sebagai Kutukan namun perlahan dia pun berdamai dengan keadaan dan akhirnya menganggap kelebihannya itu sebagai Anugerah.
Karena Ziva lebih asyik berteman dengan sosok yang berwujud makhluk halus namun mempunyai hati di banding dengan sosok yang berwujud manusia namun tak punya hati.
Sebuah percintaan pun terjalin di cerita ini, berawal saat Ziva duduk di bangku SMK sampai pada Ziva lulus dan melanjutkan kuliah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28.
Ke esokan harinya, Ziva harus bangun pagi-pagi hari itu musibah kesiangan menerpanya. Bagaimana tidak kesiangan semalam ia sampai di rumah pukul dua subuh. Jelas Ziva tidak langsung bisa beristirahat dengan tenang bayangan mayat itu terus menghantuinya.
Di hantui setan sudah biasa, tapi di hantui oleh bayang mayat baru pertama kali ia alami.
"Neng, istirahat saja lah jangan kerja. " Ucap Ibu Ziva sambil batuk.
"Gak papa Bu, sayang kalau uang gajian nya di potong. Lagian kita kan harus punya uang banyak Bu buat bayar kontrakan kan Ibu juga harus kontrol. Ibu tenang saja Ok. " Ziva merasa tidak masalah dengan beban keluarga yang kini di ambil alih olehnya.
Ziva pamit pada Ibunya, dan berjalan menuju jalan utama untuk menaiki angkutan umum. Saat dia berhasil memberhentikan angkutan umum, Ziva di kejutkan dengan sosok laki-laki dengan wajah hancur dan dipenuhi darah.
"Buset pagi-pagi sudah buat selera makan ku hilang saja, " Gumam Ziva dalam hatinya.
Ziva membiarkan makhluk itu terus menatapnya, mungkin makhluk itu mempunyai tujuan tersendiri saat ingin menaiki angkot itu.
Dari kontrakan Ziva menuju kota dimana tempat kerjanya berada perlu memakan waktu 45 menit lumayan cukup jauh.
"Maaf saya terlambat. " Ucap Ziva mengatur nafasnya kala ia sudah sampai di kursi kerjanya.
"Aku kira kamu gak bakalan masuk Zi, " Ujar Iwan.
"Mau nya sih seperti itu Wan, tapi bagaimana kebutuhan memaksaku untuk tetap bekerja. " jawab Ziva.
Sementara di dalam ruangan Pak Wira, Selvi sedang melancarkan aksinya agar Wira semakin menempel dengannya, dan tidak melirik wanita manapun. Selvi terus berkomat Kamit membacakan sesuatu di hadapan Wira, sedangkan Wira hanya menundukkan wajahnya seraya memeriksa laporan yang di bawa oleh Selvi.
"Mas, kapan menikahi ku ? " Ucapan itu tiba-tiba terlontar.
Wira yang biasa merasa kesal apabila Selvi menanyakannya kini malah tersenyum, " Secepatnya. "
Selvi merasa menang saat itu, mantra yang baru saja ia bacakan dan ia tiupkan ke wajah Wira berhasil. Di saat bersamaan wanita yang penampilan muslimah datang tanpa permisi ke ruangan Wira sontak Selvi dan Wira menoleh secara bersamaan.
"Mas, istigfar kamu Mas ! " Teriak wanita itu dengan sedikit memaksa Wira untuk sadar.
Wira yang asalnya selalu mencintai dan menyayangi sosok Jihan kini malah berbalik membencinya, padahal Jihan tidak tahu kesalahannya apa.
Jihan adalah sosok muslimah yang dekat dengan Wira 5 tahun belakangan ini, mereka sudah berjanji untuk mengikat janji suci mereka dalam waktu dekat. Namun dengan adanya Selvi Wira menjadi berubah. Padahal bukan hanya Selvi yang coba menggoda Wira beberapa wanita sudah mencoba mencuri hati Wira dari Jihan, tapi mereka selalu gagal. entah apa yang di lakukan Selvi hingga Wira bertekuk lutut di hadapannya.
Jihan sampai menangis tersedu menyadarkan calon suaminya itu, Selvi hanya melipatkan kedua tangan melihat Wira yang membiarkan Jihan begitu saja.
"Sudahlah Jihan, Mas Wira itu sudah bosan dengan mu. Baru saja dia mengatakan dia akan menikahi ku. " Jelas Selvi sambil mendekat ke arah Wira.
Jihan yang melihat Wira diam saja di sentuh oleh Selvi seketika geram, " Mas istigfar kamu Mas. "
"DIAM ! Pergi dari sini, bukan kah aku sudah mengatakan jika aku sudah tak menginginkan mu lagi Hah ? " Bentak Wira.
Jihan semakin tak percaya dengan apa yang dia lihat, Jihan membungkam mulutnya kala melihat Wira terperdaya oleh Selvi.
Ziva mendapatkan tugas dari defisi nya untuk memberikan berkas yang harus di tandatangani oleh Wira, dan itu sangat URGENT. Dengan langkah gontai Ziva berjalan menuju ruangan atasannya.
Suara tangis itu samar terdengar oleh Ziva, namun ia menganggap itu hanyalah setan yang sedang melow, Ziva melanjutkan langkahnya tanpa mau melirik ke kanan dan ke kiri.
"Loh Mba Ajeng kemana ya ? " Ziva mencari keberadaan Ajeng sekertaris Pak Wira.
"Ya sudah aku masuk saja, Ziva mencoba mengetuk pintu ruangan Wira beberapa kali namun tidak ada sautan hanya suara gaduh yang ia dengar. dengan begitu Ziva yakin bahwa di dalam ada seseorang. "Mungkin mbak Ajeng di dalam. " Pikir Ziva.
Ziva membuka pintu itu dan masuk, namun saat dirinya mengangkat wajah. Terkejut lah dia dengan pertengkaran yang terjadi di ruangan Wira, " Ma-maaf Pak Wira. Saya permisi. " Ziva berniat kembali keluar karna merasa tidak enak.
Namun langkahnya di cegah oleh Selvi. " Ziva kemari kamu. " ujar Selvi.
"Iya ada apa mbak ? "
"Urus wanita tidak tahu malu itu. " ucap Selvi.
"KAMU YANG TIDAK TAHU MALU. " bentak Jihan dengan mata sembab karna ia terus saja menangis.
Selvi meraih tangan Wira dan hendak mengajaknya pergi, Tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Wira.
"Mas ... Mas ... Sadar Mas ... Sadar hiks ... Hiks ... " Jihan merasa putus asa saat Selvi membawa calon suaminya.
"Urus dia Ziva, bawa dia keluar. Jika ada yang harus di tandatangani simpan saja di atas lemari Mas Wira. " Jelas Selvi membawa Wira menjauh dari Jihan.
Ziva langsung menyimpan berkas itu, lalu berjalan menghampiri Jihan yang menangis karna rasa sakit di dalam hatinya.
"Mbak ... Sabar ya mbak, ayo ikut saya kita bicara di ruangan lain. " Ajak Ziva memapah tubuh Jihan karna lemas dan terus menutup wajahnya dengan keadaan terus menangis.
Ziva membawa Jihan ke sebuah ruangan meeting, dimana hanya di sana ruangan yang sepi. " Ayo mbak duduk dulu. "
Jihan duduk lalu menjadikan meja yang ada di hadapannya sebagai sandaran kepala yang di halangi oleh kedua tangannya. "Mbak ini di minum dulu Mbak. "
Jihan meminum air putih yang di berikan oleh Ziva, seteguk sampai dua teguk.
" Saya Ziva Mbak. " Ziva memperkenalkan diri dengan lembut.
"Terimakasih Ziva, saya Jihan. " jawab Jihan dengan suara masih bergetar.
"Mbak tenang dulu ya, jika mbak mau bercerita silahkan. Setidaknya mbak bisa sedikit tenang. "
"Mas Wira itu calon suami saya Ziva, kami sudah berhubungan selama 5 tahun lamanya. Saya tahu sifat baik dan buruk calon suami saya, tapi entah kenapa Mas Wira sekarang seperti ini. " Peluh kesedihan seorang wanita begitu perih terasa di hati Ziva walaupun Ziva berhubungan baik dengan Selvi tapi ia tahu apa yang di lakukan Selvi itu salah.
"Mbak ... Mbak bisa saya percaya tidak ? " tanya Ziva memegang tangan Jihan.
"Maksudnya ? "
"Saya tahu apa yang di lakukan mbak Selvi itu salah. Saya akan bantu mbak asalkan mbak bisa saya percaya, saya tidak mau keputusan saya untuk membantu Mbak berdampak pada pekerjaan saya. " Jelas Ziva.
"Baiklah. "
"Saya akan jelaskan sesuatu tapi tidak si sini, waktu nya pun saya tidak banyak karna saya sedang bekerja. Mbak Jihan bisa menemui saya pas jam pulang kantor ? " Tanya Ziva.
"Baiklah Ziva, ini kartu nama saya. Saya akan menunggu kamu menghubungi saya. Terimakasih. " Jihan memeluk Ziva dengan sangat lembut.