Andai hanya KDRT dan sederet teror yang Mendung dapatkan setelah menolak rencana pernikahan Andika sang suami dan Yanti sang bos, Mendung masih bisa terima. Mendung bahkan tak segan menikahkan keduanya, asal Pelangi—putri semata wayang Mendung, tak diusik.
Masalahnya, tak lama setelah mengamuk Yanti karena tak terima Mendung disakiti, Pelangi justru dijebloskan ke penjara oleh Yanti atas persetujuan Andika. Padahal, selama enam tahun terakhir ketika Andika mengalami stroke, hanya Mendung dan Pelangi yang sudi mengurus sekaligus membiayai. Fatalnya, ketidakadilan yang harus ia dan bundanya dapatkan, membuat Pelangi menjadi ODGJ.
Ketika mati nyaris menjadi pilihan Mendung, Salman—selaku pria dari masa lalunya yang kini sangat sukses, datang. Selain membantu, Salman yang memperlakukan Mendung layaknya ratu, juga mengajak Mendung melanjutkan kisah mereka yang sempat kandas di masa lalu, meski kini mereka sama-sama lansia.
Masalahnya, Salman masih memiliki istri bahkan ... anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Delapan
“M–Mas ... Pelangi.” Itulah yang Mendung katakan, sebelum kedua matanya benar-benar terpejam.
Pengaruh obat yang Mendung dapatkan dari dokter Amir, membuat wanita tua itu sangat mengantuk.
“Pelangi ....” Salman langsung memikirkannya.
Salman mempertimbangkan kondisi Pelangi jika dibawa ke sana. Mengingat, Pelangi berbeda dari manusia normal. Andai Pelangi merasa nyaman, tentu tidak akan ada masalah. Karena emosi Pelangi pasti tetap terkontrol. Namun, sedikit saja Pelangi merasa tidak nyaman, hasilnya pasti fatal. Belum lagi, kini Mendung ada di klinik dan sedang menjalani pengobatan.
“Andai aku yang urus Pelangi dan otomatis aku harus pulang, terus Talita yang di sini. Tetap saja aku enggak tenang, kalau enggak langsung pantau keadaan Mendung,” pikir Salman masih mondar mandir di sebelah ranjang.
“Om ....” Dokter Amir datang dengan langkah agak buru-buru.
“Oh iya, Mir. Kamu ada ruang kosong, enggak?” sergah Salman tak mau menyia-nyiakan kesempatan.
“Ruang rawat, maksudnya? Apa ruangan yang bagaimana? Om mau istirahat? Di ruang belakang ada sepetak rumah impian. Itu rumahku. Memang baru ada ruang tamu dan dua kamar karena dapur masih proses dibuat, tapi tempatnya beneran rekomen!” ucap dokter Amir yang memang sangat humble.
“Sip, itu yang Om butuhkan!” ucap Salman bersemangat.
“Kalau Om mau, nanti aku kasih kuncinya. Kuncinya masih ada di aku, dan ini ... aku pindah dulu ibu Mendungnya ke ruang rawat. Kebetulan ada pasien dan—” Dokter Amir belum selesai menjelaskan, tetapi seorang wanita sudah berbicara dengan tidak sabar mengeluhkan sakitnya.
“Cepat Dok! Gatel, panas banget!”
Salman mengenalinya sebagai suara Yanti! “Kok dia ke sini juga? Bareng Andika pula!” batin Salman setelah melongok apa yang ada di sebelah tirai.
Yanti yang datang ditemani Andika, menerobos masuk meski belum dipersilakan oleh dokter Amir. Posisinya pun, dokter Amir baru akan melakukan pemindahan kepada Mendung ke ruang rawat.
Di lain sisi, dokter Amir melihat gelagat tidak nyaman dari Salman yang ia dapati diam-diam mengawasi kondisi Yanti. Malahan kini, Salman sampai menutup tuntas tirai pembatas ruang pemeriksaan dan meja kerja dokter Amir.
Ulah Salman yang menutup tuntas tirai di sebelah, mengusik konsentrasi Andika. Andika refleks menoleh, dan langsung mengenali sepatu Salman kala melihatnya.
“Iya, ... itu kan sepatunya si Salman. Ngapain dia di sini?” pikir Andika yang perlahan mendekati tirai sebelah.
“Kita periksa langsung di ruang rawat sebelah saja. Kondisi wajah Ibunya sangat parah,” ucap dokter Amir.
“Jangan panggil saya ibu dong, Dok. Saya kan belum tua-tua amat!” rengek Yanti, tak mau menyia-nyiakan kesempatan jika yang ia hadapi merupakan pria tampan. Apalagi selain tampan, dokter Amir juga terbilang muda dan pekerjaannya pun mentereng.
“Hermmm!” Andika sengaja berdeham, memberi sang istri kode keras.
***
Demi keamanan bersama, Salman meminta dokter Amir merawat Mendung di rumah pribadi pria itu. Pelangi juga diboyong ke sana karena Mendung tidak bis jauh-jauh dalam waktu lama dari Pelangi.
“Itu yang tadi ... dia pelakornya, dan yang bersamanya, suami Mendung. Mereka dalam proses bercerai.” Salman berbicara santai sambil menikmati sebotol air mineralnya.
“Karena mereka juga, Pelangi putri Mendung, menjadi ODGJ. Pelangi sempat dijebloskan ke penjara oleh Yanti dan Andika, setelah Pelangi menga muk Yanti karena tak terima bundanya disakiti.”
“Orang-orang apalagi Mendung bilang, Pelangi mulanya anak pemberani dan sangat ceria. Namun entah kenapa, sejak Andika dan Yanti nekat menyakiti Mendung, sementara Pelangi yang memperjuangkan kebahagiaan bundanya justru dipenjarakan. Sejak itu emosi Pelangi mulai tak stabil.”
“Berita mereka juga viral, kamu bisa cek di internet, Mir.”
“Jika sedang diam dan merasa tenang, Pelangi memang sangat manis. Dia mewarisi kecantikan bundanya. Namun jika dia sudah tidak merasa nyaman. Apalagi merasakan hal-hal yang membuatnya teringat pada lukanya, dan tidak semuanya diketahui orang lain, ... masya Alloh. Andai enggak benar-benar sabar, hasilnya pasti ... yang menangani akan menjadikan kekerasan sebagai jalan pintas.”
Obrolan santai antara Salman dan dokter Amir, berlangsung di teras depan rumah minimalis sang dokter. Pelangi yang dimaksud tengah duduk di bangko yang ada di taman depan rumah.
Kali ini, Pelangi yang didampingi Talita tengah menjadi anak yang sangat manis. Kucing anggora yang begitu gemoy berbulu putih milik dokter Amir, langsung akrab dengan Pelangi.
“Oh ... pantes sampai dikawal gitu. Terus, tadi dia juga senyum-senyum gitu ketika menatap aku dan, tatapannya beda dari orang normal. Tatapannya agak kosong dan enggak fokus,” ucap dokter Amir yang kemudian berkata, “Mungkin sebelum ini, dia banyak memendam pikiran. Apa-apa dia pendam. Jadi di saat dia sudah enggak sanggup, jadinya gini. Syaraf di otaknya ada yang rusak, dan dia perlu penanganan khusus, Om.”
“Kalau Om mau, nanti aku kasih kontak psikiater yang bagus. Aku ada beberapa, dan nanti aku seleksi lagi. Seperti biasa, Om. Lebih cepat penanganan, hasilnya juga lebih baik!” Dokter Amir mengakhiri ucapannya dengan senyum optimis.
“Malam ini juga kasih Om nomor psikiater itu! Kalau bisa, tolong aturkan jadwal hari besok juga!” sergah Salman.
Dalam diamnya yang menyimak senyum berikut anggukan dari dokter Amir. Diam-diam Salman merasa lega. Karena satu persatu masalah Mendung dan Pelangi, akhirnya mendapatkan solusi.
“Mbak Talita ....” Suara Pelangi mengudara dengan sangat lirih, lembut, bahkan sopan.
Kedua mata Pelangi menatap penasaran layar ponsel sang pengawal. Wanita cantik di sebelahnya dan memang serba bisa, buru-buru meminta maaf setelah kepergok sedang memandangi layar ponsel.
Layar ponsel Talita berisi foto Talita yang begitu cantik menggunakan kebaya merah muda dan rambut panjang lurusnya disanggul. Sementara di sebelahnya dan tak kalah tersenyum bahagia, ada seorang pria muda berkulit sawo matang. Sosok pria muda berkulit sawo matang tersebut pula yang menyita perhatian Pelangi.
“Mbak Lita ... ini, siapa?” tanya Pelangi masih dengan suara lirih. Ia mengambil alih ponsel sang pengawal yang sempat akan Talita kantongi di saku celana panjangnya.
Sambil tersenyum malu-malu, Talita berbicara tak kalah manis dari Pelangi. “Itu Mas Riky, calon suami saya, Ngie. Kami sudah lama pacaran, dan alhamdullilah, satu minggu lagi kami akan menikah.”
“H—hah ...? Calon suami?” Pelangi mulai tak karuan. Entah kenapa, otak dan hatinya begitu sibuk meyakinkannya bahwa sosok pria calon suami Talita, tidak asing untuknya.
Sadar Pelangi memperhatikannya dengan berlebihan, Talita sengaja menambah perhatian sekaligus senyumnya kepada wanita muda yang harus ia jaga itu. “Pelangi merasa kenal, ya? Bisa jadi kalian kenal karena rumah kalian, cukup dekat. Enggak nyangka juga, aku dapat kerjaan dekat rumahnya.”
Talita baru selesai bicara, tetapi dokter Amir sudah menyapa Pelangi dengan sangat manis.
“Ngie ... Ngie, kamu ... loh, ....” Dokter Amir dengan sigap menangkap tubuh Pelangi. Wanita muda yang beberapa saat lalu baru ia bahas dengan sang Om, malah jatuh pingsan.
(Nah, mau ada yang main tebak-tebakan? ❤️)
Astagaaaaaa..... 🤦♀️
Mudah²an dokter Amir jodohnya Pelangi..
Dan dibatalkanya jg baru aja kan