Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi rumit.
Aryan sudah tiba di cafe tempat ia janjian bersama Diana. Di sana, terlihat Diana menunggu sembari mengaduk-ngaduk minuman dengan wajah cemberut.
"Assalamualaikum, maaf lama, Na. Di jalan tadi macet," seru Aryan duduk di kursi depan Diana. Kini, mereka saling berhadapan.
"Wa'alaikumussalam, gak papa, setidaknya kamu masih mikirin aku," sahut Diana tersenyum manis. "Oh ya, mau makan sesuatu gak? Kamu belum makan siang kan?" lanjut Diana menyodorkan buku menu.
"Pesan kayak biasanya aja," ujar Aryan membuat Diana kembali tersenyum. Masalah kesukaan Aryan, ia yang sangat tau itu. Diana pun memesan makanan untuknya dan Aryan, serta minuman kesukaan mereka berdua.
Selagi Diana memesan makanan, Aryan mengirimkan pesan ke bu Imas, menanyai kondisi Aira, tapi bu Imas tak kunjung memberikan balasan.
Apa Aira baik-baik saja? Kenapa mendadak hatinya tak tenang ya.
"Iyan, nanti sore mau ketemu teman kamu yang mana?" tanya Diana membuyarkan lamunan Aryan.
"Oh, temen kuliah, ada Ibra juga."
"Dimana ketemunya?"
"Di cafe dekat rumah sakit Ibra, " jawab Aryan mematikan layar ponselnya dan memilih fokus mengobrol dengan Diana .
Beberapa jam kemudian.
Aryan sudah selesai rapat siang dan kini tengah menuju cafe tempat ia janjian bersama teman-temannya.
Bu Imas sudah membalas pesan darinya dan kata bu Imas, Aira baik-baik saja. Hanya itu belasan dari bu Imas.
Setidaknya ia sedikit tenang, karena Aira baik-baik saja dan ia tak perlu membatalkan janjinya bersama teman-temannya.
"Asek, bos muda udah dateng nih," seru salah satu teman Aryan yang bernama Rian, saat ia baru saja bergabung dan mengucapkan salam.
"Kusut bener tuh muka," ledek Danu, membuat yang lainnya tertawa.
"Biasa, banyak kerjaan," sahut Aryan duduk di kursi yang sudah di sediakan.
"Kerjaan apa kerjaan, jangan-jangan sibuk ngerjain istri lagi," ledek Rian kembali mengundang tawa dan sorakan.
"Makanya punya istri dong, biar lo juga sibuk, gak keliatan banget penganggurannya," sahut Danu menepuk pundak Rian.
"Cari bini tu yang bener-bener dicintai, bukan sekedar nikah-nikah aja. Takutnya nanti lo gamon sama mantan, jadinya brabe deh," timpal Ibra membuat Aryan yang tadinya santai-santai saja, kini mendadak jengkel.
Kenapa ia merasa Ibra sedang menyindirnya.
"Gue mah gak bakalan gitu, bro. Meskipun nanti gue gak nikah sama cewek gue yang sekarang, gue bakalan usaha nerima istri gue, siapapun itu. Gue tau sakitnya pas suami gak peduliin istri dan lebih peduliin mantan, tuh bokap gue contohnya. Katanya gak cinta sama nyokap gue, eh malah dihamilin, jadilah gue ngerasain penderitaan tersisihkan sama anak mantannya bokap gue," sahut Rian dengan tatapan serius.
Dikalangan mereka, permasalahan keluarga Rian bukanlah hal yang rahasia lagi, sudah banyak yang tau.
"Nah itu, kalau memang gak cinta jangan di buntingin. Ini udah gak cinta, di buntingin, di abain, anaknya juga nanti di tinggalin demi mantan. Kan gak lucu gitu, kisah lama terulang kembali," ucap Ibra membuat Rian langsung mengangguk.
"Nah, cakep! Makanya gue punya prinsip bakalan lupain mantan, kalau nanti gue nikah sama orang lain. Tapi, mudah-mudahan nikah sama cewek gue aja lah."
"Ngomong-ngomong, lo udah gimana sama Diana, Yan? Lo udah move on kan dari dia," tanya Rian menatap Aryan yang sedari tadi hanya diam.
Orang yang tersindir biasanya akan banyak diam dan memendam kesal dalam hati. Nah, begitulah Aryan sekarang.
"Gak gimana-gimana, " jawab Aryan sekenanya.
"Aryan mah gak mungkin kayak bokap lo, Rian. Aryan kan laki-laki baik, soleh, rajin shalat sama puasa sunnah. Mana mungkin dia Dzalim sama bininya," celetuk Danu menepuk pundak Aryan.
"Laki-laki soleh, mana ada yang pacaran. Itu munafik namanya," celetuk Ibra dengan entengnya.
"Eh, lo nyindir gue ya. Wah, kacau lo, Ibra. Mentang-mentang lo jomblo fisabilillah, lo main nyindir-nyindir aja nih. Kan bawaannya mau tobat langsung nih," ucap Rian sembari mengelus dadanya.
"Syukurlah kalau tobat, takutnya malah makin tersesat," ledek Danu tertawa mengejek. "Btw, bokap lo gimana kabarnya sekarang? Gue denger-denger dia nikahin mantan dia itu ya," tanya Danu penasaran.
Beginilah mereka, kalau sudah bertemu pasti membicarakan urusan keluarga Rian.
Rian pun mulai bercerita, betapa sakitnya yang dirasakannya, saat posisinya sebagai anak tunggal telah digeser oleh anak wanita lain. Bahkan, Rian pernah mengatakan pada ibunya untuk bercerai saja, namun ayahnya tak mau bercerai.
Sekarang sudah pukul 5 sore dan Aryan baru saja pulang dari cafe. Kali ini ia banyak diam, karena teman-temannya serasa sedang menggosipinya secara halus.
Apa mereka tau kehidupan Aryan yang sebenarnya? Tapi darimana? Apa dari Ibra? Tapi bisa saja kehidupannya ini memang sedikit mirip dengan kehidupan orang tua Rian, tapi, bukan berarti ia akan menjadi sosok seperti ayahnya Rian.
Ia tak akan sebejad itu.
Hanya saja, ia butuh waktu untuk melepaskan Diana dengan ikhlas dan Aryan tidak tau, kapan waktu itu tiba.
Sebelum pulang, Aryan menyempatkan diri membeli susu vanila untuk Aira. Tidak banyak, hanya 3 kotak saja karena memang segitu adanya di toko yang Aryan kunjungi. Besok ia akan membeli lagi stok-nya di toko lain.
Beberapa menit kemudian, mobil Aryan sudah tiba di parkiran rumah. Ia pun segera keluar dari mobil dengan menenteng tas kerja dan kantong plastik berisikan 3 kotak susu ibu hamil rasa vanila.
"Bu Imas, gimana keadaan Aira? Apa kata dokter tadi?" tanya Aryan setelah memberikan belanjaannya ke bu Imas.
Bu Imas terlihat terdiam sejenak, lalu menghela nafas pelan.
"Kenapa, bu Imas? Apa ada yang parah?" tanya Aryan seketika khawatir.
"Istri bapak, baik-baik aja, tapi,...."
"Tapi apa, bu Imas?" Aryan langsung bergegas ke kamar untuk memastikan sendiri kondisi Aira. Jangan sampai Aira sakit parah lagi, bisa-bisa ia akan benar-benar dibunuh nanti.
Sesampainya di kamar, ia tak melihat keberadaan Aira sama sekali, di kamar mandi, balkon dan ruang ganti juga tidak ada.
"Bu Imas, dimana istri saya? Apa Aira di bawa ke rumah sakit?" tanya Aryan menghampiri bu Imas yang masih ditempat.
"Pak Heri tadi datang, kebetulan mau antar kue buatan bu Elisa. Karena kebetulan sekali, saat itu non Aira mau diperiksa dokter, sekalian aja pak Heri bawa non Aira pergi, ke rumah utama. Jadi, non Aira sekarang ada di rumah orang tuanya bapak," jelas bu Imas membuat Aryan meremas keras rambutnya.
"Pak Heri juga berpesan, kalau nanti pak Aryan nyariin non Aira, langsung aja datang ke sana."
Mana mungkin semudah itu. Ia yakin, setelah ini ia akan mendapatkan hantaman lebih keras dari yang kemarin.
Kalau tau begini, pasti ia akan pulang saja daripada menemui Diana.
Penyesalan memang selaiu di akhir!
------
jangan lupa tinggalkan like, komen kalian ya :)
padahal bagus ini cerita nya
tapi sepi
apalagi di tempat kami di Kalimantan,
jadi harus kuat kuat iman,jangan suka melamun
ngk segitunya jgak kali
orang tuanya jgk ngk tegas sama anak malah ngikutin maunya anak
emak sama anak sama aja
si aryan pun ngk ada tegasnya
.