NovelToon NovelToon
After Happy Ending

After Happy Ending

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Kaya Raya / TKP / Romansa / Pembaca Pikiran
Popularitas:331
Nilai: 5
Nama Author: Yola Varka

Kehidupannya telah menjadi impian semua wanita, namun Beta justru mengacaukannya.

Bukannya menikmati hidup bahagia, ia malah membunuh sang suami yang kaya raya???

Dari sinilah, kisah kehidupan Beta mulai diceritakan. Kelamnya masa lalu, hingga bagaimana ia bisa keluar dari lingkar kemiskinan yang membelenggu dirinya.

Kisah 'klasik'? Tidak! Kehidupan Beta bukanlah 'Template'!

Flashback kehidupan Beta dimulai sejak ia masih sekolah dan harus berkerja menghidupi keluarganya. Hingga akhirnya, takdir membawakan ia seorang pria yang akan mengubah gaya hidup dan juga finansialnya.

Seperti kisah 'cinderella' yang bahagia. Bertemu pangeran, dan menikah.
Lalu apa? Tentu saja kehidupan setelah pernikahan itu terus berlanjut.

Inilah yang disebut dengan,

'After Happy Ending'

Selamat membaca~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yola Varka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seorang Teman dan Festival (2)

Setelah bel pulang sekolah berdentang, Sofia langsung menuju bangku tempatku berada dan menatap wajahku dengan tatapan yang berbinar.

'Apa dia sesenang itu, karena aku mau ikut main dengannya?' Lucu. Dia jadi terlihat seperti anak kecil di mataku.

"Ayo," ucap Sofia sambil menggandeng lenganku, setelah aku membereskan peralatan sekolah. Dia membawaku pulang bersamanya.

Kata Sofia, letak rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah. Tapi meski begitu, dia tetap mengajakku untuk naik angkot selama perjalanan.

'Terpaksa aku keluar uang, deh.'

Omong-omong, enak sekali Sofia bisa berangkat dan pulang sekolah dengan kendaraan seperti ini. Meski terasa sesak dan gerah, tapi jauh lebih baik dibandingkan harus berjalan kaki selama tiga puluh menit. Ditambah dalam keadaan lapar pula. Semua itu adalah usahaku demi bisa bersekolah. Ah, aku malah jadi adu nasib dengan Sofia. Oke, aku harus berhenti memikirkan hal semacam ini mulai sekarang.

"Beta, ayo turun," ucap Sofia setelah angkot yang kami tumpangi berhenti di pinggir jalan.

Setelah kami turun dan menyerahkan sejumlah uang, angkot itu kembali melaju sembari menghadiahkan kepulan asap hitam pada kami berdua.

"Terus?" Aku bertanya singkat pada Sofia, setelah terbatuk-batuk berkat hadiah dari sopir angkot tadi.

"Ah, kita jalan kaki bentar." Aku pun, mengikuti langkah Sofia tanpa bertanya lagi.

Setelah beberapa menit berjalan, Penglihatanku akhirnya disuguhkan pemandangan yang tidak biasa bagiku.

Jadi ini yang namanya festival? Bagus. Jalanannya dihias dengan sangat cantik. Dan aku jadi sadar, kalau lingkungan perumahan Sofia ternyata banyak anak sekolah juga.

'Sialan!'

"Eh, katanya mau ngajak ke festival deket rumah kamu?!" protesku pada Sofia sambil mendelik ke arahnya.

"Ini emang lingkungan deket rumahku, kok! Di sana ada tikungan, terus rumahku tinggal belok situ. Entar mau mampir?" ucapnya santai sambil berkedip manja ke arahku.

"Hah? Kamu kira aku sebodoh itu? Ini sekolah, kan? Kenapa kamu malah ngajakin ke sini?" Aku emosi. Tentu saja karena aku merasa ditipu oleh Sofia. Dia tidak mengatakan apapun soal festival sekolah. Iya benar, dia memang mengatakan soal festival, tapi sama sekali tidak membahas tentang sekolah.

Kami jadi terlihat seperti orang asing di antara para siswa-siswi di sekolah ini. Tentu saja, karena seragam kami yang terlihat sangat kontras dengan mereka. Aku merasa tidak nyaman. Dasar si Sofia.

Ketika aku hendak protes lagi, seseorang memanggil nama Sofia dari kejauhan.

'Ternyata Sofia punya kenalan di sini. Tapi, dia cowok?' Aku mengerutkan kedua alisku.

"Sofia! Udah dari tadi, ya?" Seorang siswa sedikit berlari kecil menghampiri Sofia, lalu menggenggam tangan kanannya. Aku terheran-heran melihat pemandangan semacam itu.

"Iya. Kita kan, udah janjian kalo mau ketemuan di sini." Nada yang dibuat oleh Sofia juga tidak biasa, ketika sedang berbicara dengan cowok itu.

Wah, sepertinya aku sedikit mengerti bagaimana situasinya sekarang. 'Dasar Sofiot!' Aku hanya bisa marah-marah dalam hati.

"Oh, kamu dateng sama temen?" Cowok itu kemudian menyadari keberadaanku sebagai manusia, setelah sejak tadi aku hanyalah sebuah obat nyamuk.

"Iya, kenalin ini Beta. Dan Beta, ini Adi. Dia pacarku." Sudah kuduga. Sofia telah memanfaatkanku.

Aku ternyata hanya diminta untuk menemaninya bertemu sang pujaan hati. Dia sendiri juga pasti malu kalau berada di sekolah asing sendirian. Makanya, dia membutuhkanku. Aku hanya bisa tertawa miris dalam hati.

"Hai, aku Adi." Cowok tadi menyapaku dan mengajakku bersalaman.

Aku meraih tangannya sejenak dan segera melepaskannya, setelah menyebutkan nama panggilanku dengan nada datar. Saat ini, aku sedang sangat kesal.

"Oh, ya. Katanya kamu mau nunjukin sesuatu kamarin?" ujar Sofia pada kekasihnya dengan manja.

Hoek! Rasanya aku mau muntah melihat Sofia yang jadi sok imut begitu. Padahal, biasanya nada bicaranya tidak seperti itu. Sofia yang bar-bar ternyata bisa berubah drastis 180 derajat, berkat sesuatu yang disebut dengan cinta monyet.

Aku hanya berharap, semoga dia tidak kelewat batas. Seharusnya begitu, kalau dia masih mau memikirkan masa depan dan harga dirinya.

Di depan mataku, Sofia pergi begitu saja dengan pacarnya, setelah melambaikan tangan ke arahku. Sungguh, aku amat sangat menyesal telah mengikuti ajakan bocah itu.

Sekarang, aku jadi tersesat di tengah orang-orang asing. Dan rasanya, aku jadi semakin mengecil, alias minder.

Hari ini, aku benar-benar telah dibuat kecewa. Kupikir, Sofia mau mengajakku ke tempat seperti pasar malam. Ternyata hanya festival sekolah. Tapi ya sudahlah, aku bisa cuci mata sambil melihat pemandangan sekolah yang terlihat super elit ini.

Bangunannya sangat jauh berbeda dengan sekolahku. Di sini, terlihat lebih modern dan luas.

Festival ini terlihat cukup meriah karena dilaksanakan secara totalitas. Dan sepertinya, sudah berlangsung sejak pagi. Terlihat dari beberapa lapak makanan yang sudah tutup karena kehabisan stok. Meski begitu, tidak terlihat ada satu pun sampah berceceran di sekitarku. Sekolah yang elit, juga pasti berisi manusia elit pula. Dan aku juga ingin menjadi bagian dari mereka. Para manusia elit itu maksudku.

Tunggu saja, aku akan mengangkat derajat keluargaku. Aku juga akan membawa ibuku berangkat umrah dan jalan-jalan ke luar negeri. Itu adalah impianku sejak ayah pergi ke surga meninggalkan kami. Adikku juga harus bisa sekolah, sampai minimal S2. Itu juga merupakan target utamaku.

Aku akhirnya memutuskan untuk menikmati acara festival di sekolah ini. Meski juga sempat merasa khawatir jika tak seharusnya aku berada di sini. Bagaimana kalau ada guru atau pihak sekolah yang mengusirku, karena acara ini khusus diadakan bagi penghuni sekolah saja dan tidak untuk umum? Tapi yah, terserah. Jika disuruh pergi, maka aku akan pergi. Nyatanya, sampai sekarang pun, tidak ada orang yang menendangku keluar dari sini.

Lagi pula, sepertinya acara festival ini juga belum berakhir. Terlihat, sedang diadakan persiapan konser di sebuah panggung besar yang berada di tengah lapangan sekolah di depan sana. Sepertinya, akan ada konser di malam hari. Begitu tebakku.

"Hai, Kak. Mau coba produk kami? Ini ada kue yang terbuat dari ubi. Bisa dicoba dulu. Dan kalau suka, silahkan beli yang banyak." Aku dikejutkan oleh suara seorang siswi yang menawarkan produk makanan padaku sambil tersenyum ramah. Ia menyodorkan nampan berisi kue yang terlihat sangat cantik dan menggiurkan.

'Gadis ini tau saja, kalau aku sedang kelaparan.'

Mendengar kata gratis, aku pun dengan berani langsung menyantap sebuah kue kecil berwarna ungu cantik, yang siswi itu suguhkan padaku.

Aku refleks membelalakkan kedua mata, ketika kue manis yang kusantap terasa lumer, memenuhi mulutku. Rasanya luar biasa enak. Sudah lama sekali aku tidak makan makanan seenak ini. Namun, aku sama sekali tidak ada pikiran untuk membelinya. Uangku hanya tersisa untuk ongkos pulang nanti. Sayang sekali.

Setelah menelan kue enak itu, aku langsung membuat ekspresi tidak suka. Tentu saja agar aku bisa menolak untuk membeli produk yang barusan kumakan.

Sebenarnya, aku merasa bersalah dan juga berterima kasih, karena siswi itu sudah membolehkanku menyantap kue secara gratis.

Kuakui, pembuatnya memang seseorang yang pandai memasak. 'Siapapun kamu, jadilah koki yang sukses.'

Aku kemudian berniat melanjutkan acara jalan-jalanku menikmati festival di sekolah ini. Dan ketika menatap jalanan di hadapanku, hatiku terasa berbunga-bunga. Kedua mataku pun serasa berbinar.

Di sepanjang jalan di depanku ini, berjajar berbagai lapak makanan yang telah disiapkan oleh para peserta didik sekolah ini.

Ada makanan manis dan asin. Ada pula berbagai macam minuman yang terlihat menyegarkan di teriknya siang.

Dan mereka semua juga telah menyiapkan makanan tester untuk pelanggan. Betapa bahagianya aku melihat berbagai keindahan ini. Aku tidak jadi menyesal telah menemani Sofia main hari ini.

Aku melangkahkan kakiku perlahan dan satu-persatu, siswa-siswi mulai berjalan menghampiriku sembari memamerkan produk yang mereka jual.

'Hari ini, aku adalah ratunya!'

~

"Ah, kenyang," ujarku pada diri sendiri sambil bersendawa kecil. Aku mengusap perutku yang sudah terisi makanan-makanan lezat.

Seperti biasa, sejak pagi aku hanya sarapan makanan hijau, alias sayuran. Andai, aku bisa membagi mekanan ini dengan ibu dan adikku. Sayang sekali.

Tapi, aku tetap merasa bersyukur. Bagiku, ini adalah berkah di hari sabtu. Murid-murid di sini ternyata sangat ramah dan dermawan. Mereka dididik dengan baik ternyata. Bagus-bagus.

Di bawah pohon palem, aku duduk berteduh setelah puas menikmati makanan lezat. Ada sebuah bangku panjang di pinggiran taman sekolah ini.

Aku bersantai sambil menikmati pemandangan indah di depanku. Suasana sangat ramai karena festival ini masih berlangsung dengan cukup meriah.

Sebenarnya, aku duduk di sini bukan tanpa alasan. Aku sedang duduk sambil berusaha menemukan sosok Sofia yang tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.

"Orang pacaran itu ngapain aja, sih?!" Aku mengomel sendiri. Sebenarnya, ucapan itu kutujukan untuk Sofia dan para-para pasangan yang belum menikah.

"Biasanya sih, jalan-jalan, nonton, trus gandengan. Gitu sih, setauku." Hampir saja aku terjungkal ke belakang, ketika seseorang menanggapi ucapan randomku barusan.

"Jaka?!" ucapku refleks dengan sedikit berteriak. Aku merasa terkejut dan sedikit senang setelah mengetahui bahwa ada seseorang yang kukenal di tempat asing ini.

"Hai," sapa Jaka ramah, sambil tersenyum ke arahku.

"Kenapa kamu bisa ada di sini, Bet?" Ini adalah obrolan kedua Jaka denganku, setelah beberapa hari yang lalu, aku tak sengaja bertemu dengannya ketika sedang mengantar laundry-an.

Aku jadi sedikit merasa bersalah karena telah menyuruhnya untuk jangan sok kenal denganku. Bukankah aku bersikap terlalu arogan?

"Aku ke sini sama Sofia," jawabku sambil menatap ke arah Jaka, sesaat.

"Sofia teman sekelas kita?" tanya Jaka memastikan.

Aku mengangguk. "Iya. Kalo kamu sendiri? Kenapa bisa ada di sini?" Aku bertanya balik pada Jaka hanya untuk formalitas.

"Oh, ada kenalan." Aku hanya mengangguk, menanggapi jawaban singkatnya.

'Pacar, ya?' tebakku dalam batin.

"Bukan pacar, cuma temen. Lagian, aku masih normal, kok." Ucapan Jaka barusan, berhasil membuatku merinding.

'Jangan-jangan, dia bisa baca pikiran? Atau, aku secara tidak sadar telah berbicara dengan lantang? Bodohnya diriku!' Diam-diam, aku memukul kepalaku sendiri.

"Oh, temen cowok, ya?" balasku, kini jadi merasa sedikit canggung di dekat Jaka.

"Hm, kamu nggak usah malu berada di sini. Festival ini, sebenernya juga dibuka untuk umum. Cuman, mulainya nanti malem pas ada konser. Tapi nggak pa-pa juga sih, kalo mau dateng duluan sekarang." Penjelasan Jaka, berhasil membuatku merasa lebih tenang berada di sekolah asing ini.

"Ah, nggak. Aku nggak malu, kok." 'malah malu-maluin,' lanjutku dalam hati.

"Tuh! Temen kamu udah dateng. Aku pergi duluan, ya?" Jaka pamit pergi. Aku melihatnya berjalan menemui seorang siswa yang memiliki tinggi hampir sama dengannya.

Ternyata benar, Jaka punya kenalan di sekolah ini. Teman Jaka terlihat tidak tergapai. Wajar, setelah kemarin aku melihat tempat tinggal Jaka yang berada di lingkungan elit, teman-temannya juga pasti bukan sembarangan.

Aku kemudian menatap Sofia yang mendudukkan dirinya pada bangku panjang di sebelahku. "Udah puas, pacarannya?" tanyaku, sambil melirik ke arah Sofia dengan tajam.

"Pacarku kena omel kakak kelas," curhat Sofia dengan wajah lesu. Pantas saja, saat ini wajahnya terlihat mendung.

"Wah, kamu pacaran sama berbondong ternyata!" Aku menanggapi ucapan Sofia sambil menutup mulutku dengan sebelah tangan, pura-pura syok. Aku baru tahu, kalau kekasihnya itu adalah seorang adik kelas.

"Ih, enggak! Itu karna Adi masuk sekolahnya belakangan, gitu. Kita aslinya seumuran!" jelas Sofia yang tidak terlalu kuhiraukan.

"Dah lah! Ayok, kita pulang sekarang sebelum tambah sore." Aku segera mengajak Sofia pulang karena ini sudah jam pulangku.

Pukul lima sore, aku sudah harus sampai rumah seperti biasanya, saat ada jadwal les di sekolah. Dan lagi, aku belum melaksanakan sholat Asar. Aku juga tidak ingin membuat ibuku khawatir, karena pulang terlalu malam.

"Aku jalan kaki aja, udah sampe rumah. Kamu yang harus naik angkot sendiri." Jawaban dari Sofia membuatku menepuk jidat dengan keras.

Plak!

"Iya, lupa. Wah, percuma aku nungguin kamu dari tadi, dong!" protesku pada Sofia.

"Salah sendiri malah nungguin. Aku kan, nggak pernah minta ditunggu." Balasan dari Sofia barusan, membuatku tidak senang mendengarnya. Padahal, gara-gara dia aku bisa berada di sini karena telah dimanfaatkan.

"Aku pulang dulu kalo gitu." Aku pun, akhirnya langsung berpamitan dan segera pulang.

"Apa?" Sofia bertanya dengan alis terangkat, ketika melihat telapak tangan kananku yang terlentang tepat di depan wajahnya.

"Bayarin ongkosku, lah! Kamu yang udah ngajakin ke sini, bahkan sampe bikin aku pulang sendiri. Tanggung jawab!" ujarku dengan jujur, merasa tidak terima atas perlakuan semena-mena darinya.

"Wah, aku berasa lagi dipalak," ujar Sofia sambil merogoh saku yang berada di sisi samping rok panjangnya.

"Udahlah. Mana sini!" pintaku tidak sabar.

Sofia lalu memberiku uang yang pas untuk naik angkot.

'Yes, kalau begini aku tidak merasa terlalu dirugikan.'

Setelah menerima uang itu, aku segera melangkah pergi meninggalkan lingkungan sekolah ini sendirian. Sofia pun juga terlihat berjalan pulang ke arah yang berbeda dengan jalan Yang sedang kutempuh.

Sofia tadi berkata bahwa rumahnya dekat.

Tapi kalau dekat, mengapa dia tidak bersekolah di sini saja? Dan kenapa dia lebih memilih untuk bersekolah di tempat yang jauh?

Ah, aku lupa. Mungkin karena biaya. Mengingat sekolah ini yang memang terlihat mewah, pasti biaya yang dikeluarkan untuk berada di sini pun tidak sedikit.

Hah, aku hanya bisa tersenyum kecut. Beruntung sekali, orang yang lahir sebagai orang kaya.

                   ~

1
EnanaRoja.
author, kamu keren banget! 👍
Yola Varka: Kalian penyemangatku🫶🥺
total 1 replies
mmmmdm
Jangan berhenti menulis, kami butuh cerita seru seperti ini 😍
Yola Varka: Makasih supportnya🫶
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!