Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berjualan
Malam sebelum serangan Harpy, saat pesta berlangsung di dalam goa.
Suasana penuh sukacita menyelimuti para Kobold dan Troll yang berkumpul bersama. Mereka bersyukur bisa menikmati daging yang lezat dan tidur dengan perut kenyang malam ini.
Namun, beberapa Kobold tidak bisa menyembunyikan rasa iri ketika melihat Kinta dan Malika menyantap makanan dalam porsi besar. Meskipun begitu, tidak ada yang berani mengeluh karena semua makanan itu milik Wira.
Setelah selesai membayar para budak yang telah membantunya dengan daging sesuai kesepakatan, Wira berdiri di tengah-tengah kerumunan lalu menunjukkan sesuatu dengan bangga.
"Lihatlah, apa yang kamu dapat dari penggalian kami!" Dengan sebuah senyuman tipis, ia mengeluarkan kristal api yang berhasil ia panen.
Cahaya merah berkilauan dari kristal itu membuat semua yang hadir terkesima. Mereka mulai gaduh dan bersorak gembira. Kobold dan Troll yang sebelumnya membantu penggalian merasa bangga atas keberhasilan mereka.
Wira meminta setiap orang membantu meletakkan beberapa kristal api di sudut-sudut goa untuk menghangatkan ruangan. Satu kristal yang lebih besar ia taruh di tengah sebagai alat untuk memasak daging. Panas dari kristal itu tidak menimbulkan asap atau residu pembakaran, sehingga tidak ada risiko keracunan di dalam goa.
Para Kobold dan Troll kembali bersorak senang. Akhirnya, mereka bisa menikmati kehangatan tanpa harus khawatir kedinginan lagi. Lebih dari itu, mereka bisa memakan daging yang dimasak, bukan lagi daging mentah seperti biasanya.
Pesta berlangsung meriah. Wira merasa cukup terhibur dengan keramahan para Kobold, meskipun ia tahu beberapa di antara mereka sempat merencanakan untuk menjarah makanannya. Tapi setelah pemimpin Kobold, Konjing, meminta maaf secara resmi, Wira memutuskan untuk melupakan masalah itu.
Namun, di tengah suasana pesta yang penuh tawa, Wira menyadari ada yang tidak beres dengan Sumba. Ketika Kinta dan Malika sibuk menikmati pesta, Sumba justru berjalan mondar-mandir, tampak gelisah seperti sedang mencari sesuatu.
'Apa dia menyesal karena menolak berevolusi?' pikir Wira. Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekati kuda kesayangannya.
"Sumba, ada apa denganmu?" tanya Wira sambil menepuk lembut leher kuda itu.
Namun, Wira terkejut saat melihat Sumba sedang mengunyah sesuatu. Asap tipis mengepul dari tubuhnya. Panik, Wira memeriksa lebih dekat dan menemukan bahwa Sumba sedang memakan kristal api.
"Kau... kau memakan kristal api?!" seru Wira dengan mata membelalak.
Sumba hanya menatapnya sebentar sebelum terus melahap kristal tersebut. Udara hangat di goa mulai mendingin seiring berkurangnya kristal api.
Melihat Sumba masih meminta lebih banyak, Wira menghela napas panjang. "Baiklah, kalau kau memang butuh lebih banyak kristal, ayo kita pergi ke kolam lava," ujarnya pasrah.
Dengan langkah cepat, Wira menuntun Sumba menuju lokasi tempat ia memanen kristal api. Setibanya di sana, Wira segera mengaktifkan teknik Wesi Yo Wesi untuk menetralisir hawa panas dari kolam lava. Sementara itu, Sumba tampak tenang, seolah tak terpengaruh oleh panas ekstrem di sekitarnya.
Tanpa ragu, Sumba mulai memakan kristal api yang berada di tepi kolam lava. Wira hanya bisa mengawasinya dengan cemas. Namun, kekhawatiran Wira memuncak ketika ia melihat tubuh Sumba perlahan mulai diselimuti kobaran api.
"Sumba, apa kau baik-baik saja?" tanya Wira panik ketika melihat kudanya mulai berbaring di tanah dengan tubuh yang terbakar.
Sumba hanya mendengus pelan, seolah ingin meyakinkan tuannya agar tidak khawatir. Wira pun mulai menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Sumba sedang mengalami proses evolusi.
Rasa lega menyelimuti Wira. Ia tidak menyangka bahwa memakan kristal api bisa memicu evolusi bagi Sumba. Dengan penuh harap, Wira menunggu kelahiran kembali kudanya dalam wujud yang lebih kuat.
***
Kembali ke masa sekarang.
Konjing mempersiapkan dirinya dan para Kobold untuk mencari anaknya yang diculik oleh Harpy. Sementara itu, Wira mengeluarkan berbagai peralatan dari tas punggung yang terbuat dari kulit monster.
Awalnya, apa yang dilakukan Wira tampak biasa saja. Namun, seiring berjalannya waktu, para Kobold semakin kebingungan melihat banyaknya peralatan yang keluar dari tas berukuran normal itu. Seolah-olah tas tersebut memiliki lubang hitam yang menyimpan barang dalam jumlah tak terbatas.
“Jangan bodoh! keluar dari sarang tanpa peralatan yang memadai sama saja bunuh diri!. Kemarilah, Lihatlah peralatan yang kubuat sendiri,” ujar Wira sambil mulai memamerkan berbagai senjata buatannya.
“Senjata ini terbuat dari tulang monster, lebih kuat dibandingkan senjata kayu yang kalian gunakan,” kata Wira sambil memegang sebuah pisau tulang. Untuk membuktikan keunggulannya, Wira memberi isyarat pada Malika.
Malika menutup mata dan menggunakan kemampuan telekinesisnya untuk melempar batu besar ke arah Wira. Dengan sigap, Wira memotong batu itu menjadi beberapa bagian menggunakan pisau tulangnya.
Demonstrasi itu membuat banyak Kobold tertarik membeli peralatan dari Wira. Namun, ada juga yang skeptis, berpikir bahwa kekuatan Wira-lah yang memotong batu, bukan karena kualitas pisau tersebut.
Beberapa Kobold yang tidak terpengaruh keraguan itu mulai mendekati kios Wira. Salah satunya bertanya, “Tuan, berapa harga tombak tulang ini?”
Wira menatap calon pembelinya dan berkata dengan senyum lebar, “Oh, wow. Anda pasti penakut yang ingin bertarung dari jarak aman, bukan?”
“Eh?” Para Kobold kebingungan dengan cara Wira memperlakukan pelanggan.
“Ah, lupakan apa yang kukatakan tadi,” ujar Wira sambil mengutuk dirinya sendiri dalam hati karena kebiasaannya saat berdagang di dalam game.
“Sebelum aku memberitahu harganya, biar kutunjukkan kemampuan tombak ini,” kata Wira sambil keluar dari kios untuk melakukan demonstrasi.
“Tombak ini memiliki tiga penguatan. Yang pertama, Sharpening!” Dengan satu tebasan, Wira memotong batu yang dilemparkan Malika dengan mudah.
“Kedua, Hardening!” Wira menghantam sebuah batu besar dengan ujung tumpul tombak, menghancurkannya seketika.
Semua Kobold terperangah melihat kekuatan itu. Namun, Wira belum selesai.
“Dan yang terakhir…” Tombak tulang itu tiba-tiba terbakar oleh api. “Dengan lapisan kristal api di dalam tombak, kau bisa menggunakan sihir api!”
Wira mengibaskan tombaknya, menciptakan gelombang api yang berkobar dan menyapu sekitarnya. Kobold dan Troll yang menyaksikan aksi itu terbelalak tak percaya. Mereka tak menyangka tombak sederhana dari tulang bisa menghasilkan kekuatan sebesar ini.
Namun, keterkejutan mereka berubah menjadi kebingungan ketika Wira menyebutkan harga tombak tersebut. Dengan suara datar, pemuda itu menyatakan bahwa ia tak lagi menerima batu bara sebagai pembayaran.
Kebutuhannya akan batu bara sudah terpenuhi, dan kini ia hanya menginginkan material berharga lainnya. Para Kobold yang awalnya tertarik pun mundur teratur. Mereka bergumam kecewa, merasa harga yang dipatok Wira tidak masuk akal.
"Meski sudah diperkuat, tetap saja bahannya cuma dari sisa makanan!" seru salah satu Kobold.
"Benar! Tombak itu pasti hancur setelah beberapa kali dipakai," sahut yang lain.
"Dasar penipu!" ujar Kobold lain dengan sinis.
Ketiga peliharaan Wira. Kinta, Sumba, dan Malika mulai menggeram tidak senang. Mata mereka menyala penuh amarah, siap melindungi majikan mereka dari penghinaan. Namun, Wira hanya tersenyum tipis dan menepuk kepala mereka satu per satu untuk menenangkan.
"Biarkan saja," ujar Wira tenang. "Toh, mereka yang akan rugi sendiri karena melewatkan kesempatan emas ini."
Melihat tidak ada yang mau membeli, Wira berencana merapikan dagangannya. Ia mulai memasukkan peralatan kembali ke dalam tas ajaibnya yang terlihat kecil namun mampu menelan banyak barang.
Namun, sebelum ia sempat menyelesaikannya, suara langkah tergesa-gesa terdengar dari kejauhan. Sekelompok Kobold datang berbondong-bondong, wajah mereka penuh harap dan kelelahan. Salah satu dari mereka, dengan napas tersengal, menyeret sebuah karung berat berisi logam.
"Bos! Tunggu! Aku... Aku membawa semua ini untuk ditukarkan dengan senjata!" teriak Kobold itu dengan penuh semangat. Wira mengenali mereka. Mereka adalah para budak yang pernah membantunya menggali kristal api.
mohon berikan dukungannya