Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan
"Kamu tidak apa-apa sayang? Masih sakit!?" tanya Arvin mengelus kepala sang putri, dia memang sangat menyayangi putrinya.
Tapi dia juga tidak bisa melupakan mantan kekasihnya, yang sekarang menjadi istri keduanya, Amara.
"Maafkan mami Amara ya sayang! Mungkin tadi mami Amara merasa tidak enak badan," sambung Arvin, memberikan alasan yang masuk di logika anak kecil.
Vara menatap jengah pria didepannya ini, dia benar-benar sudah di butakan oleh cinta. Hingga, masih saja ingin membela istri keduanya.
"Pokoknya Vala tidak mau cama tante gombel itu, Vala lebih baik pelgi belsama Mama!" ucap Vara mengancam.
Arvin meneguk ludahnya, dia tak menyangka jika putrinya bangun dari koma. Akan memiliki sifat yang berbeda, dulu Vara sangat penurut bahkan pendiam.
"Siapa yang mengajari mu mengatakan hal itu sayang? Mami Amara bukan tante gombel!" tegur Arvin dengan suara lembut.
"Apa yang dikatakan Vara benar Mas! Jika mbak Amara masih menyakiti Vara, maka aku akan pergi dari rumah dan kembali ke keluarga Prameswari!" ucap Selvira terlihat tidak main-main.
Arvin semakin merasa khawatir, dia tahu bagaimana keluarga sang istri. Mereka dari keluarga mafia dan pengusaha, hanya saja Selvira masih menyimpan aib suaminya dari keluarganya.
"Baiklah! Mas tidak akan menyuruh Amara, untuk merawat Vara!" putus Arvin mengalah.
Cih! Dasar laki-laki serakah. Percuma tampan kalau enggak bisa setia! cibir Vara dalam hati merasa kesal.
Apa yang di pikirkan Vara memang benar, Arvin mencintai dua wanita. Dia mencintai sifat Selvira yang lembut dan mampu melayaninya dalam urusan perut, bahkan wajah Selvira jauh lebih cantik dari Amara.
Hanya saja, dia benar-benar tidak bisa melupakan cinta pertamanya. Terlebih lagi perasaannya pada Amara masih saja sama setelah mereka bertahun-tahun berpisah.
"Kalau begitu, Papa ke kantor dulu yah! Ada meeting, oke princess!" Arvin mengusap kepala sang putri.
Ya udah! Pergi sana, dasar buaya kadal! Bapak siapa sih ini? Eh, itu bapak aku sekarang cok! batin Vara mengumpat dalam hati.
Berbeda dengan ekspresi Vara yang di tampilkan, terlihat polos. Tentu masalah mimik wajah, dia sudah sangat terlatih. Beberapa kali dia menyusup ke markas musuh, hanya intuk mencari informasi maupun kelemahan mereka.
Tentu dalam hal bersandiwara, Vara jago ya. Dia bahkan mengalah artis piala oscars, jika dia ikut bermain film.
"Baik Papa!" ucap Vara mengangguk polos.
Cup!
Anjir! Aku di cium cok sama buaya! ucap Vara kesal dalam hati.
Arvin kemudian menatap sang istri pertamanya. "Aku ke kantor dulu y sayang!" pamit pria itu.
"Hmm ... baiklah Mas! Hati-hati yah!" sahut Selvira.
Setelah memberikan kecupan kecil di kening sang istri, Arvin keluar dari ruang inap sang putri.
Selvira menatap punggung sang suami yang menghilang di balik pintu, kemudian wanita satu anak itu menoleh ke arah sang putri.
"Sayang! Waktunya kita tidur yah!" ucap Selvira lembut.
"Baik Mama!" ucap bocah perempuan itu patuh.
"Sebentar Mama buatkan kesukaan Vara, yah!" Selvira kemudian berjalan ke arah dapur mini ruangan itu.
Sedangkan Vara mengeryit heran, apa yang di sukai oleh bocah perempuan itu. Dia merasa was-was, saat melihat sang ibu mengeluarkan sesuatu.
Tak berselang lama, Selvira datang dengan sebuah botol susu yang berisi susu bayi.
"Ini sayang." Selvira menyodorkan botol susu pada sang putri.
Vara menatap horor botol susu itu, dengan cepat Vara menutup mulutnya, membuat Selvira mengerutkan keningnya.
"Vala gak mau minum!" bocah perempuan itu memalingkan wajahnya.
"Lho! Kenapa sayang? Bukannya Vara suka minum susu yah?!" tanya wanita cantik itu dengan lembut.
Yang benar aja! Jelaslah! Aku ini wanita dewasa woy! Masa mau minum susu lagi! teriak Vara merasa frustasi.
"Vala gak mau minum cucu lagi!" jawab bocah itu.
Anjay! Cucu enggak tuh! Susah bener nih lidah bocah bilang susu! batin Vara.
"Kenapa sayang? Apa susunya kurang banyak?" tanya Selvira bingung.
Vara menggeleng cepat. "Cucu itu untuk anak kecil! Cedangkan Vala ini udah becal Mama! Mana ada olang dewaca minum cucu dalam botol!" sahut bocah itu sok dewasa.
Selvira meringis melihat tingkah laku sang putri, bukankah putrinya memang masih kecil? Tapi kenapa sang putri mengatakan jika dirinya telah dewasa, pikir wanita itu.
Vara kini berbaring, menutupi dirinya dengan selimut sambil membelakangi sang ibu. Selvira hanya bersabar menghadapi tingkah sang putri yang berbeda sejak bangun dari komanya.
"Vara yakin sayang! Gak mau minum susu?" tanya Selvira sekali lagi.
Biasanya sang putri tidak akan tidur sebelum minum susu, itu sudah menjadi rutinitas bocah perempuan itu. Bahkan, dia merengek untuk meminta susu.
"Vala yakin!" ucap bocah perempuan itu menganggukkan kepalanya.
"Baiklah! Kalau begitu, selamat tidur sayang!"
Cup!
Selvira hanya bisa menuruti kemauan sang putri, kemudian wanita berusia 27 tahun itu meletakkan susu formula di meja nakas.
Sedangkan di mansion Mahardika, pada malam harinya Amara berdebat dengan Arvin. Baru kali ini mereka berdebat, setelah beberapa bulan menikah.
"Aku gak nyangka, kamu bisa setega itu nyakitin putriku, Amara!" ucap Arvin dingin.
"Mas ... aku sudah bilang! Aku bercanda Mas!" ucap Amara memberikan alasan.
"Bercanda kamu keterlaluan! Kamu gak lihat tadi, Vara sampai-sampai menangis kayak gitu. Padahal dia gak pernah menangis sekeras itu!" ucap Arvin dingin.
Amara kini ketakutan, dirinya tidak pernah melihat Arvin marah seperti ini padanya. Dalam hati, dia merutuki bocah perempuan yang menjadi penyebab masalah ini.
"Mas —"
"Sudah! Sebagai hukuman kamu, aku akan membekukan kartu kredit mu selama 6 bulan!" putus Arvin mutlak.
Mata Amara terbelalak, tentu hukuman itu adalah hukuman terberat baginya. Dia itu wanita sosialita, bagaimana bisa dia tidak berbelanja satu hari saja.
"Mas ... jangan keterlaluan kamu!" ucap Amara meninggikan suaranya satu oktaf.
"Mau ku bekukan? Atau Mama dan Papa tahu, kamu melukai Vara," ancam Arvin.
Amara semakin melotot, tentu dia tahu konsekuensinya jika orang tua Arvin tahu. Vara merupakan cucu pertama mereka, tentu mereka lebih menyayangi Vara dibandingkan putrinya yang bukan siapa-siapa.
Pernikahan mereka saja, di tentang keras oleh keluarga Mahardika. Hanya saja, Arvin yang tetap ngotot, apalagi Arvin meminta Selvira untuk berbicara pada kedua orangtuanya.
Sialan! Ini semua karena anak setan itu! Awas saja kamu! maki Amara dalam hati.
"Baiklah! Bekukan saja!" ucap Amara pasrah.
Arvin mengangguk, kemudian pergi begitu saja. Setelah melihat mobil mewah Arvin keluar, barulah Amara melampiaskan kemarahannya.
"Aaarrgghh ... dasar anak sialan! Awas saja kamu!" teriak Amara menghancurkan make up serta skincare miliknya di meja.
"Lihat saja! Aku akan membunuhmu bersama ibumu!" desis Amara dengan mata penuh kebencian.
Terlihat anak berusia 6 tahun, menatap sang ibu. Dialah adalah Lunaira, anak dari suami pertama Amara. Dia sama liciknya dengan sang ibu.