Yoooooo.... my Family, welcome back to my story. Sesuai permintaan, aku lanjut nulis Zandra. Dan ini adalah Zandra season 6, semoga kalian suka yaaa.❤️❤️❤️
Kembalinya penerus Zandra, yang mana semua anggota keluarganya harus berpencar. Setelah kematian sang legendaris Yumi, dan alasan lain harus memimpin perusahaan di setiap kota dan negara.
Keturunan Zandra, yang memilih untuk tetap tinggal di rumah utama. Ternyata mendapatkan petualangan misteri, dan tentunya berhubungan dengan MEREKA (si makhluk halus)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Julianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Ulet
Kasus hantu Mia pun selesai, Herman tak sadarkan diri selama 3 hari. Mungkin karena efek dari ilmu hitam dan juga menolak kenyataan, namun jiwanya kembali di tarik oleh Luna.
Keempat bersaudara itu, memilih untuk diam beberapa hari di desa tersebut.
Saat terbangun, Herman sempat menjadi seperti boneka. Tatapan yang kosong, juga tak menghiraukan siapapun di sekitar nya.
Sampai ia di sadarkan oleh, suara tangisan Dion. Anak yang selamat dari kekejaman wanita dajal itu, untuk di jadikan tumbal. Gio yang sudah tau ceritanya, dengan sengaja ia membawa Dion mendekat ke tempat Herman berada.
Herman ingat, setelah ia keluar dari rumah dan berpamitan pada Mia. Setelah beberapa langkah meninggalkan rumah, ia bertabrakan dengan Sania. Ya... Wanita itu bernama Sania, mau Bimoli tadinya atau Fortune😅
Entah apa yang dilakukan oleh Sania, ia melihat Sania meniupkan serbuk yang ada di telapak tangannya ke wajah Herman. Dan setelah itu, Herman berada di bawah kendali Sania. Pikirannya benar-benar dikendalikan oleh Sania, saat berjauhan dengan Sania, Herman akan tersadar.
Seperti ia yang harus ke kota mengajar, dan niat kembali ke desa untuk Mia. Namun begitu menginjakkan kakinya di desa, semua niatnya hilang. Herman pasti akan kembali, ke rumah Sania. Aneh memang, tapi memang itu yang terjadi pada dirinya.
Dan Herman tak mengingat semua yang terjadi, saat ia masih dalam pengaruh Sania.
Herman mengurung dirinya di kamar, hanya menatap kosong ke jendela. Damar masih di rumah sakit, anak kecil itu masih memerlukan perawatan pada mentalnya.
"Oee... oee... " tangisan nyaring itu, menyadarkan Herman dan kembali ke dunianya. Herman menoleh, ia melihat Gio masuk menggendong putranya.
"Apakah dia... anakku dan Mia? Adiknya Damar?" tanya Herman dengan suara bergetar, Gio mengangguk
Tes
Air kata Herman menetes, ia mengulurkan kedua tangannya. Meminta anak tersebut pada Gio, Gio mendekatkan dirinya dan memberikan Dion pada Herman.
"Hai sayang, ini ayah nak. Hiks... Kamu pasti sangat merindukan ibumu kan? Sama... Ayah juga, ayah sangat merindukan ibumu. Hiks... Huhuhu... Ayah merindukannya nak, sangat." tangisan Herman pecah, ia pun mendekap tubuh Dion
Mendengar suara tangisan, Dion pun kembali menangis.
"Pade... Ikhlaskan bude, sadarlah, istighfar. Masih ada Damar dan Dion, yang membutuhkan pade. Mereka merindukan ayahnya, sudah lama mereka menantikan pade." ucap Gio
Herman menghentikan tangisannya, namun masih terdengar isakan tangis.
"Damar" ucapnya lirih, seraya merenggangkan dekapan nya pada Dion.
"Dimana Damar?" tanya Herman
"Damar di rumah sakit, karena kejadian itu membuat mentalnya sedikit terganggu. Damar shock, dengan apa yang ia dapatkan. Wanita itu menyiksa dan melukai Damar, sehingga membuat mentalnya down." jawab Gio
"Astaghfirullah, maafkan ayah nak. Maaf... Sekarang hanya tinggal kita bertiga, kita akan selalu bersama. Ayah janji akan menjaga kalian, meski tanpa adanya ibu kalian. Tapi percayalah, ibu kalian selalu ada bersama kita." ucap Herman, seraya menciumi wajah Dion
Gio yang melihatnya pun bersyukur, akhirnya Herman sadar dan kembali pada kedua putranya.
Setelah itu Herman meminta Gio, mengantarkan dirinya ke rumah sakit.
.
.
Seminggu berlalu, keempat bersaudara itu kini tengah berkumpul di taman dekat lapangan basket. Ali yang merebahkan tubuhnya di kursi panjang, menutupi wajahnya menggunakan buku.
Ghava bermain gitar, Cia sebagai vokalisnya. Sedangkan Luna, serius membaca bukunya.
"Ci, bisa ga.. kagak ngerusak lirik. Udah bener tadi liriknya melukis senja, kenapa lu ganti melukis sempak. Bisa serius ga sih lu?" Ghava sudah kesal sejak tadi
"Et dah, udah ganti ternyata liriknya." jawab Cia santai
"LU ROMLAH YANG GANTI, kedengeran sama yang punya lagu kena somasi lu." ucap Ghava benar-benar merasa gemas, ingin memasukkan kakak sepupunya itu ke dalam karung.
Untung sayang...
Luna menggelengkan kepalanya, Ali tersenyum di balik buku yang menutupi wajahnya.
Dua saudaranya itu, merupakan warna-warni untuk mereka yang hanya memiliki warna hitam dan putih. Eaaaa...
Bila tak ada Ghava dan Cia, di sekitar mereka. Sudah di pastikan, kehidupan membosankan yang akan mereka lalui.
"Hai" perdebatan Ghava dan Cia terhenti, saat ada suara mendayu menyapa mereka. Mendayu menjijikkan, lebih tepatnya. Cia memutar malas bola matanya, sedangkan Luna hanya melirik dan kembali tak peduli.
"Heran gue ma lu, tebel banget lu punya muka. Apa karena dempulan yang lu pake, sampe itu muka udah ga ada malunya. TEBEL" ucap Cia tak suka, Ghava mengangkat salah satu sudut bibirnya
Wanita itu hanya melirik sinis pada Cia, namun ia tak memperdulikan hal tersebut. Saat wanita itu melangkahkan kakinya, hendak mendekati Ali.
Dengan sengaja, Luna memajukan kaki kanannya. Sehingga membuat wanita itu tersandung dan terjatuh ke tanah, tentu saja hal itu membuat Cia dan Ghava tertawa terbahak-bahak.
"Ya Allah, sori sori... SENGAJA, SAKITKAN?" ucap Luna, namun dengan ekspresi wajah datar.
Membuat wanita yang bernama Alya, menelan salivanya dengan susah payah. Dia bisa tidak menghiraukan Cia dan Ghava, tapi tidak dengan Luna. Semua orang di kampus ini mengenal Luna, wanita yang di juluki ICE QUEEN.
Terkesan jahat memang, namun itu semua karena mereka sudah benar-benar kesal dengan ke dableg an Alya.
Sebelum Alya mengetahui Cia, merupakan saudara Ali. Cia merupakan salah satu mahasiswi yang pernah menjadi korban pembullyan Alya.
Meski sesudah nya Cia melawan, bahkan membuat Alya terluka di pelipis. Karena Cia membenturkan kepala Alya ke tembok dan Cia juga menjambak rambut Alya, sampai rontok beberapa helai.
Teman-teman Alya, tak ada yang berani mendekati Cia saat itu. Alasan Alya melakukan itu, tentunya karena melihat Cia dekat dengan Ali.
Tanpa dia tau, siapa keempat saudara tersebut sampai sekarang. Siapa mereka? Tentu saja mereka adalah pewaris, dari pemilik kampus tempat mereka menimba ilmu.
Namun Cia dan yang lain, memilih untuk bungkam. Sampai saat nanti kelulusan, lebih tepatnya semua akan terbongkar saat anggota keluarganya datang. Untuk memenuhi undangan wisuda dan sebagai tamu kehormatan, pemilik kampus.
Kembali ke taman...
Ali tak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, ia tak bergeming. Posisinya masih sama, lebih tepatnya Ali tak ingin melihat wajah perempuan yang terobsesi padanya.
"Ali, lihat saudarimu. Mereka sudah membuat aku terluka dan mempermalukan aku di depan banyak orang." ucap Alya manja, mencari perhatian Ali. Berharap Ali akan menolongnya dan memarahi Cia, Gjava dan Luna.
Ali bangun, Alya tersenyum. Karena ia berpikir, Ali akan melakukan apa yang di harapankan nya. Tetapi apa yang ia harapkan tak terjadi, Ali memilih untuk berbalik dan meninggalkan mereka semua.
Tawa Ghava dan Cia kembali pecah, dengan tatapan mengejek. Mereka meninggalkan Alya, wajah Alya memerah karena menahan amarahnya.
Namun saat melihat Luna berdiri, tak jauh darinya. Wajahnya langsung memucat, Alya seketika menundukkan kepalanya. Luna mengerutkan dahi dan mengedikkan bahunya.
Aneh menurutnya, karena seharusnya Alya takut pada Cia. Sebab ia pernah merasakan amarah Cia, dibandingkan dirinya.
'Aku ke roof top'
'OKE'
...****************...
Jangan lupa jadiin Favorit dan tinggalkan jejak, like, komen, vote dan gift 🥰🥰🥰
...Happy Reading All...
ketembak tp kok GK ad yg luka y
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
mak gk ada keinginan triplet??
🥰🥰🥰🥰🥰
kasus baru ..kenapa ya