Gus Zidan, anak pemilik pesantren, hidup dalam bayang-bayang harapan orang tuanya untuk menikah dengan Maya, wanita yang sudah dijodohkan sejak lama. Namun, hatinya mulai terpaut pada Zahra, seorang santriwati cantik dan pintar yang baru saja bergabung di pesantren. Meskipun Zidan merasa terikat oleh tradisi dan kewajiban, perasaan yang tumbuh untuk Zahra sulit dibendung. Di tengah situasi yang rumit, Zidan harus memilih antara mengikuti takdir yang sudah digariskan atau mengejar cinta yang datang dengan cara tak terduga.
Yuk ikuti cerita selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Kegembiraan dan Tantangan Baru
Seiring berjalannya waktu, Zahra semakin mendekati hari perkiraan kelahiran, dan keinginan anehnya semakin menjadi-jadi. Meski Zidan mulai terbiasa dengan semua permintaan aneh Zahra, ada saat-saat ketika dia merasa kewalahan. Namun, cintanya pada Zahra dan bayi yang ada dalam kandungannya membuat Zidan terus berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi keinginan istrinya.
Hari itu, setelah selesai mengikuti pengajian di pesantren, Zahra merasa seperti ada sesuatu yang aneh dalam dirinya. Kepalanya terasa sedikit pusing, dan keinginan untuk makan sesuatu yang manis mendadak muncul. "Sayang," panggil Zahra dengan suara manja, menarik perhatian Zidan yang sedang duduk di ruang tamu, membaca buku.
Zidan menoleh, tersenyum pada Zahra yang kini berdiri di ambang pintu kamar mereka. "Ada apa, Sayang?"
Zahra berkerut kening. "Aku pengen banget makan kue cubit dengan sirup nanas dan es batu yang banyak. Enak banget pasti!" Zahra menatap Zidan dengan mata yang berbinar, seperti anak kecil yang meminta jajan.
Zidan menatapnya dengan ekspresi terkejut. "Kue cubit? Sama sirup nanas? Kamu yakin, Sayang? Itu agak aneh, lho."
Zahra mengangguk mantap. "Pokoknya itu yang aku mau, Sayang. Kalau nggak ada yang kayak gitu, aku nggak mau makan."
Zidan menghela napas panjang. "Yaudah, aku cari, deh. Kamu tunggu di sini, ya?"
Dengan sabar, Zidan berjalan keluar dari rumah pesantren dan menuju pasar terdekat. Hatinya berdebar, sedikit cemas mencari kue cubit yang rasanya mungkin tidak ada di pasar tersebut. Namun, bagaimanapun juga, ia tahu bahwa itu adalah bagian dari kehamilan Zahra yang tak bisa diprediksi. Meski terkadang merasa lelah, ia merasa beruntung bisa mendampingi Zahra.
Ketika Zidan akhirnya kembali ke rumah setelah berkeliling di pasar, ia membawa beberapa bahan yang diperlukan untuk membuat kue cubit dengan sirup nanas. Namun, Zahra yang sudah menunggu di kamar, malah mengajukan permintaan baru yang lebih rumit.
"Sayang, ada lagi yang aku pengen. Aku mau nasi timbel, tapi dengan sambal kemangi yang banyak banget! Terus, kasih tahu ya, kalau ada ayam goreng kampung yang bisa dipadukan sama itu!" Zahra mengeluh, menahan lapar.
Zidan hanya bisa tertawa pelan mendengar permintaan Zahra yang tiada habisnya. Namun, Zidan selalu berusaha memenuhi apa yang diinginkan Zahra, bahkan jika itu terdengar aneh. Ia tahu, kebahagiaan Zahra adalah kebahagiaannya juga. Maka, dengan langkah cepat, Zidan menuju warung nasi timbel terdekat.
Namun, selama perjalanan itu, Zidan kembali merenung. Mengapa bisa begitu banyak keinginan aneh yang muncul dari Zahra? Tidakkah kehamilan membuatnya lebih tenang dan nyaman? Zidan pun tertawa kecil. Terkadang, ia merasa seolah menjadi pelayan pribadi Zahra, namun di balik itu semua, ia merasa diberkahi.
Setibanya di rumah, Zidan membawa semua makanan yang diinginkan Zahra. Ia meletakkan semuanya di atas meja makan, dengan wajah yang sedikit lelah namun penuh senyum.
Zahra yang melihat makanan di atas meja langsung berdiri dan berlari ke arah meja makan. "Wow, ini dia! Aku tahu kamu bisa, Sayang! Terima kasih!" Zahra memeluk Zidan dengan penuh cinta, meski ia tak bisa menahan senyum ketika melihat Zidan yang terlihat kelelahan.
Zidan duduk di samping Zahra, merasakan betapa istimewanya momen ini. Walaupun keinginan Zahra semakin aneh, ia merasa diberkahi bisa berbagi kebahagiaan dengan istrinya. Mereka makan bersama, menikmati makanan yang sudah disiapkan, dan Zidan kembali merasakan kedamaian.
Saat makan siang berakhir, Zidan yang merasa agak lelah, duduk bersandar pada kursi sambil mengelus perut Zahra. "Sayang, aku nggak tahu lagi deh, setiap hari kamu selalu punya ide baru buat makan. Tapi aku senang, karena itu artinya kamu sehat."
Zahra tertawa, merapatkan tubuhnya pada Zidan. "Aku merasa baik-baik saja, Sayang. Hanya saja, si kecil ini kayaknya suka banget makan-makan yang aneh-aneh. Sepertinya dia ikut-ikutan senang kalau aku makan yang aneh-aneh."
Zidan tertawa pelan, sambil menyentuh kepala Zahra. "Tapi kamu tahu nggak, Sayang, kamu jadi sangat manja sejak hamil. Aku suka banget sih, tapi kamu juga harus hati-hati, jangan sampai terlalu banyak makan yang aneh-aneh, nanti perutmu sakit."
Zahra melengkungkan bibirnya. "Aku tahu, Sayang, tapi aku cuma ingin menikmati setiap momen ini. Aku merasa beruntung bisa bersama kamu dan si kecil. Terima kasih sudah sabar."
Zidan menatap Zahra dengan penuh kasih. "Kamu itu wanita yang luar biasa, Zahra. Mas nggak akan pernah lelah menemanimu, apalagi kalau itu membuat kamu bahagia."
Beberapa hari kemudian, di tengah kesibukan mereka di pesantren, Zahra kembali menunjukkan tingkah laku aneh lainnya. Pagi itu, saat Zidan tengah menyusuri halaman pesantren, Zahra dengan serius meminta sesuatu yang sangat tak terduga. "Sayang, aku pengen banget makan rujak buah yang isinya cuma mangga muda, dengan saus kacang yang super pedas, dan jangan lupa tambahkan serundeng kelapa!" Zahra berkata sambil tertawa kecil, menyadari betapa absurd permintaannya.
Zidan yang mendengar permintaan Zahra hanya bisa menggelengkan kepala. "Zahra, itu lagi-lagi permintaan aneh. Tapi nggak apa-apa, Mas akan coba cari di warung. Tapi Mas mau kamu hati-hati makan pedas-pedas kayak gitu, ya?"
Zahra mengangguk penuh semangat. "Pokoknya itu, Sayang! Aku yakin si kecil suka juga!"
Zidan hanya bisa tersenyum, meski rasa lelah mulai menghampiri dirinya. Seiring berjalannya waktu, ia mulai terbiasa dengan segala keinginan Zahra. Baginya, semua itu adalah bagian dari perjalanan mereka sebagai suami istri yang saling mendukung dan saling menjaga.
Hari-hari yang penuh keinginan aneh itu pun menjadi kenangan manis bagi Zidan dan Zahra. Mereka menikmati masa kehamilan ini dengan penuh cinta dan kebahagiaan, meskipun tantangan yang mereka hadapi tak selalu mudah. Namun, mereka tahu bahwa perjalanan ini akan membawa mereka pada kebahagiaan yang lebih besar, bersama buah hati yang semakin mendekat.
To Be Continued...
kirain kemarin" tu Kyai Mahfud ortu Ning Maya 🤭
ingat Maya, Adab lebih tinggi dari ilmu. sebagai putri kyai pemilik pondok ilmumu tidak diragukan lagi. tapi adabmu ??