Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 9
Rayyan melangkahkan kakinya ke arah kasir untuk menemui Salman.
"Assalamualaikum", sapanya.
Salman melirik sebentar ke arahnya, tangannya tengah sibuk menghitung belanjaan seorang pembeli.
"Wa'alaikumussalam, tunggu sebentar", hanya itu yang dia ucapkan, lalu meneruskan pekerjaannya.
Rayyan memutuskan untuk melihat-lihat isi minimarket sambil menunggu Salman. Saat ini minimarket itu memang terlihat sedang ramai pembeli.
"Rayyan!", panggil Salman setelah beberapa menit.
Rayyan segera mendatanginya.
"Aku punya kabar baik. In-ho sudah setuju dan ingin segera bicara denganku. Mungkin mau membicarakan teknis belajarnya", Rayyan langsung pada intinya yang memang sedari tadi sudah sangat ingin dikatakannya pada Salman.
"Serius? Alhamdulillah...", Salman ternyata juga menanggapinya dengan semangat.
"Kapan rencananya kamu ketemu dia?", tanya Salman yang kini terpaksa harus menghentikan obrolan mereka lagi, karena ada pembeli yang hendak membayar.
Setelah selesai, baru Rayyan kembali mendekatinya.
"Belum tahu, katanya nanti dia kabari lagi. Maklum.. secara bos perusahaan gitu. Pasti jadwal dia padat kan? Jadi ya harus diatur lah.. Gak kayak kita bro, seperti air mengalir..", ucap Rayyan tersenyum sambil menggerakkan lengannya menggambarkan isi ucapannya.
Salman malah terkekeh sinis.
"Air mengalir apanya.. Kalo kamu ya memang iya. Tapi aku? Walau cuma pengelola minimarket, bukan perusahaan besar seperti punya In-ho, aku juga tetap harus atur jadwal Ray.. Belum lagi urusan kuliah, apalagi keluarga. Kamu mana tahu yang begituan, belum berpengalaman", sindir Salman.
Rayyan mendelik kesal.
"Iya.. iya.. terserah. Yang jelas, nanti kamu harus ikut pas aku ketemu In-ho. Sekalian aku mau ngenalin kamu sama dia.", Rayyan kemudian mengambil sebotol air mineral kemudian mengeluarkan uang untuk membayarnya.
"Udah, gak perlu", ucap Salman seraya mengembalikan uang Rayyan.
"Hari ini aku mau sedekah air minum sama kamu", sambungnya kemudian mengambil uang di dompetnya sendiri.
Rayyan tersenyum dan mengangkat botolnya.
"Oke, thanks bro. Aku pergi dulu. Mau belanja bahan keperluan toko", ucapnya seraya mengucap salam lalu keluar.
Sekembalinya ke toko, Rayyan langsung menuju dapur untuk meletakkan bahan-bahan yang tadi dibelinya. Sayup-sayup dia mendengar suara Eun-mi sedang berbicara dengan seseorang. Karena penasaran, Rayyan kemudian mengintip dari bingkai kaca yang ada di pintu. Matanya terbelalak demi melihat seseorang itu. Wina, wanita yang selalu dihindarinya.
Rayyan sontak menjauh dari pintu dan segera naik ke lantai dua. Ia tak ingin bila nanti harus bertemu Wina lagi, apalagi kalau sampai mengajak dirinya mengobrol.
Dia mengira-ngira, ada keperluan apa Wina menemui Eun-mi. Apakah mencari dirinya? Ya Tuhan, Rayyan sekarang merasa sedang dikuntit. Mengapa wanita itu sampai berbuat sejauh ini?
Tiba-tiba punggungnya ditepuk oleh seseorang. Tentu saja dia kaget bukan main. Hampir saja dia menyerang orang itu karena entah mengapa dia seperti sedang merasa terancam.
"Woo.. woo.. tenang bro!", ternyata itu adalah salah seorang baker yang penasaran dengan perilaku Rayyan.
"Oh, kau ternyata. Kukira siapa. Maafkan aku", sahut Rayyan tak enak.
"Kau kenapa? Ah.. jangan-jangan penasaran sama tamunya nona Park ya?", tuduhnya.
"Kau ini bicara apa? Aku baik-baik saja. Tadi aku sudah belanja, bahan yang kau minta juga sudah kubelikan. Kau bisa memeriksanya, kuletakkan di meja dapur", Rayyan kemudian menuju ke lantai tiga.
*******
Pagi ini Rayyan kembali berkutat dengan bahan dan mesin adonan. Masih ada waktu setengah jam sebelum para baker datang ke toko.
Dengan telaten dia menyiapkan tiap adonan sesuai keperluan resep, sampai akhirnya orang kedua datang.
"Halo.. selamat pagi..", sapa orang itu dengan senyum cerah.
Rayyan kaget tak percaya. Ada keperluan apa Wina sepagi ini sudah mampir ke toko ini.
"Selamat pagi", sahut Rayyan sembari mengangguk samar.
Anehnya setelah itu Wina malah menuju ke ruangan Eun-mi. Rayyan kembali kaget dan buru-buru mencegahnya.
"Eh, tunggu! Kamu ngapain mau ke sana? Itu ruangannya Eun-mi, gak semua orang dia ijinkan masuk kesana", Rayyan memperingatkan Wina dengan serius.
Wina hanya tersenyum santai.
"Iya, aku tahu kok. Kamu tenang aja, aku salah satu yang dia ijinin kok. Nih, dia malah ngasih kuncinya ke aku", Wina menenteng kunci yang dia maksud.
Rayyan semakin tak mengerti, kenapa Eun-mi sampai berbuat seperti itu.
"Gini ya.. Mulai hari ini, aku resmi bekerja di sini sebagai asistennya nona Park. Kemarin aku kan sudah diwawancara sama dia, dan tadi malam dia nelpon aku dan bilang kalau aku diterima bekerja di sini", terang Wina masih dengan santainya.
Sementara Rayyan malah meringis dalam hati. Kenapa jadi begini? Yang susah payah dihindari ternyata malah ada di sini. Bakalan tiap hari pula? Rayyan merasa pusing.
Akhirnya tanpa bicara apa-apa lagi ia kembali ke dapur dan melanjutkan pekerjaannya. Tetapi tak bisa dihindari kalau sekarang hatinya merasa dongkol. Dasar Eun-mi.. kenapa harus Wina?