Gadis suci harus ternoda karena suatu keadaan yang membuat dia rela melakukan hal tersebut. Dia butuh dukungan dan perhatian orang sekitarnya sehingga melakukan hal diluar batas.
Penasaran dengan ceritanya, simak dan baca novel Hani_Hany, dukung terus yaa jangan lupa like! ♡♡♡♤♤♤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Setibanya di bandara, Zain masuk ke bandara. Saat akan chek in tanpa sengaja Zain bertemu dengan Hasna adik Hana.
"Kamu mirip Hana, apa kamu adiknya Hana?" tanya Zain hati-hati.
"Iya kak. Maaf kakak siapa?" tanya Hasna kembali, sepertinya dia tidak begitu kenal dengan Pria yang ada dihadapannya.
"Kenal kan de, aku Zain. Teman kakak kamu Hana saat S2 di IAIN Palopo." ucap Zain sambil mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Hasna.
"Iya kak. Aku Hasna, adik kakak Hana." ucap Hasna ramah menerima uluran tangan Zain. Sampai dalam pesawat pun ternyata mereka duduk bersisian.
"Dari mana de?" tanya Zain penasaran sambil memasang sabuk pengamannya.
"Dari KKN kak di Morowali." jawab Hasna singkat. Dia tidak mudah akrab sama laki-laki bahkan tidak pernah pacaran.
"Kamu tidak tinggal bersama Hana ya?" tanyanya lagi sambil menyandarkan kepalanya di kursi. "Di bagian mana di Morowali de?" imbuhnya.
"Di kota kak. Iya saya kos kak sama teman sekelas." jawabnya singkat. Usai berbincang, Hasna memejamkan matanya untuk istirahat. Zain menatap Hasna dalam. "Cantik seperti Hana." batin Zain.
"Huft, kenapa aku ini? Bagaimana dengan Diana?" tanyanya dalam hati. "Urusan ku sekarang dengan ibu, semoga merestui kami." gumamnya penuh harap.
Setibanya di bandara Palopo mereka turun beriringan, tapi Hasna cuek saja. Zain hanya menatap heran pada adik temannya.
"Sebelas dua belas Hana dan Hasna. Tapi cewek begitu membuat penasaran." batinnya menatap punggung Hasna yang semakin menjauh keluar dari bandara. Ternyata Hana dan Hasyim yang menjemput Hasna.
"Hah ada Hana tuh! Jadi dia yang menjemput? Padahal aku mau menawarkan tumpangan untuk Hasna." gumam Zain pelan. Tepukan tangan dari belakang mengagetkannya.
"Hayo, kamu lihatin siapa?" tanya Inal penasaran sambil memandang jauh disana yang dipandang oleh sang adik. "Itu kah incaran mu? Boleh tuh! Pasti ibu setuju." celetuk Inal asal lalu menarik tangan Zain supaya cepat.
"Kok tarik-tarik sih bang. Santai napa!" ucapnya enteng.
"Nah kamu enak Zain, abang harus segera kerja tau!" ucap Inal ketus. Mereka pulang bersama, Inal dipindah tugas oleh sang ayah ke Palopo. Di Makassar ada yang mengurus usahanya disana, bahkan Zain akan ditempatkan disana.
"Zain, istirahat lah nak, ini masih petang." ucap ibu Rianti menyambut putra bungsunya yang baru pulang.
Berbeda dengan Diana yang berada di Morowali, dia sibuk dengan tugasnya sebagai guru dan dosen hingga lembur.
"Alhamdulillah akhirnya selesai juga." gumam Diana pelan serta membereskan berkasnya kemudian beristirahat.
"Apa Zain sudah sampai ya?" batin Diana mengingat Zain yang begitu romantis dengan ungkapan cintanya. Tak berselang lama Diana tidur dengan lelap. Dering alarm berbunyi membangunkan Diana dari tidur nyenyaknya.
"Sudah subuh." Diana bangkit menuju kamar mandi kemudian melaksanakan kewajiban dan tidak lupa berdoa. "Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, sebanyak apa pun rintangan yang engkau berikan pasti dapat ku lalui jika memang Zain adalah jodohku."
Usai berdoa, Diana mengaji beberapa menit. Kemudian dia bersiap memasak untuk sarapan karena dia harus segera berangkat ke sekolah. Diana diangkat sebagai wali kelas di SMP tempatnya mengajar, bahkan dia diajukan menjadi ketua kegiatan Keislaman di kampus.
"Maaf bu, saya tidak pantas menjadi ketua di kegiatan Keislaman, agama saya masih standar." tolak Diana halus.
"Lantas siapa ini yang akan menjadi Ketuanya?" tanya ibu Ramlah pada para anggotanya.
"Bagaimana kalau ibu Anita saja, saya pikir beliau lebih pantas." ucap Diana memberikan usul. Keputusan akhir adalah ibu Anita yang menjadi Ketua di kegiatan Keislaman.
"Alhamdulillah akhirnya kita sudah dapat Ketuanya." ucap ibu Ramlah penuh rasa syukur. Ibu Ramlah merupakan sosok pemimpin yang tegas, beliau sebagai Dekan pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Dalam fakultas tersebut membentuk pengajian untuk ibu-ibu dosen untuk meningkatkan kualitas keagamaan.
Usai dengan kesibukan Diana yang seharian penuh, akhirnya Diana dapat beristirahat. Saat di Mes, ponsel Diana berdering, tampil nama sang adik Dina.
"Iya dik." ucap Diana lesu sambil merebahkan badannya di atas kasur sederhana.
"Kakak kapan pulang?" tanya Dina. Deg.... "Kenapa Dina nanyain aku pulang ya? Kan belum cukup setahun aku disini." batin Diana heran.
"Kakak masih sibuk dik. Gimana kabar kamu, ibu dan ayah?" tanyanya sambil memejamkan mata.
"Kabar kami kurang baik kak." jawab Dina jujur. Langsung terbuka mata Diana, hilang lelah seketika dan dia terduduk.
"Semua baik² saja kan dik?" tanyanya penasaran. Jantungnya mulai berdetak kencang, Diana berdoa semoga semua baik² saja, pikirnya.
"Ibu kak, ibu sakit." jawab Dina lirih sambil terbata.
"Astaghfirullah. Sakit apa ibu dik, dimana sekarang?" tanya Diana panik. "Apa aku harus pulang? Sekarang sudah malam. Ya Allah." batin Diana menangis.
"Ibu sekarang di Puskesmas kak, tapi disuruh dibawa ke rumah sakit supaya mendapatkan pengobatan yang bagus." ungkap Dina jujur. Ibu sudah mewanti-wanti untuk tidak memberikan info pada Diana tapi Dina tidak tega.
"Jaga ibu baik-baik dik, ayah bagaimana?" tanya Diana lagi sambil duduk disisi kasur dengan perasaan kalut.
"Ayah sekarang jaga ibu kak, rencana besok pagi mau dibawa ke rumah sakit kak." Dina sudah sesenggukan, ya dia sekarang pulang saat libur kuliah meski hanya dua atau tiga hari.
"Tenang lah dik, Insya Allah ibu akan segera sembuh. Kamu doakan yang terbaik buat ibu yaa." ucap Diana menenangkan. "Insya Allah besok kakak pulang." imbuhnya.
"Baik lah kak. Pulang lah besok." akhirnya Dina lega karena sang kakak akan pulang besok. Telefon ditutup dan Dina masuk ke dalam kamar untuk tidur. Yang menjaga ibu Riana di puskesmas hanya ayah, karena hanya dibatasi oleh aturan puskesmas.