Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
note: cari cowo bucin mampus? langsung baca aja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
...****************...
Sudah satu minggu berjalan sejak kejadian buruk yang menimpa Anthea, dan sudah satu minggu pula Altair menginap di Mansion Millard.
Biasanya lelaki itu hanya akan menginap semalam, itu pun sesekali dan sangat jarang di banding seringnya Anthea menginap di istana.
Perlahan Anthea mulai bangkit dari traumanya. Bagaimana pun, hidup harus tetap berjalan, ia tidak bisa terus mengekang Altair, Ayah dan Kakaknya untuk terus berada di sisinya setiap saat, walau ketiga laki-laki itu sama sekali tak keberatan.
“Maaf kami baru bisa menjengukmu sekarang,” ujar Aru bersalah pada Anthea. Beberapa saat yang lalu ia dan Shenina baru tiba di kediaman ini.
“Tidak apa-apa, aku senang kalian berada di sini sekarang,” ujar Anthea tersenyum tipis, ia tak berbohong.
Kedatangan dua sahabat nya membuat perasaan Anthea sedikit membaik dari biasanya, keceriaan mereka seolah menyebar. Sedikit terkejut mendapati keduanya di sini, karena pasti sudah tak terhitung berapa cuti yang mereka ambil di akademi.
“Kau tau, di pesta Ressa kami tidak bisa tenang, Anthea. Harusnya kita berangkat bersama agar kau tidak mengalami penculikan itu,” ujar Shenina, lalu setelahnya raut Anthea sedikit berubah, gadis itu diam.
Menyadari itu, Aru segera menyenggol kaki Anthea di bawah meja. Sebelum masuk ke kamar Anthea, mereka sudah di peringati langsung oleh Altair agar tidak menyinggung apapun tentang malam itu, demi kesehatan mental Anthea.
Jangan sampai membuat Putri Anthea banyak pikiran, apalagi bersedih mengingat kejadian penculikan itu.
Suara Altair yang berucap dingin dengan sorot mata tajam terngiang di benak mereka, Shenina meringis memegang mulutnya yang asal bicara. Bisa habis Shenina di tangan sepupunya itu jika berani membuat Anthea bersedih.
“Ngomong-ngomong, ulang tahun mu kurang dari dua bulan lagi, kan?” Tanya Shenina bersemangat, setidaknya ia mengalihkan topik pembicaraan mereka.
Ah, ulang tahunnya. Anthea bahkan tidak mengingat itu.
“Bagaimana kau tau?” Tanya Anthea.
“Tentu saja Istana sudah mulai mempersiapkannya, ini kan pesta kedewasaan Putri Mahkota kita,” Jawab Shenina tersenyum. Keluarganya yang masih berkerabat dengan Kerajaan tentu tau.
“Lupakan pesta Ressa yang sudah berlalu. Segeralah sembuh, Anthea. Ada banyak yang harus kau persiapkan untuk pesta kedewasaan mu,” ucap Aru tak kalah antusias.
Anthea memperhatikan luka di lengannya yang masih berbekas, walau mulai mengering. Tak hanya di sana, hampir seluruh tubuhnya berbekas.
“Bagaimana aku bisa keluar dengan penampilan seperti ini?” tanya Anthea, keluar kamar saja ia malu dengan keadaan seperti ini.
Shenina menyipitkan matanya kesal, “Kau ini bicara apa sih?” Pasalnya itu hanya bekas yang sebentar lagi akan hilang, tak mengganggu wajah cantik Anthea yang paripurna.
“Pasti tabib kerajaan akan meresepkan obat untuk bekas itu, percayalah sebentar lagi akan hilang, tidak perlu mengkhawatirkan nya,” Ujar Aru menenangkan.
Anthea mengangguk, ya memang ia yang terlalu kepikiran. Meskipun pengobatan zaman ini belum modern, tapi tak bisa di ragukan. Apalagi Anthea yang di obati langsung oleh seorang saint, sihir saja masih ada di abad ini.
“Aduh, aku harus mengenakan gaun model apa??” ujar Shenina memegang sisi pelipisnya.
“Gaun mu yang melebihi satu ruangan besar itu masih membuatmu bingung?” Tanya Aru sarkas.
Dengan segera Shenina mengangguk, “Terlalu banyak pesta akhir-akhir ini dan kedepannya. Aku harus memesan gaun baru lagi!”
“Ah, Gaun untuk pesta pernikahanmu bahkan belum aku persiapkan!” Ujar Shenina histeris menatap Aru. Ia melupakan bahwa sedang menjenguk orang yang tengah sakit sekarang.
Awalnya mereka pikir yang akan menikah duluan di antara ketiganya adalah Anthea, mengingat Anthea sudah bertunangan sejak lama. Tak di sangka Aru yang bahkan belum bertunangan sudah menetapkan tanggal pernikahannya. Karena mereka benar-benar di jodohkan, bahkan belum pernah bertemu.
Ngomong-ngomong, calon suaminya adalah sahabat Altair, Draka. Yang tengah berada di medan perang sejak dua bulan belakangan. Hanya perang kecil karena ada wilayah yang melakukan pemberontakan di teritorial keluarga Draka.
“Aku yang akan mempersiapkan gaun untukmu nanti, bodoh.” Caci Aru, kesal sekali karena Shenina cukup pelupa.
Shenina dan Anthea akan menjadi bridesmaid di pernikahan Aru nanti, tentu akan memakai gaun yang senada.
“Oh iya, aku lupa,” ujar gadis itu tersenyum tanpa dosa.
Perdebatan kecil kedua temannya cukup Anthea rindukan, sepertinya ia tak bisa kembali ke Akademi dalam waktu dekat ini karena pemulihannya.
Setelah beberapa jam, Aru dan Shenina pamit pergi. Sore ini mereka akan kembali ke akademi, waktu izin mereka hanya satu hari untuk menjenguk Anthea, sehingga keduanya tak dapat menginap.
Tak lama dari kepergian teman-temannya, pintu kamar Anthea kembali di buka dari luar. Menampilkan Antair yang tanpa permisi langsung memasuki kamar Anthea dan duduk di tepi ranjang.
“Ada apa?” Tanya Anthea kala melihat wajah Altair yang sedikit tak mengenakkan.
Altair tak menjawab, dan Anthea tak lagi bertanya.
Setelah sedikit keheningan di antara mereka, Altair berdecak kesal. Apa yang bisa diharapkan dari Anthea-nya yang begitu tidak peka?
“Bagaimana bisa dua orang itu memonopoli mu seharian ini,” ujar Altair langsung mengutarakan kekesalannya.
Pasalnya, para gadis itu sudah sejak pagi bersama Anthea, sampai hari menjelang sore ini. Bagaimana Altair tak kesal, ia tak bisa menghabiskan waktu dengan Anthea.
“Mereka kan melihat keadaanku, Altair,” Anthea menghela nafas, “Lagi pula, kau pasti memiliki beberapa pekerjaan yang tertunda karena harus menemaniku,” Lanjutnya.
Mendengar itu, Altair mengerutkan dahi tak suka,” Tentu saja menemani Anthea harus aku dahulukan daripada pekerjaan,” ucapnya.
“Sebenarnya, keadaanku sudah cukup membaik. Kau sudah bisa kembali ke istana, apalagi Ayah akan selalu di mansion dan menemaniku beberapa hari kedepan.”
Seketika Altair melupakan kekesalannya beberapa saat yang lalu, “Anthea mengusirku?”
Anthea memutar bola matanya malas, “Bukan, Altair.”
“Lalu,? apa Anthea lupa kemarin masih tidak mau membiarkan ku keluar kamar barang selangkah pun? Anthea lupa begitu nyamannya tidur di pelukanku? Anthea lupa aku selalu menc—“
“Diam, tidak perlu kau lanjutkan!” potong Anthea kesal mendengar lelaki itu mengungkit-ungkit.
“Anthea yakin tidak perlu aku temani tidur lagi?” Tanya Altair keras kepala.
Anthea memukul wajah laki-laki itu pelan, “Kau yang diam-diam masuk ke kamarku!” Jawabnya.
Baiklah, hari pertama di mansion setelah pengobatannya, Anthea memang minta di temani tidur oleh Ares. Pagi nya Altair langsung protes, baginya Anthea dan Ares sudah sama-sama dewasa, tidak boleh tidur bersama lagi.
Anthea menurut, lagi pula menurutnya ia tidak begitu takut tidur sendirian karena di kamarnya sendiri Anthea merasa aman. Namun, setiap malam Altair selalu menyelinap masuk dan pergi ke kamar laki-laki itu sendiri saat menjelang subuh.
Altair tertawa pelan, “Tapi, Anthea tetap nyamankan tidur bersamaku?” tanyanya, senang sekali menggoda tunangannya dan melihat ekspresi kesal Anthea.
“Kau memaksa, padahal sudah aku usir,” jawab Anthea tak terima, “Jangan bahas itu, tidak baik jika sampai ke telinga Ayah.”
Jika di istana, mungkin tidak akan ada yang cepu Anthea mau tidur sekamar pun bersama Altair hingga pagi, semua orang tunduk pada perintah Pangeran Mahkota itu. Tapi, ini bukan wilayah Altair, bisa gawat jika ada pelayan mansion yang tau Altair setiap malam menyelinap ke kamarnya, walaupun tak berbuat macam-macam. Ya, palingan hanya satu macam.
Altair tersenyum miring, “Bukankah bagus? Duke pasti akan segera menikahkan kita. Tidak perlu menunggumu berusia 18 tahun.”
“Bagus untukmu,” cibir Anthea.
“Besok, kembali lah ke istana, Altair,” ujar Anthea kembali ke topik awal mereka.
“Tidak mau,” jawab Altair santai, ia menerjang Anthea dengan pelukannya, meskipun sudah terbiasa, jantung Anthea tetap tidak aman jika mereka di posisi seperti ini.
Anthea menghela nafas kasar, “Aku tau Raja sudah mengirimkan surat langsung agar kau segera kembali ke Istana.” Ujar Anthea.
Altair dengan perlahan melepaskan pelukan mereka, “Tau dari mana?” Padahal Altair sudah menutup rapat agar Anthea tidak tau itu.
“Kemarin Ares yang mengatakannya, Raja menitipkan pesan padanya.” Jawab Anthea, Ares yang sering bolak balik istana karena pekerjaannya menjadi penitipan oesan paling terpercaya Raja untuk anak sulungnya itu.
“Kembalilah, aku sudah baik-baik saja, Altair. Pasti ada banyak pekerjaan yang kau tinggalkan karena mengurusku,” ujar Anthea sedikit tak enak, bagaimana pun ia melihat kesulitan asisten Altair membawakan pekerjaan laki-laki itu bolak balik dari Istana ke kediamannya, yang jaraknya tidak dekat.
“Sst, sudah aku katakan, kan. Menemani Anthea lebih penting dari pekerjaan itu.” Ujar Altair meletakkan telunjuknya di depan bibir Anthea.
“Kembali, ya? Kau bisa kesini lagi kapan pun kan.” Ucap Anthea sedikit membujuk.
Kalau sudah begini, mana bisa Altair menolak lagi. Laki-laki itu menghela nafas kasar, menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Anthea.
“Paling benar kita menikah saja, Anthea akan selalu dalam jangkauanku.” Gumam Altair.
Anthea menatap wajah laki-laki itu sebentar, sebelum tangannya mengusap lembut rambut Altair di pelukannya.
Ya, jika memang ada pernikahan untuk kita, jawab Anthea dalam hati.
***
tbc.
kyk orang punya penyakit anxiety, sibuk dengan pemikiran sendiri..
terlalu terpaku pada novel, malah jadinya dia sendiri yg bakal buat altair menjauh..