Dokter Heni Widyastuti, janda tanpa anak sudah bertekad menutup hati dari yang namanya cinta. Pergi ke tapal batas berniat menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi pada Bumi Pertiwi. Namun takdir berkata lain.
Bertemu seorang komandan batalyon Mayor Seno Pradipta Pamungkas yang antipati pada wanita dan cinta. Luka masa lalu atas perselingkuhan mantan istri dengan komandannya sendiri, membuat hatinya beku laksana es di kutub. Ayah dari dua anak tersebut tak menyangka pertemuan keduanya dengan Dokter Heni justru membawa mereka menjadi sepasang suami istri.
Aku terluka kembali karena cinta. Aku berusaha mencintainya sederas hujan namun dia memilih berteduh untuk menghindar~Dokter Heni.
Bagiku pertemuan denganmu bukanlah sebuah kesalahan tapi anugerah. Awalnya aku tak berharap cinta dan kamu hadir dalam hidupku. Tapi sekarang, kamu adalah orang yang tidak ku harapkan pergi. Aku mohon, jangan tinggalkan aku dan anak-anak. Kami sangat membutuhkanmu~Mayor Seno.
Bagian dari Novel: Bening
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 - Sebutan "Mandul"
"Ya, enggak apa-apa. Artinya belum rezeki kita. Sebagai manusia kita hanya berusaha dan berdoa. Selebihnya serahkan pada Tuhan. Lagi pula sudah ada Aldo dan Aya. Semoga kamu tetap bahagia dengan kehadiran mereka," jawab Seno dengan lugas.
"Aku sangat sayang sama Aldo dan Aya, Mas. Mereka sudah seperti anak kandungku sendiri. Tapi sebagai istri pastinya aku pengin banget kasih kamu anak dari rahimku sendiri. Dulu, aku sempat dikatain mandul sama beberapa kerabat Mas Wisnu, mendiang suamiku. Jujur, aku takut enggak bisa nyenengin kamu dengan kehadiran anak dari rahimku."
"Hei..."
Seno seketika membalikkan tubuh Dokter Heni. Dan benar dugaannya, mata istrinya itu kini sudah tampak berembun. Ia bisa merasakannya setelah mendengar nada bicaranya istrinya yang mulai terdengar sendu. Pasti tak lama istrinya itu akan menangis. Dan tebakannya akurat.
"Jangan nangis. Jangan bersedih, Sayangku. Anak itu kuasa Tuhan. Diberi atau tidak, aku tidak akan memaksa. Satu lagi siapa yang bilang kamu mandul tadi? Sebagai dokter, kamu pasti tahu caranya membuktikan dirimu memang mandul atau tidak. Apa dahulu kamu sudah pernah memeriksa dirimu atau mungkin mendiang suamimu?" tanya Seno seraya menghapus air mata yang terlanjur menetes di pipi istrinya.
Dokter Heni pun akhirnya bercerita pada Mayor Seno bahwa dahulu ia dan mendiang Wisnu sudah sempat melakukan rangkaian tes dan pemeriksaan di rumah sakit. Hasilnya dinyatakan sehat semua. Hanya saja hingga Wisnu berpulang karena kecelakaan lalu-lintas, ia tak juga diberi keturunan.
Alhasil beberapa bulan setelah kematian Wisnu, dirinya memutuskan pindah rumah ke luar kota. Ia tak bisa hidup dengan tenang di lingkungan yang menurutnya toxic. Sebab selalu memojokkan dirinya yang dianggap mandul bahkan pembawa sial sehingga menyebabkan Wisnu meninggal dunia di usia muda.
"Nah, kamu sudah periksa dan dinyatakan sehat. Jadi enggak perlu urus omongan orang lain. Apalagi yang hobi julid. Walaupun itu kerabat sendiri sekali pun. Kita hidup enggak minta makan sama mereka. Biarkan saja mereka berkata apa pun soal diri kita. Lebih baik kita banyak berserah diri pada Sang Pencipta. Jika pun Tuhan belum mengabulkannya, artinya kita berdua disuruh sibuk pacaran terus sekalian besarin Aldo dan Aya agar mereka jadi anak yang sukses."
"Makasih, Mas telah sudi untuk mengerti akan kondisiku. Semoga Mas selalu menepati janji untuk terus percaya dan cinta sama aku. Walaupun Tuhan semisal tidak memberikan anak dari rahimku,
"Love you Bundanya Aya. Jangan nangis lagi," ucap Seno penuh kelembutan seraya telapak tangannya menghapus buliran air mata yang terlanjur menetes membasahi pipi Dokter Heni.
"Love you too, Mas Senoku."
Obrolan pagi keduanya pun berakhir indah dengan sebuah pelukan dan ciuman hangat, bukan ciuman yang penuh hasrat. Namun hal itu justru membuat Dokter Heni semakin merasa dicintai oleh Mayor Seno. Menaruh harapan besar pada suaminya bahwa ia merasa dilindungi dan tak akan dikecewakan di masa depan. Namun perjalanan hidup ke depan seperti apa, tidak ada yang tahu kecuali Tuhan.
☘️☘️
Kepulangan Dokter Heni di rumah dinas disambut penuh riuh. Aya terus mengomeli Papanya.
"Papa pasti ajak Bunda main ke semak-semak tidak jelas. Sudah tahu di hutan itu pastinya banyak binatang buas. Ngapain Bunda diajak main di sana !!" sengit Aya mengomeli Mayor Seno.
Mbok Jum dan Fatih hanya bisa terkikik geli melihat tingkah lucu Aya di ruang tamu bersama Mayor Seno dan Dokter Heni.
"Bukan salah Papa kok. Bunda begini karena kurang hati-hati," ucap Dokter Heni berusaha membela Seno. Walaupun faktanya memang begitu tetapi Aya tak akan mudah percaya begitu saja.
"Bunda enggak usah belain Papa terus. Nanti takutnya Papa keenakan di atas angin. Uh.."
Mayor Seno hanya diam dan pasrah di ruang tamu mendengar omelan putri cantiknya itu. Namun ia terus menampilkan senyum bahagia di raut wajahnya karena Dokter Heni membelanya terus di depan Aya.
"Sini peluk Bunda sama Papa. Kita kangen Aya loh,"
"Oh, ya?"
"Iya dong, Nak. Papa kangen banget sama Aya yang cantik,"
"Kalau Bunda aku percaya seratus persen. Kalau Papa bilang kangen aku, hmm.... meragukan. Biasanya tanda-tanda bakal ada udang dibalik tepung," cicit Aya seraya menatap wajah Seno dengan serius. Tingkahnya sungguh menggemaskan mirip detektif cilik.
"Haha..." tawa Mayor Seno.
"Udang dibalik tepung mah itu rempeyek udang, Aya. Enak banget pastinya. Apalagi kalau bikinan Bunda. Suka nagihin," ujar Mayor Seno melirik Dokter Heni seraya terkekeh dan mengedipkan mata seakan memberikan kode Sandi Morse dalam tanda kutip. Yang dibalas delikan tajam dari mata Dokter Heni.
Ibu-ibu sesama prajurit yang tinggal di komplek yang sama, juga berkunjung ke rumah Mayor Seno untuk menjenguk Dokter Heni. Keluarga kecil itu pun sangat bahagia karena merasa punya banyak saudara tak sedarah di tapal batas yang memperhatikan dan menyayangi mereka.
Tawa keluarga kecil itu terus mengudara. Bahkan setiap hari selalu ada tingkah pola Aya yang membuat Dokter Heni semakin mencintai putri sambungnya itu.
Sejak hari itu, Aya sudah tidur sendiri di kamarnya. Sedangkan Dokter Heni tidur di kamar utama bersama Mayor Seno. Yang selalu diisi acara malam hari terkadang serangan fajar yang melenakan di atas ranjang. Terutama ketika Seno di rumah.
Dokter Heni kini sudah kembali bertugas seperti sedia kala karena luka pada lengan dan kakinya sudah sembuh.
Menjelang acara pelantikan kenaikan pangkat sekaligus jabatan baru untuk Mayor Seno, lelaki ini jarang berada di rumah. Sering bertugas di luar kota. Sebagai istri prajurit, Dokter Heni sangat memahami resiko seperti ini yakni harus siap menjalani kehidupan LDR an.
Jika Mayor Seno tak di rumah, maka Aya akan tidur dengan Dokter Heni. Hubungan suami istri ini tetap berjalan dengan baik karena komunikasi via udara pun tetap lancar walaupun terpisah jarak yang cukup jauh. Seno sendiri yang sering memiliki inisiatif menghubungi Dokter Heni terlebih dahulu. Walaupun rasa percaya pada istrinya yang sekarang sudah ada, namun tak dapat dipungkiri rasa trauma diselingkuhi ketika LDR an itu tak mudah hilang begitu saja di benak Seno.
Alhasil ia tetap percaya pada Dokter Heni. Hanya saja lebih suka membuktikan sendiri dengan sering melakukan video call pada istrinya ini sekaligus kangen dengan Aya di rumah. Ada Mbok Jum dan Fatih yang juga ia percaya ketika dirinya harus berjauhan dari anak dan istrinya.
☘️☘️
Dua minggu kemudian, asrama Akmil, Magelang.
"Aldo," panggil petugas jaga setengah berteriak.
"Siap Ndan," jawab Aldo seraya bergegas berlari menuju ke arah petugas jaga yang memanggilnya.
"Ada ibu kamu datang berkunjung di depan. Segera temui dan pastikan jangan lama-lama. Ingat, ini bukan hari kunjungan keluarga. Kalau bukan karena ibumu datang berkunjung pakai bawa-bawa kode khusus dari Kolonel Gani, mana mungkin aku mau mengizinkan bertemu di luar hari kunjungan. Nantinya kalau terus-terusan seperti ini, bisa dianggap enteng sama orang tua siswa lainnya untuk melanggar aturan. Paham kamu!"
"Paham, Ndan. Laksanakan," jawab Aldo dengan tegas khas gaya prajurit.
Aldo berjalan dengan langkah cepat menuju ruangan khusus ke tempat Manda, ibu kandungnya berada. Tatapan tak bersahabat dari Aldo terus terpancar di raut wajahnya sepanjang langkah kaki putra sulung Mayor Seno itu berderap.
"Untuk apalagi dia ke sini? Cari mati!" batin Aldo geram.
Ceklek...
Derit pintu ruangan khusus dibuka dan didorong oleh Aldo secara kasar. Seketika...
Bersambung...
🍁🍁🍁
bukan sukarela seperti yg km bilang
beneran apa bener teteh author
🤭🤭🤭
lo itu cuma mantan
buanglah mantan pada tempatnya
dasar racun sianida
💕💕👍👍
tampan se-kecamatan
🤣🤣🤣
🤦🤦🤦🤦
🤭🤭🤭🤭