Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Arumi ingin telepon mertua menanyakan tentang Davin, tetapi semenjak Malika pergi, belum punya keberanian untuk itu. Namun, hari ini Arumi memberanikan diri.
"Hallo Arumi..."
"Hallo juga Ma..." Arumi lega karena mertuanya menjawab lembut, dan terdengar senang. Itu artinya Davin baik-baik saja, tetapi Arumi belum lega jika belum menanyakan. "Eemm... Mas Davin sudah tiba di sana, Ma?"
"Belum Rum, Mama juga lagi menunggu. Kamu apa kabar Arumi?"
"Baik Ma"
Setelah saling tanya kabar, Arumi menjelaskan kebenaran tentang kepergian Malika, khawatir mertuanya terhasut. "Sebenarnya saya mengajak Mas Davin pindah Ma, bukan mengusir Malika" lanjut Rumi.
"Mama percaya sama kamu Rum, Mama tahu seperti apa keponakan Mama, kemarin Mama memang sempat syok, tapi kan sekarang Malika sudah di rumah Mamanya"
"Terimakasih Ma" Arumi benar-benar plong, yang ia khawatirkan tidak terjadi. Perkara orang tua Malika percaya atau tidak itu urusan belakangan.
Mereka ngobrol panjang lebar menceritakan tentang Adel yang saat ini sudah tidur, hingga beberapa saat kemudian, Arumi menyudahi percakapan.
Untuk menghibur diri sambil menunggu telepon dari Davin, Arumi ke dapur. Lebih baik membuat cemilan untuk Adel daripada otaknya terisi penuh oleh Davin. Tiba di dapur, Arumi mendengar percakapan Yanti bersama bibi.
"Enak banget kalau nggak ada Malika ya Bi, hati ini damai dan tenteram" tutur Yanti. Wanita berbeda usia itu sedang santai duduk di bawah tangga dapur. Inilah salah satu keuntungan dua art itu karena tidak ada mandor di rumah ini. Biasanya jika ada Malika, ini salah, itu salah, padahal sudah selesai pekerjaan tetapi jika ketahuan duduk, Malika marah-marah.
"Iya sih... tapi kamu tidak boleh begitu, walaupun bagaimana dia itu keponakan Nyonya Rose yang selalu baik dengan kita" Bibi menasehati tetangga satu kampung itu.
"Iya Bi, mudah-mudahan wanita itu tidak kembali. Dengan begini pekerjaan kita berkurang" jujur Yanti.
"Bibi sama Mbak Yanti sedang apa?" Arumi mengejutkan mereka.
"Eh, Non Arumi, maaf Non pekerjaan sudah selesai" Yanti seketika berdiri diikuti bibi, mereka tidak enak hati karena hanya duduk-duduk saja.
"Santai saja Bi, Mbak..." Arumi tersenyum menatap Yanti yang nampak gugup.
"Saya mau membuat cemilan untuk Adel Bi" Arumi membuka kulkas.
"Saya bantu Non" bibi bersama Yanti segera menghampiri Arumi.
Kentang, wortel, daun bawang, telur, tepung panir dan tepung maizena sudah terkumpul. Bibi merebus kentang, Yanti memotong sayuran.
"Mama..." panggil Adel dengan suara serak khas bangun tidur.
"Sayang sudah bangun... Sini, Mama lagi membuat kue" Arumi melambaikan tangan kepada Adel yang masih berdiri di anak tangga.
"Mau pipis..." Ucapnya, sambil menggerakkan panggul sepertinya sedang menahan pipis.
"Mari ke kamar mandi Non" Yanti segera berlari menggendong Adeline yang sebenarnya masih malas bangun. Yanti mengantar ke kamar mandi, tidak lama kemudian kembali.
"Mama... Kuenya sudah bisa dimakan?" Adel memandangi bulatan bahan-bahan yang sedang Arumi pulung-pulung kemudian digulingkan ke tepung panir.
"Belum, sekarang Mama goreng dulu" Arumi menggoreng hingga coklat kekuningan, sementara bibi lanjut membulatkan.
"Kuenya sudah matang, tapi tunggu dingin dulu sayang" Arumi meletakkan piring di atas meja.
"Iya Ma"
Kriing... kriiing... Kriing...
Hape yang Arumi kantongi kemana-mana berdering, ia terburu-buru merogoh saku celana, berharap suaminya yang telepon.
Benar saja, Arumi menggeser layar handphone karena Davin video call. Aruma senang menatap suaminya yang tengah tersenyum kepadanya. Dan duduk santai di sofa, tapi juga sebal karena Davin tidak juga telepon. "Maaasss... kemana sajaaa..." Arumi berseru heboh. Hingga bibi dengan Yanti saling pandang. Istri majikannya yang pendiam itu bisa juga berteriak.
"Kamu semangat sekali pasti sedang rindu aku" Davin terbahak-bahak.
"Jangan percanda, aku disini kebingungan tahu, katanya mau telepon cepat, tapi mana? Bukankah Mas Davin seharusnya sudah tiba sejak kemarin pagi" Kata Arumi sampai menahan napas karena bicaranya panjang sekali.
"Aku kemarin langsung ke rumah Malika Rum, di sana itu sulit sekali signal" Davin mengatakan jika saat ini baru saja tiba di kediaman orang tuanya.
"Oh, terus-terus, bagaimana" Arumi segera duduk di kursi meja makan, ingin segera tahu tanggapan keluarga Malika.
"Tenang saja Rumi, sudah aku jelaskan apa masalahnya" Davin menceritakan jika kedua orang tua Lika mengerti. "Masalah Malika jangan dipikirkan, biar Aunty yang menasehati" pungkas Davin lalu menanyakan Adel.
Arumi mengarahkan layar hape ke arah Adel yang tengah meniup kue sudah tidak sabar ingin makan.
"Hai, Papa..." Adel melambaikan tangan.
"Hai. Sayang... lagi apa?"
"Lagi makan kue buatan Mama" celoteh Adeline. Keluarga itu ngobrol jarak jauh hingga kurang lebih setengah jam.
"Arumi... Aku tidak langsung pulang, ya" Davin mengatakan akan menunggu oma yang sedang sakit hingga beberapa hari, baru akan kembali ke Indonesia.
"Nggak apa-apa Mas, hati-hati di sana" Arumi mengakhiri obrolan.
Sejak hari itu Davin dengan Arumi selalu komunikasi melalui handphone. Hingga 5 hari sudah Davin berada di negara A.
Suatu hari Arumi mendapat telepon dosen harus datang ke kampus. Ia menghubungi Davin ingin minta izin, tetapi handphone Davin tidak aktif. Arumi lalu telepon Rose.
"Davin sudah dalam perjalanan pulang Rum, makanya hape nya tidak aktif. Mama telepon juga tidak bisa. Kalau mau ke kampus pergi saja" tutur Rose.
Arumi terkejut seketika diam. Davin sedang dalam perjalanan pulang? Tetapi mengapa tidak memberi kabar? Pikir Arumi, tetapi ia berpikir positif, mungkin saja Davin akan memberi kejutan.
"Rumi, kamu masih di situ"
"Iya Ma, terimakasih" Arumi mengucap salam sebelum menutup handphone, kemudian menemui Adel di kamar.
"Mama mau ke kampus sebentar, Adel di rumah sama Mbak Yanti dulu ya sayang..."
"Kampus itu apa Ma? Adel mau ikut" Adeline cemberut.
"Kampus itu tempat sekolah, Mama tidak lama kok"
"Oh... sekolahan" Adel langsung paham jika ke sekolah tidak boleh mengajak anak. Kemudian mengizinkan Arumi pergi.
Setelah menitipkan Adel kepada Yanti, Arumi pergi dengan motornya menuju kampus.
"Arumiiii... apa kabar?" Teman dekat Arumi di kampus sewaktu kuliah itu langsung merangkul Arumi. "Kamu enak tinggal wisuda Rum, sedangkan aku masih perbaikan terus..." sahabat Arumi itu sedih.
"Semangat dong, aku kemarin hampir saja mangalami nasib seperti kamu, skripsi aku hampir saja tidak selesai" Arumi menuturkan pengalamannya gara-gara iseng bekerja skripsinya terbengkelai.
"Kamu kan tinggal wisuda Rum, untuk apa ke kampus?"
"Aku dipanggil dosen, kalau gitu aku menemui dosen dulu ya" Arumi meninggalkan temannya. Ia pamit Adel hanya sebentar, tidak mau membuang waktu.
"Selamat pagi Pak" ucap Arumi menemui dosen pembimbing ke kantor, lalu berjabat tangan.
"Selamat pagi" jawab dosen menyilakan Arumi duduk. "Kok tumben kamu menemui saya, ada yang perlu saya bantu?" Pertanyaan Dosen mengejutkan Arumi.
"Bukankah Bapak telepon saya, agar datang ke kampus" Arumi bingung dan aneh.
"Tidak Rum, memang kamu tidak mengenali suara saya" dosen mengatakan setelah Arumi menyelesaikan skripsi tidak pernah menghubungi Arumi.
"Tapi yang menghubungi saya tadi nomor telepon Bapak, kecuali Bapak sudah ganti" Arumi mengecek handphone lalu menunjukkan nomor yang menghubunginya dua jam yang lalu.
"Itu memang nomor saya Rum, tapi sumpah, saya sama sekali tidak telepon kamu" Jujur dosen. Lalu berpikir jika hape miliknya ada yang menggunakan ketika ia tinggalkan di meja kerja. Ketika baru tiba di kantor, dosen langsung ke toilet. Pak dosen itu memang tidak pernah mengunci hape.
"Tapi untuk apa Pak" Arumi tidak mengerti.
"Saya tidak tahu Rumi"
Kriing... Kriiing... kriiing...
Saat sedang kebingungan hape Arumi berdering, Arumi segera mengangkat.
"Assalamualaikum..." Jawab Rumi ternyata Yanti yang telepon.
"Non... hiks hiks hiks. Non Adeline hilang Non..."
"Apa??
...~Bersambung~...