Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Salting
Usai sampai ke depan pintu gerbang rumah Salsha, perempuan anak SMA itu turun dari motor Zidan. Lelaki berjaket jeans hitam melepas helmnya karena melihat kedua orang tua Salsha berada di teras rumah.
"Salsha masuk langsung ganti baju, kita ke rumah mbah sekarang." ucap Mira, ibunda Salsha.
Salsha mengangguk nurut, sebelum melangkah masuk perempuan yang masih memakai seragam sekolah terbalut sweater meninggalkan peringatan untuk Zidan.
"Lain kali gak usah jemput dan ikutin gue lagi, gue udah gede bisa jaga diri sendiri. Dan gue gak suka sama cowok yang suka main kasar, tempramental." gumam Salsha kemudian langsung pergi.
Zidan yang mendengar peringatan jelas itu tersenyum ikhlas. Karena memang nyatanya berita miring tentang dirinya belum terhapus di berbagai media hingga di dalam topik pembicaraan orang-orang.
"Dan kamu, segera ganti baju di kamar mandi umum sebelah rumah saya. Antarkan Salsha ke rumah mbahnya, karena mobil saya membawa banyak barang." tutur Andra, sang ayahnya Salsha.
Salsha berhenti melangkah begitu mendengar ucapan ayahnya. Dalam hatinya ia merutuki kata-katanya yang menyuruh Zidan untuk menjauhinya. "Oh, baik Om. Kalau begitu Zidan mau ganti baju dulu." pamit lelaki itu turun dari motornya sambil menggendong tas sekolahnya.
Setelah dua remaja itu selesai ganti baju, Mira dan Andra pun masuk ke dalam mobil pribadi mereka. Zidan menatap pintu gerbang yang belum terbuka lebar, sehingga membuatnya berinisiatif membuka gerbang supaya bisa muat untuk keluar mobil kedua orang tua Salsha.
Salsha sendiri menghampiri Zidan sesudah mobil orang tuanya pergi lebih dulu. "Gak usah sok baik deh lo, anak motor ngakunya anak tongkrongan. Belagu banget bersikap sopan depan orang tua gue. Nanti kalau keseringan ke rumah gue, langsung kelihatan watak aslinya yang main kasar kalau gak diturutin apa maunya." kata Salsha sinis.
Zidan hanya diam sembari duduk di atas motornya untuk siap melakukan perjalanan malam ke rumah mbahnya Salsha.
"Penilaian masing-masing orang kan berbeda, gak papa kalau lo ngerasa gue bisa main kasar. Pendapat orang itu bebas, lo punya hak buat nilai gue kayak apa." jawab Zidan dengan nada biasa saja.
Mendengus kesal, Salsha memutar matanya malas mendengar ocehan Zidan. "Udah, buruan gak usah banyak omong. Cape gue liat muka lo terus, ketemu sama lo terus. Besok jangan muncul di depan mata gue kalau bisa."
"Iya, besok gue usahain. Tapi gue gak bisa janji ya." jawab Zidan.
Padahal gue mulai suka sama lo, Sal. Tapi kalau kehadiran gue cuma ganggu, gue bakal menjauh biar lo hidup tenang dan gak jadi incaran musuh-musuh gue. Batin Zidan.
"Cepetan!" ketus Salsha refleks memukul punggung Zidan tepat di bagian yang sakit terkena besi tadi sore.
Lelaki itu hanya meringis kecil. Ia tahan rasa sakitnya namun rasanya justru semakin perih. Zidan juga menduga bahwa lukanya benar-benar sedikit serius.
"Sshh ... Mau mukul kalau bisa jangan di punggung, Sal. Bukannya gimana, cuma kerasa perih banget."
Salsha terdiam sejenak untuk berpikir seberapa sakitnya punggung dipukul menggunakan besi.
"Ya gue minta ma-"
"Enggak, bukan gak boleh mukul gue. Boleh lo mukul tapi kalau bisa jangan di punggung, karena masih perih. Nanti kalau udah sembuh lo boleh mukul punggung gue." ucap Zidan dengan suara begitu lembut.
Nyaris ingin menangis, Salsha mati-matian menahan air mata yang hampir menetes. "Kenapa lo lembut banget sih?" tanya Salsha heran.
Zidan menarik gas motornya karena hari sudah malam. Takutnya ia dimarahi oleh kedua orang tua Salsha.
"Karena diajarin sama ayah kalau ngomong sama perempuan gak boleh ngebentak meskipun mungkin lagi dalam keadaan emosi banget. Terus kata bunda hati perempuan itu kan lembut banget. Jadi kalau kesentil satu kata menyakitkan, perempuan itu bakal sedih atau gak langsung nangis diam-diam." jawab Zidan sambil fokus mengendarai motornya.
Salsha mengangguk di belakang lelaki berjaket jeans tersebut. "Tapi lo viral main kasar ke cewek, dan cewek itu pacar lo sendiri." ujar Salsha.
Di dalam helm full face nya Zidan tersenyum. "Ya namanya juga lagi diuji, Sal. Udah dua tahun belum bisa nemuin bukti kalau gue gak begitu orangnya, dan yang paling sakitnya lagi orangtua gue pun percaya sama berita itu." Lagi-lagi Salsha dibuat merasa bersalah pada Zidan.
"Kadang ngerasa sedih sih, cuma balik lagi buat apa Tuhan kasih ujian ke makhluk ciptaannya kalau memang mereka gak mampu? Ya, mungkin untuk sekarang gue belum nemuin aja buktinya, nanti pasti ada saatnya semuanya terjawab. Karena gue percaya, Tuhan tahu apa yang gue butuhin bukan apa yang gue inginkan." Perkataan Zidan sungguh benar-benar masuk ke dalam lubuk hati seorang Salsha.
"Oh iya, lo anak motor yang sering tawuran kan? Berarti lo udah biasa jadi buronan polisi?" tanya Salsha.
Zidan justru terkekeh mendengarnya. "Gue bukan anak motor, Sal. Andaran itu cuma nama sambungan dari gue, Erlangga sama Andi. Yang artinya adalah pertemanan. Kalau misalkan kita pernah tawuran, itu udah pasti gue gak ada sekarang. Karena prinsip gue, anggota Andaran gak boleh ada yang terluka selain gue."
Salsha tersentuh oleh perkataan Zidan. "Lo masih kuat buat ke rumah mbah gue gak? Kalau enggak, gak papa kok, daripada lo lagi sakit gini pasti cape naik motor terus." ucapnya karena sedikit khawatir dengan keadaan lelaki itu.
Zidan tersenyum. "Gue gak papa, cuma punggung perih sedikit. Lo pengen mukul? Atau kedinginan?"
"Enggak. Lo kenapa lembut banget sih?!" ketus Salsha menjitak helm yang dipakai Zidan.
Lelaki tersebut meringis lalu tertawa kecil. "Ya emangnya kenapa? Gue emang lembut, gak bisa ngebentak terus gue juga gak bisa kasar ke cewek."
"Oh iya, hijab lo gak ada yang lebih panjang gitu? Biar lebih terjaga, karena gue lebih suka lo pakai hijab lebih tertutup." lanjut Zidan.
"Ada sih, besok deh gue pakainya. Emangnya lo suka sama yang tertutup gitu ya?" tanya Salsha.
Zidan masih fokus mengendarai motornya. "Enggak juga sih, cuma gak tau kenapa gue tenang liat perempuan kalau perempuan itu pakai hijab sama pakaian yang lebih tertutup gak sekedar baju lengan panjang gitu."
Salsha hanya mengangguk mengerti, "lo gak suka pecicilan atau ledekin teman dan cewek-cewek, gitu?"
"Gue orangnya diam, kalau ngeliat temen pada bercanda ya gue ikut bercanda tapi gak berlebihan. Kayak apa sih, sewajarnya aja gitu. Bercanda gue pun ada waktunya." jelasnya.
Di belakang tubuh Zidan dengan aroma wangi parfum lelaki itu, diam-diam Salsha mengulum bibir menahan salah tingkah ingin berteriak sekencang mungkin.
Asem arghh!! Kenapa lo tipe gue banget sih, Zid?! Anjir, udah kalem, baik dan dewasaa! Tolong gue Mei, ini cowok tipe gue banget woi lah! Jantung gue gak aman! Gimana kalau ternyata nih cowok jodoh gue?! Huaa! Batin Salsha pipinya seketika memerah seperti udang kepanasan.
Tangannya juga mengepal keras sebab menahan salah tingkah yang terlalu tinggi. Namun, tiba-tiba otaknya mengirim ingatan ke hatinya seolah rekaman berita tentang Zidan bersikap kasar terhadap pacarnya di dua tahun lalu.
Rasa salah tingkahnya mendadak lenyap. Wajahnya kini berubah menjadi datar. Tangannya kembali melemas seperti semula.
"Monica mantan lo kan?"
"Bukan mantan, dia adik sepupu gue. Gue gak mau pacaran, karena gue tau jadi laki-laki itu sedikit susah nahan nafsu. Gue gak mau merusak, ke cewek siapapun itu." jawab Zidan serius.
"Ooh ... Jadi git-"
"Makanya gue suruh lo pakai hijab panjang, baju panjang, biar gak dilirik cowok-cowok yang gak bener. Gue bilang begini karena gue menjaga lo, juga menjaga gue. Meskipun gue dikenalnya seorang anak geng motor, bukan berarti gue gak tau soal batasan cowok sama cewek."
Sontak jawaban Zidan membuat Salsha berdecak kagum. Tak henti-hentinya ia memuji pemikiran Zidan yang sesuai dengan tipenya.
"Gila, lo tipe gue banget, Zid." lirih Salsha keceplosan.
"Hah?"