Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.
Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 - Pulang (Terpaksa)
Mikhail tidak pernah bercanda dengan ucapannya, dan jika dia mengingingkan segala sesuatu maka harus dia dapatkan saat itu juga. Tujuan awal dia datang memang hanya untuk memastikan, akan tetapi nalurinya berkata lain.
Tidak tahu tempat dan tak peduli keadaan. Zia memalingkan muka dan memilih diam ketika di perjalanan pulang. Meski tak sekasar itu tetap saja cara Mikhail membuatnya kaget.
Belum begitu larut dan jam kerjanya belum selesai, mungkin besok akan banyak pertanyaan yang datang padanya lantaran menghilang saat dia masih benar-benar dibutuhkan.
Mikhail bukan hanya menghukumnya tiba-tiba melainkan menyeretnya pulang dengan paksa. Bajunya sengaja Mikhail robek hingga terpaksa dia pulang dengan jaket pria itu malam ini.
"Tunggu, aku antar," ucap Mikhail menahan pergerakan tangan Zia. Mobil baru saja berhenti dan dia sudah cepat-cepat melepas seatbelt.
"Tidak perlu, bisa sendiri," jawabnya ketus dan menepis tangan Mikhail.
Pria itu menghela napas pelan, nampaknya Zia benar-benar marah. Meski Zia sudah menolaknya mentah-mentah dia tetap turun dan mengikuti langkah Zia yang dipaksakan cepat padahal nyatanya tidak bisa.
"Kenapa masih ikut? Aku bilang bilang bisa sendiri."
Pemilik mata bulat itu menghentikkan langkahnya, menatap sebal Mikhail yang kini berada di belakangnya dengan jarak yang tak begitu jauh. Tatapan matanya berbeda, bukan penuh gairrah ataupun amarah seperti sebelemnya, melainkan kekhawatiran.
"Sakit?" tanya Mikhail justru membahas hal lain, sejak tadi tatapannya hanya fokus pada langkah Zia yang terlihat berbeda.
Enggan menjawab, mau bagaimana dia jelaskan. Sebagai pelaku, harusnya Mikhail sadar apa yang dia perbuat pada gadis belia itu. Dia masih terlalu muda untuk mengimbangi Mikhail, dan jelas tidak akan bisa semudah itu dia terbiasa karena sebelumnya Zia tak pernah melakukan hal gila sedikitpun.
"Tidak menjawab berarti iya," ungkapnya kemudian tanpa basa basi menggendong Zia ala bridal style.
"Saya bis...."
"Bisa sendiri? Iya paham kamu memang bisa sendiri, tapi sakit! Iya kan?" Dia bertanya seraya menatap wajah Zia yang memerah. Dugaannya benar dan kini dia benar-benar memilih diam.
Sedikit ragu, namun tangannya menuruti kata hati dan melingkar di leher Mikhail. Bukan karena apa-apa, jangan pernah bicara tentang cinta karena saat ini hatinya masih dipenuhi amarah. Valenzia spontan melakukan itu karena takut jatuh dan akan tidak lucu jika tulang ekornya rusak malam ini.
Sementara di lain hati, Mikhail merasa Zia memang mengingikannya. Pria itu menarik sudut bibir dan mulai melangkah begitu pelan, sengaja mengulur waktu dan Zia dalam gendongannya mungkin tengah mengumpat dalam hati.
"Bapak bisa cepet sedikit? Kapan sampenya kalau begini?"
Pada akhirnya pertanyaan itu terdengar juga di telinga Mikhail, pria itu terkekeh kala melihat betapa kesalnya wajah Zia saat ini.
"Tidak bisa, kan kamu tau sendiri aku tidak terbiasa jalan kaki ... apalagi menanjak begini, lututku rasanya hampir lepas."
Entah bagian mana yang pura-pura, jika memang Mikhail tidak terbiasa jalan kaki kenapa nekat menggendongnya. Akan tetapi lelahnya Mikhail tadi siang juga menjelaskan kalau dia tidak berbohong.
"Kalau begitu turunkan...."
"Mau kuantar pulang ke kos temanmu atau malam ini tidur bersamaku?" tanya Mikhail menghentikan langkahnya dan dia sengaja memberikan Zia dua pilihan itu karena memang mulutnya tidak bisa diam.
"Pulang," jawabnya cepat seraya mendelik tak suka, ucapan Mikhail benar-benar lebih mengerikan daripada tagihan pinjaman online.
"Jangan banyak bicara lagi kalau tidak mau kubawa pulang," tutur Mikhail berhasil membuat Zia susah payah menelan salivanya, dia sudah beranjak dewasa dan ucapan Mikhail masih berhasil membuat Zia takut layaknya bocah.
Jika tadi siang dia tak hentinya mengeluh, malam ini Mikhail tak memperlihatkan dia lelah ataupun mengutuk lingkungan tempat tinggal Zia. Meski memang langkahnya sedikit lambat, akan tetapi itu adalah sebuah kesengajaan karena ingin berlama-lama memeluk tubuh Zia sebenarnya.
"Makan yang bergizi, Zia, kamu terlalu kurus."
"Bapak jangan body shamming ya, udah dua kali bilang saya kurus ... kurus-kurus begini juga Bapak naf*su sama saya!!"
Mulai berani, Zia mengutarakan kekesalannya kali ini. Sungguh, dia sangat tidak suka seseorang membahas kekurangan fisiknya.
"Hahahaha, mulutmu."
Jawaban asal Zia membuatnya tergelak, dia tidak bermaksud menghina akan tetapi Zia menganggap kepedulian Mikhail sebagai celaan.
"Sshhuutt!! Jangan keras-keras!! Ibu kosnya galak dibilangin, nanti yang diusir bukan cuma Bapak, tapi saya!"
Sedikit heran juga kenapa pria itu tak punya rasa malu dan tertawa sesukanya. Valenzia sejak tadi was-was ada yang melihatnya, sementara Mikhail seakan sengaja memancing perhatian orang.
"Bagus dong, kita tinggal berdua saja bagaimana?" tanya Mikhail menatap jauh tanpa arah kemudian melanjutkan langkahnya.
"Bapak jangan ngaco deh," tuturnya menatap sekeliling, mereka hampir sampai dan takut sekali jika Erika belum tidur kemudian melihat kelakuannya.
Mikhail belum berlalu, dia menunggu Zia membuka pintu dengan hati-hati seolah takut ada orang lain yang terganggu.
"Bapak ngapain masih nunggu? Pulang kan udah malem," ucap Zia pelan-pelan. "Oh atau mau jaketnya sekarang ya? Bentar-bentar," sambung Zia kemudian baru.
"Tidak, aku hanya ingin melihatmu masuk ... jaketnya simpan saja," ujar Mikhail usai mengulas senyum halus.
Zia sejenak tertegun, berusaha memahami situasi untuk beberapa saat. Siapa sebenarnya yang kini dia lihat, beberapa waktu lalu memaksa layaknya pria yang kesetanan. Dan kini sosok itu hilang dan terganti dengan tatapan teduh dan senyum menenangkan.
"Istirahat yang cukup, jangan paksakan kemana-mana jika masih sakit." Baik sekali bukan? Dia lupa yang membuat Zia tersiksa adalah dirinya sendiri.
"Zia?!! Kamu sudah pulang?" teriak seseorang dari dalam dan bisa dipastikan itu Erika, si paling banyak tanya.
"I-iya!! Kamu belum tidur?"
"Aku kekunci di kamar mandi!! Bukain dong tolong!!"
"Hah?!!"
Tbc
Hari ini beneran tiga!!✨ Doain MT baik-baik saja ya.
Siang ini, author bawa rekomendasi novel buat dibaca sementara Zia up🤗