Kecelakaan sang kakak membuat dirinya tidak punya pilihan lain selain menikahi calon kakak iparnya sendiri.Pernikahan tanpa cinta yang dia jalani ternyata harus melatih kesabarannya.Dan itulah yang harus dia lakukan.Ali bin Abi Thalib pernah berkata:"Yakinlah,ada sesuatu yang menantimu setelah sekian banyak kesabaran yang kau jalani,yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit."
Azalea itulah namanya,wanita berkerudung panjang dengan kecantikan luar biasa yang dia sembunyikan dari balik cadarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33 : Sindiran halus
Adam sudah kembali ke kota,tiga hari ia habiskan di pesantren membuat pikiran dan jiwanya kembali tenang.Sekarang saatnya kembali ke rutinitas semula,penuh dengan kesibukan.
***
Brawijaya Hospital.
Hari senin,hari yang tidak di sukai banyak orang,di mana awal di mulainya pekerjaan pekerjaan yang melelahkan hingga berakhir di akhir pekan.Begitupun yang sedang Adam lakukan saat ini,bergelut dengan banyaknya pasien pasien yang akan melalui proses pembedahan,di mulai sejak pagi hingga menjelang siang,dan di lanjutkan hingga matahari hilang di gantikan dengan bulan yang bersinar cukup terang.Ya,Adam selesai tepat di jam delapan malam.Tubuhnya terasa remuk,berdiri berjam jam bukanlah hal yang mudah,tapi itu sudah konsekuensi pekerjaan,ia hanya berharap lelahnya terbayarkan di akhirat kelak.
Adam berjalan menyusuri lorong rumah sakit,berencana segera pulang merebahkan tubuhnya yang seharian ia pakai untuk bekerja.
Di dekat pintu keluar tidak sengaja ia bertemu dengan dokter Sammy.
"Selamat malam dok."Sapanya.
"Malam dokter Adam,baru pulang?"
"Iya dok,hari ini jadwal lagi full."Adam membalas dengan senyumannya.
"Ya begitulah,terkadang memang sewaktu waktu kita akan di hadapkan pada kesibukan yang luar biasa."Tambah dokter Sammy.
"Oiya,bagaimana kabar Lily?"Lanjutnya.
"Sejauh ini,masih aman dok."
"Puji Tuhan,tapi dokter Adam tidak boleh lalai,lusa aku ada jadwal kosong,bawa Lily,biar aku periksa.
"Baik dok."
Dokter Sammy adalah dokter senior bedah onkologi yang merawat Lily.Dokter Sammy jugalah yang tempo hari mengatakan jika Lily sudah tidak bisa di operasi.
***
Dua hari kemudian.
Sesuai permintaan dokter Sammy,Adam membawa Lily untuk bertemu dengannya.
Pemeriksaan kembali di lakukan,melihat bagaimana perkembangan tumor yang bersarang di kepala Lily.
Dokter Sammy keluar dari ruangan dengan wajah yang tidak tertebak.
"Bagaimana dok?"
Dokter Sammy menghela nafas kasar.
"Sama seperti sebelumnya,tidak ada yang bisa kita lakukan untuknya."
Ekspresi Adam pun sama dengan dokter Sammy.
"Tapi Lily termasuk yang kuat,biasanya di situasi seperti ini,pasien hanya bisa berada di tempat tidur,sudah tidak bisa melakukan apapun."
"Iya dok."
"Azalea itu siapa?"Tanya dokter paruh baya itu kemudian.
"Adiknya dok."
"Sepanjang pemeriksaan tadi,puluhan kali ia menyebut nama itu.Kalau boleh tau,adiknya di mana?"
"Azalea sedang berada di Mesir dok,dia kuliah di sana."
Terlihat dokter Sammy menganggukkan kepala.
"Apa yang di katakan Lily dok?"Adam penasaran.
"Intinya,ia berterima kasih pada adiknya,hanya itu yang bisa saya tangkap."
Adam terdiam,setelah beberapa saat,ia akhirnya pamit.
"Terima kasih banyak untuk waktunya dok."Ucap Adam begitu akan mengantar Lily pulang.
"Sama sama dokter Adam."
***
Masih di Brawijaya Hospital.
Adam mendorong kursi roda Lily menuju tempat parkir,karena obat belum di tebus,Adam menitipkan Lily pada mama Irene yang turut mengantar mereka.
Adam berlalu menyisakan mama Irene yang berdiri sambil memegangi kursi roda Lily.
Mungkin karena sedang terburu buru,seorang wanita tanpa sengaja menabrak mama Irene,hingga ponsel di genggamannya ikut terjatuh.
"Maafkan saya bu."Ujar wanita tadi.
"Iya tidak apa apa,lain kali kalau jalan hati hati."Kesal mama Irene,belum melihat siapa wanita yang menabraknya karena lebih fokus mengambil ponsel yang terjatuh di samping kursi roda.
"Iya Bu,sekali lagi saya minta maaf ya."Tukas wanita dengan kerudung panjangnya,masih berusaha meminta maaf karena semua ini memang murni kesalahannya.
Mama Irene mengangkat kepalanya dan di saat itu juga,raut wajah kesalnya berubah pias.
"Ibu tidak apa apa kan?"Wanita itu kembali bertanya.
Mama Irene salah tingkah,tangannya gemetar,untuk mengurangi rasa gugup yang tiba tiba datang,mama Irene mencengkeram kuat pegangan untuk mendorong kursi roda itu.
"I..iya tidak apa apa bu."Mama Irene terbata.
"Alhamdulillah,kalau begitu saya permisi bu."Lanjutnya,ia memang sedang buru buru.
"Iya.."
Wanita tadi kembali berjalan tergesa,mama Irene sampai tidak berani menoleh hanya untuk melihat kepergiannya yang berbeda arah.
"Mata itu_"
Mama Irene sekali lagi menguatkan pegangan nya.Ingatan dua puluh tahun silam menari nari di pelupuk matanya,panik,takut,kesemuanya menjadi satu.
Beruntung Adam segera datang,dan mama Irene bisa kembali tenang.
"Ayo ma."
"A..ayo."
***
Kediaman Arisandy.
"Apa kata dokter mas?"
Lily sudah di pindahkan ke tempat tidur oleh dua orang perawat yang menjaganya satu kali dua puluh empat jam.
"Tidak banyak,dokter Sammy menyarankan agar kamu tidak terlalu banyak berfikir."Ujar Adam,sedikit berbohong demi kebaikan itu tidak apa apa.
Lily diam,kemudian melanjutkan lagi.
"Jangan membohongi ku hanya untuk menyenangkan hatiku mas,aku tau seberapa parah penyakitku,jadi berterus terang mungkin akan lebih baik,agar aku lebih mempersiapkan diriku."Ujar Lily tersenyum.
Tatapan Adam berubah sendu.Lily yang ia kenal dulu sekarang jauh berubah,penyakit ganas yang ia derita merubahnya berfikir lebih matang.Dia sudah tau jika waktunya tidak akan lama.
"Mas,boleh minta tolong?"
"Apa itu?"
"Ada tasbih di laci lemari ku,tolong ambilkan."
Adam menuruti permintaan Lily,kemudian mendekati lemari dan mengambil apa yang Lily minta.
Adam memegang tasbih itu,tasbih yang serasa tidak asing baginya.
"Ini."Adam menyerahkan pada Lily.
"Makasih mas,tasbih ini pemberian Lea,sudah lama aku mencarinya,tapi baru aku ingat kalau menyimpannya di lemari."
Ternyata benar,penglihatan Adam tidak salah,tasbih merah itu pernah ia lihat tiga belas tahun lalu dan terakhir di lihatnya saat memandangi foto cantik istrinya saat bertandang ke pesantren.
"Tasbihnya cantik sekali."Ujar Adam.
"Iya mas,ini tasbih kesukaan Lea,katanya,abi yang belikan saat abi ibadah umroh."
Sejurus,Adam menatap Lily yang sedang bahagia.
"Kenapa semua tentang Azalea kamu bisa ingat?"Adam penasaran.
Lily mengangkat bahunya.
"Entahlah,tapi otak sakit ku hanya memikirkannya."Lanjutnya tersenyum.
"Kenapa tidak coba kamu telpon?"
Lily menggeleng.
"Dia sibuk,aku tidak ingin mengganggunya,lagian dia akan kaget saat aku menghubunginya,karena kami tidak seakrab itu untuk saling bertanya kabar."
"Oiya mas,kamu pernah bertemu dengan Lea kan?"
Deg...
"Tentu saja."
"Dia sangat cantik kan?"
"Mana aku tahu?"Bohong Adam.
"Iya ya,aku lupa kalau ia mengenakan cadar."Kembali Lily tersenyum tipis.
"Kadang aku bertanya tanya."Lily berhenti sejenak.
Adam masih menunggu perkataan Lily selanjutnya.
"Kenapa Lea berbeda dengan ku?"
"Maksudmu berbeda?"
"Dia terlampau cantik mas,kulitnya juga sangat putih,belum lagi matanya. Matanya itu sangat unik,di keluarga besar Arisandy,tidak ada yang seperti itu.Mungkinkah kami tidak ada hubungan darah?"
Adam kaget dengan hipotesa Lily.Tapi Adam pun tidak membantah,karena apa yang di katakan Lily ada benarnya,terlebih perlakuan berbeda yang di tunjukkan mama Irene tentu menambah kecurigaan Adam.
"Jangan terlalu banyak berfikir,nanti kepalamu sakit."Hanya itu yang Adam katakan.
"Aku terkadang iri,kecantikan hati dan paras yang ia miliki sungguh membuatku membencinya."
"Tapi itu dulu,sebelum aku akhirnya mengerti,seperti apa seorang Azalea,kelembutan tutur katanya,kasih sayangnya meski terkadang aku acuh padanya.Bagaimana ia begitu dekat dengan Allah,semua itu membuatku terkesima.Andai aku laki laki,aku pasti sudah jauh hati padanya."
Deg..
Seperti tertampar,Adam merasa jika Lily saat ini sedang menyindirnya.
...****************...
.selamat berjuang adam menemukan istrimu kembali
bagus, aku suka