cerita sampingan "Beginning and End", cerita dimulai dengan Kei dan Reina, pasangan berusia 19 tahun, yang menghabiskan waktu bersama di taman Grenery. Taman ini dipenuhi dengan pepohonan hijau dan bunga-bunga berwarna cerah, menciptakan suasana yang tenang namun penuh harapan. Momen ini sangat berarti bagi Kei, karena Reina baru saja menerima kabar bahwa dia akan pindah ke Osaka, jauh dari tempat mereka tinggal.
Saat mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan alam dan mengingat kenangan-kenangan indah yang telah mereka bagi, suasana tiba-tiba berubah. Pandangan mereka menjadi gelap, dan mereka dikelilingi oleh cahaya misterius berwarna ungu dan emas. Cahaya ini tampak hidup dan berbicara, membawa pesan yang tidak hanya akan mengubah hidup Kei dan Reina, tetapi juga menguji ikatan persahabatan mereka.
Pesan dari cahaya tersebut mungkin berkisar pada tema perubahan, perpisahan, dan harapan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Kembali bersama dan pertarungan mematikan telah tiba.
Mentari telah sepenuhnya tenggelam di ufuk barat, meninggalkan langit malam yang dihiasi bintang-bintang berkelap-kelip. Di kejauhan, samar-samar terdengar dentuman gelegar perang yang masih berkecamuk. Cahaya api unggun di dalam rumah kayu menerangi wajah-wajah tegang penghuninya: Kei, Reina, Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong. Aroma kayu bakar dan tanah basah memenuhi ruangan, bercampur dengan aroma teh herbal yang baru saja diseduh Reina. Namun, aroma itu tak mampu menenangkan kegelisahan yang meliputi mereka semua.
"Hei Reina," suara Lu Bu, berat dan rendah seperti gemuruh guntur, memecah keheningan. Keningnya berkerut, matanya tajam menatap Reina yang wajahnya pucat pasi. "Mengapa ekspresimu berubah setelah mendengar nama-nama itu? Padahal kau yang paling bersemangat menanyakan siapa yang akan diturunkan ke dunia ini?"
Reina menunduk, jari-jarinya memainkan pinggiran cangkir tehnya. Suara yang keluar dari bibirnya gemetar, “Mereka berdua… Akasi Hanna dan Masachika Kenzi… adalah temanku… di masa depan. Kami berempat… menghabiskan banyak waktu bersama… Mengapa mereka juga diturunkan ke dunia ini?” Air matanya mengancam untuk tumpah. Bayangan peperangan di luar seolah-olah semakin nyata, semakin dekat dengan kenyataan pahit yang harus mereka hadapi.
Ashinamaru, yang bersemayam di dalam jiwa Reina, bersuara pelan, penuh penyesalan, “Maaf sebelumnya, kami tidak memberitahu kalian.”
"Tapi… bagaimana mereka bisa sampai di sini?" tanya Reina, suaranya sedikit lebih tegas, namun tetap terdengar rapuh. Kekhawatirannya bukan hanya tentang kedatangan sahabatnya, tetapi juga tentang dampak yang mungkin ditimbulkan oleh kekuatan mereka di tengah pertempuran yang belum usai. Bayangan pedang dan tombak yang beradu di luar semakin jelas di benaknya.
“Sama seperti kamu dan Kei,” jawab Ashinamaru, suaranya masih dipenuhi penyesalan. “Mereka juga masuk ke dalam pondok kayu di taman Grenerry. Aku dan Ashura melacak Hanna dan Kenzi di Jepang sepanjang kalian bertarung. Saat mereka tiba, mereka mencari keberadaan kalian yang menghilang secara misterius…”
Reina menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Tidak apa-apa… justru aku senang… dan juga sangat khawatir…" Senyum tipis menghiasi bibirnya, namun matanya masih berkaca-kaca.
Kei, yang selama ini selalu tenang dan dingin, bersuara datar, “Apakah mereka… juga memiliki kekuatan dewa?” Tatapannya tetap dingin, namun ada sedikit getaran di dalamnya. Dia melihat bayangan peperangan di luar, mendengar jeritan dan teriakan yang samar-samar, dan merasakan beban berat yang harus dipikulnya.
“Ya,” suara Ashura dari dalam jiwa Kei menggema di ruangan, berat dan berwibawa. “Mereka juga memiliki kekuatan dari bawahan-Ku dan Ashinamaru.”
Keheningan menyelimuti ruangan sesaat. Bayangan peperangan di luar semakin terasa nyata, semakin dekat dengan mereka. Kei dan Reina saling berpandangan. Wajah mereka memudar, bukan karena takut, tetapi karena memikirkan kemungkinan lain. Hanna dan Kenzi… lebih romantis dari mereka. Kekuatan dewa yang mereka miliki… mungkin akan menarik perhatian satu sama lain.
Reina berbisik kepada Kei, “Kei… kamu memikirkan hal yang sama sepertiku…”
Kei mengangguk, wajahnya yang biasanya dingin kini terlihat pucat. “Sepertinya iya…”
Chen Gong, dengan suaranya yang lembut, menyela, “Wah… ekspresi kalian sangat persis. Aku ingin tahu apa yang kalian pikirkan…”
“Jangan kepo!” seru Kei dan Reina bersamaan, membuat Lu Lingqi terkekeh pelan.
Lu Lingqi berbisik kepada Lu Bu, “Ayah… mereka terkadang sangat blak-blakan, ya…”
Lu Bu menjawab dengan bisikan yang cukup keras sehingga Kei dan Reina mendengarnya, “Tapi juga menarik…”
“Apa yang menarik?!” tanya Kei dan Reina bersamaan, dengan ekspresi mengancam.
Lu Bu dan Lu Lingqi terlihat gugup. "Itu...ha...tidak apa apa kok...hihi..." ucap gugup Lu Lingqi, lalu Lu Lingqi menyenggol Lu Bu dengan sikunya. Lu Bu berusaha menutupi kegugupannya dengan tawa yang sedikit dipaksakan. Dalam hati, Lu Bu berkata, “Di saat bertarung, mereka selalu datar… tapi sekarang… mereka sangat seram… Aku menghormati kekuatan mereka… tapi ekspresi mereka… sungguh… ingin sekali aku pukul dengan tanganku sendiri.”
Angin bergemuruh, sebuah simfoni dahsyat yang mengguncang rumah kayu hingga ke pondasinya. Deburannya seperti ratapan raksasa, mengiringi kedatangan yang dinanti dan ditakuti. "Ha… apa ini… anginnya sangat kencang sekali…" keluh Lu Bu, suaranya berat, tertekan oleh tekanan angin yang semakin menjadi-jadi. Rumah kayu itu bergetar, seakan-akan akan hancur berkeping-keping. Itu adalah pertanda. Kenzi dan Hanna akan segera tiba.
Keenam penghuni rumah kayu itu—Kei, Reina, Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong—berhamburan keluar. Angin berputar-putar, menari-nari di sekitar mereka, membawa debu dan daun-daun kering beterbangan. Di tengah pusaran angin itu, sebuah pintu megah, berkilauan dengan ukiran-ukiran rumit, muncul entah dari mana. "Pintu apa itu…" gumam Zhang Liao, matanya membulat tak percaya.
Pintu itu terbuka dengan bunyi kreak yang nyaring, mengiris keheningan malam. Dari baliknya, Kenzi dan Hanna melangkah keluar, sosok mereka tampak samar-samar dalam cahaya redup yang diterangi oleh kilatan petir di kejauhan. Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong tercengang. Ramalan Ashura dan Ashinamaru terbukti benar. Namun, bagi Kei dan Reina, emosi yang jauh lebih kompleks membanjiri hati mereka.
Reina dan Hanna saling memandang, tatapan mereka dipenuhi kerinduan yang begitu dalam. Reina menutup mulutnya dengan kedua tangan, air mata haru berjatuhan membasahi pipinya. "H… Hanna!" suaranya tercekat, bergetar karena emosi yang tak terbendung. Dia berlari kecil ke arah Hanna, langkahnya ringan namun penuh semangat.
Hanna, tak mampu membendung air matanya yang mengalir deras, membalas panggilan Reina. "Reina…!" Dia berlari kecil, bergabung dengan Reina dalam pelukan yang hangat, penuh dengan kerinduan yang telah lama terpendam. Tangis mereka menyatu, menjadi satu kesatuan emosi yang menyayat hati. Suara hik dan seseg terdengar jelas di tengah gemuruh angin.
"Kemana saja kau selama ini… kami sangat mengkhawatirkan kalian berdua…" Hanna terisak-isak di pelukan Reina.
"Maafkan aku, Hanna… telah membuat kalian khawatir… tapi aku sangat senang sekali bisa bertemu dengan kalian berdua…" Reina memeluk Hanna erat-erat, merengek seperti anak kecil yang kehilangan ibunya.
Sementara itu, Kenzi dan Kei saling berhadapan. Kenzi, dengan senyum sedikit menyindir, berkata, "Yo… Kulkas… senang bertemu denganmu kembali… bagaimana penampilanku sekarang? Apakah aku tampak makin sangar?" Suaranya berat, bernada sedikit menantang.
Kei menunjuk ke arah Lu Bu yang berdiri di belakangnya, "Huh… coba tanyakan kepada tuan berbadan besar yang ada di belakangku…"
Kenzi berjalan mendekati Lu Bu, suaranya berubah menjadi lunak namun tetap berwibawa, "Salam, Panglima Perang Lu Bu yang agung. Perkenalkan, namaku Masachika Kenzi… senang bertemu dengan Panglima Perang…" Ada sedikit getaran hormat dalam suaranya.
Lu Bu, sedikit canggung, bertanya, "Hei, nak Kei… seberapa terkenal aku di masa depan?"
Kei menjawab dengan datar, "Sangat terkenal, bahkan seisi dunia tahu tentang Anda…"
Lu Bu tertawa keras, bangga dengan dirinya sendiri. Namun, tawa itu segera terhenti. Kei bertanya, suaranya dingin dan tajam, "Apa yang mereka lakukan setelah aku dan Reina menghilang?"
Kenzi menarik napas dalam-dalam sebelum mulai bercerita. "Cih… di saat kalian berdua menghilang, banyak kejadian yang cukup mengerikan. Dimulai dari papa Reina yang lolos dari penjara dan berniat untuk membunuh Reina dan mamanya. Tapi ayahmu tahu akan gerak-gerik papa Reina, yang membuat pertengkaran antara papa Reina dan ayahmu terjadi. Pertengkaran itu berakhir dengan kematian papa Reina; ayahmu menghajarnya sampai tak berdaya. Lalu, ayahmu diancam hukuman mati. Dua minggu setelah kalian menghilang, dia dieksekusi. Kata-kata terakhirnya… ‘Semoga Kei dan Reina kembali dan menyiram makamku…’ Itulah kata-kata terakhirnya." Kenzi menatap Kei dengan tatapan simpati. Suaranya berat, penuh dengan kesedihan.
Suara tangis Kei memecah kesunyian malam. Sosok Kei yang selalu tenang dan dingin itu runtuh, air mata berjatuhan membasahi pipinya. "Ayah… mengapa semua ini terjadi… mengapa?!" Dia terduduk, berteriak ke langit malam yang gelap gulita. Kekuatan Ashura di dalam dirinya lepas kendali. WHOOSH, sayap iblis besar muncul di punggungnya, tanduk iblis tumbuh dari kepalanya, wajahnya berubah menjadi setengah manusia setengah iblis. Aura kegelapan memenuhi sekitarnya.
Reina, Hanna, Kenzi, Lu Bu, Lu Lingqi, Zhang Liao, dan Chen Gong terkejut. Lu Bu berteriak, "Gawat! Sepertinya sosok iblis Kei keluar! Bersiap untuk bertarung! Pastikan Kei tidak terluka!" Suara clang tombak Lu Bu yang diayunkan terdengar nyaring.
Lu Lingqi, dengan gugup, memegang erat pedang panjang nya dan sebuah perisai besar. Reina, khawatir, berlari ke arah Kei, tetapi Kei, dalam keadaan tak terkendali, menyerang Reina dengan dua pedang iblisnya. SHING, SHING, suara pedang yang tajam menciptakan gelombang kejut kegelapan yang besar. Hanna dan Kenzi menangkis serangan itu, namun mereka terpental beberapa meter. THUD, THUD, suara tubuh mereka yang jatuh ke tanah.
Lu Lingqi panik, berlari menghampiri mereka, "Kalian baik-baik saja?"
Reina, dengan suara sedih, menjawab, "Aku baik-baik saja…"
Lu Lingqi yang peka dengan perasaan Reina, amarah nya membara, "Kau...berani sekali kau menyerang Reina!" ucap Lu Lingqi dengan suara lantang, berlari ke arah Kei dan WHOOSH, dia melompat ke arah Kei, pedang nya siap menghantam. Namun, Kei terlalu cepat. Dia mencekik Lu Lingqi dan melemparkannya ke arah Lu Bu. THUMP, Lu Lingqi jatuh di samping ayahnya.
Lu Bu, melihat anaknya disakiti, mengamuk. ROAR, "Kau...huaahh!!" dia berlari ke arah Kei, tombaknya siap menghantam. CLANG, ayunan tombak Lu Bu yang dahsyat dihentikan oleh Kei. Gemuruh angin yang kuat mengiringi benturan itu. WHOOSH, Kei menggenggam tombak Lu Bu dan melemparkannya bersama Lu Bu. THUD, Lu Bu jatuh di dekat anaknya.
"Reina... dengar aku... hancur kan kristal yang berada di depan dada Kei... segera...! " instruksi Ashinamaru dengan suara panik.
Reina, tau bagaimana cara untuk mengembalikan Kei, berteriak, "Teman-teman… hancurkan kristal hitam yang terletak di dada Kei…"
Lu Bu bangkit, "Huh… sepertinya ini pertarungan yang sangat menghibur…" Dia mengusap pipinya yang kotor.
Reina, dengan suara lantang, "Baiklah semuanya… maju!" Pertempuran melawan iblis Kei telah dimulai.