Seorang pria muda yang sedang menunggu interview dan seraya menunggu panggilan, dia memilih meluangkan waktunya untuk menjadi driver ojek online, tapi pria yang bernama Junaidi ini cukup apes dan apesnya ini bukan hanya sekali dua kali, tapi berkali-kali.
Singkatnya, pada malam itu pria muda tersebut tengah terburu-buru untuk mengantarkan pesanannya, tanpa sengaja, dia menyerempet nenek tua yang sedang menyebrang jalan.
Bukannya menolong, dia justru acuh tak acuh dengan alasan takut diberi bintang satu jika terlambat datang.
Namun, siapa sangka kalau nenek yang dia serempet bukanlah sembarang nenek dan setelah malam itu, mata batinnya terbuka. Inilah KUTUKAN SEMBILAN PULUH SEMBILAN HARI yang harus Junaidi terima.
Cerita ini merupakan karya fiksi murni. Nama tempat, kejadian dan karakter yang disebutkan tidak memiliki koneksi dengan kenyataan dan hanya untuk tujuan kreatif semata ditulis oleh Tsaniova.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsaniova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Ibu
Tak ada yang bisa Suster Dina lakukan selain menangis dan dia menggeliat, tak mau mahluk menjijikkan itu menyu*su padanya, sungguh hatinya sangat sakit, ternyata dirinya dijadikan tumbal oleh pimpinan.
Mendengar suara berisik tersebut membuat pimpinan yang berbadan kurus itu segera menutup mulut tumbalnya menggunakan sapu tangan. "Mungkin, kalau kamu nggak terlalu ingin tau, kamu masih bisa bekerja dengan baik di sini, ingat kata-kata saya, rasa ingin taumu memperpendek umurmu!" ucapnya dengan datar.
Sementara tuyulnya yang tengah kehausan dan kelaparan itu menyu*su dengan begitu lahapnya, dia terus menyedot darah Suster Dina sepuasnya sebelum diajak keliling untuk bertugas oleh Tuannya.
Pimpinan yang berhati dingin itu mengambil kursi untuknya duduk, dia ingin melihat wanita yang sudah membangkang bahkan sampai membawa orang asing ke rumahnya tanpa seizinnya itu menderita.
Setelah dipaksa menyu*sui tuyul, sekarang Suster Dina merasa lemas dan saat tuyul itu sudah turun dari ranjang, dia sangat ingin menutup pakaian bagian atasnya, tapi apalah daya, tangan dan kakinya terikat. Dia hanya bisa menggeleng ketakutan berharap akan ada yang menolong.
Tapi, mengingat peraturan pimpinan yang ketat membuat Suster Dina merasa tidak memiliki harapan, siapa yang akan datang? Bahkan anggota keluarga pun dilarang untuk menjenguk Suster yang bekerja di rumah tua tersebut.
Harapannya adalah Junaidi, tapi apakah pria yang berprofesi sebagai pengusir arwah itu akan menolongnya? "Haaaaaaaaa... hiks... hiks," tangisnya seraya menggeleng.
"Ternyata, jeritan dan tangisan dari kamar bawah tanah adalah jeritan para tumbal, sekarang aku salah satu yang pimpinan tumbalkan, aku mengutukmu! Neraka Jahanam tempatmu!" teriak Dina dalam hati.
Karena tenaganya hampir habis membuat wanita sintal itu tak berdaya, dia pun tak sadarkan diri.
****
Esok paginya, seperti biasa. Pemandangan di halaman rumah tua yang asri itu begitu indah dengan beberapa lansia yang duduk di kursi roda tengah disuapi sarapan oleh susternya masing-masing.
"Keluar, saya mau keluar dari sini," pinta seorang lansia yang sudah berbadan sangat kurus kering, tersisa hanya bagian tulang dan kulitnya saja bahkan dia sudah dipensiunkan dari tugasnya untuk menyus*ui salah satu tuyul sang pimpinan karena sudah tidak ada lagi yang diharapkan dari tubuhnya yang kering kerontang itu.
Menggunakan sisa tenaganya, wanita tua yang rambutnya hampir botak karena stress itu mencoba turun dari kursi roda, dia yang duduk di halaman itu sangat ingin keluar dari rumah tua yang sudah menyiksanya. Tapi, saat dia menginjakan kakinya ke lantai dan mulai berdiri saat itulah dia terjatuh. Sungguh tidak ada tenaga yang tersisa lagi.
Lalu, pimpinan yang melihat itu segera menghampiri, dia membantu wanita tua tersebut untuk bangun dan kembali ke tempat duduknya. "Duduklah, nggak ada yang bisa kamu lakukan lagi selain duduk dan menunggu kematian di sini. Anakmu sudah tidak perduli sama kamu, nggak ada harapan," ucapnya dengan begitu datar dan terdengar sangat menyakitkan walau itu adalah kenyataannya.
Wanita botak yang pucat itu hanya bisa menangis. Lalu, pimpinan yang sedang membuat janji dengan tamunya itu mengusap air mata tersebut, berharap tamu yang akan menitipkan ibunya itu melihat betapa baik dan lembut hatinya yang sepenuh hati mengurus lansia yang dititipkan di rumah tuanya.
Benar saja, sebuah mobil hitam berhenti di depan pagar, seorang wanita memperhatikan pimpinan yang terlihat mengurus dan menghibur lansia yang ada di yayasannya.
Lalu, pimpinan segera berbalik badan saat merasa diperhatikan, dia pun menyuruh Suster yang berdiri di dekatnya untuk membukakan pintu pagar tersebut.
Sekarang, dia sudah membuka pintu itu dan wanita berpakaian serba putih tersebut menatap tajam juga datar papa pengemudi tersebut. "Pergi, jangan datang ke sini!" teriaknya dalam hati, dia sungguh tidak tega melihat wanita tua yang ada di bangku penumpang.
Sementara itu, dari kejauhan ada Junaidi dan Melati yang sedang memperhatikan rumah misterius tersebut.
Tidak hanya itu karena ponsel Dina yang ada di nakas pun terus berdering, putrinya lah yang menghubungi. Tak pernah ada jawaban membuat sang putri panik, dia berpikir dengan gaji besar membuat ibunya terlalu disibukkan dengan pekerjaan di rumah tua itu.
Dia pun berniat mengunjungi ibunya. Tapi, kemudian ada kurir datang, dia memberikan amplop berisi uang juga surat dari ibunya. "Nak, ibu sangat sibuk, nggak bisa selalu pegang hape, ini uang buat kamu sekolah, ya!" ucap Dina dalam tulisannya itu.
Putri Dina melihat uang yang menurutnya sangat banyak yaitu lima juta rupiah dan ini adalah gaji pertamanya. "Banyak juga gaji ibu, apa ibu udah pegang buat kebutuhan ibu di sana?" tanyanya, dia pun segera menyimpan uangnya di bank. Namun, hati dan pikirannya tak bisa berpaling dari ibunya, dia begitu mengkhawatirkannya. Apalagi tulisan itu bukan tulisan tangan, melainkan ketikan jadul membuat sang putri berpikir keras.
"Sejak kapan ibu bisa gunain mesin ketik? Wong mainan hape aja nggak bisa, maksudku nggak sepintar orang-orang." Dia bicara dalam hati.
"Aku harus cari ibu, aku belum tenang kalau belum ketemu ibu," ucapnya dan setelah setor tunai, dia pun memesan ojek online, gadis berpakaian seragam putih abu tersebut turun di depan rumah tua yang pernah ibunya bicarakan beberapa waktu lalu.
"Yakin, ini alamatnya. Aku nggak salah," ucapnya seraya memperhatikan foto rumah tersebut dari ponselnya. Ya, Dina pernah mengirim foto itu untuk putrinya, supaya dia tidak selalu cemas dan khawatir.
Putri Dina pun menekan bel yang ada di luar pagar, seorang Suster datang untuk membukakan pintunya. "Iya, cari siapa?" tanyanya seraya menatap gadis tersebut.
"Saya nyari ibu saya, dia kerja di sini. Namanya Bu Dina," jawabnya.
"Oh, Bu Dina baru aja keluar, dia nggak betah kerja di sini." Setelah mengatakan itu, Suster berbadan kurus sedikit tinggi tersebut pun kembali menutup pagarnya.
Sementara Putri Dina, dia masih menyimpan pertanyaan di hatinya. "Kalau ibu keluar, kenapa nggak pulang, terus itu gaji ibu dari mana? Apa ibu udah dapat kerjaan di tempat lain?"
Lalu, sebelum Suster itu benar-benar hilang, Putri Dina kembali bertanya, "Bu, kapan ibu saya keluar?" tanyanya sedang sedikit berteriak.
"Belum lama," jawabnya dan setelah itu, dia kembali bekerja walau pekerjaannya ini penuh tekanan. "Aku nggak boleh ceroboh seperti Dina kalau nggak mau nasibku sama seperti dia," ucapnya dalam hati.
Sementara itu, Dina sedang menerobos pintu ruangannya saat ada suster datang untuk memberinya makan. Tapi, dengan cepat suster yang memang berhati iblis tersebut menarik rambut Dina dari belakang. Dia menyeretnya, membawanya kembali masuk ke ruangan tersebut.
"Lepasin aku, kita harus keluar dari sini, aku yakin suatu saat nanti ada giliran kamu juga akan bernasib sama sepertiku!" sergah Dina seraya mencoba melepaskan tangan suster tersebut dari rambutnya.
Namun, tamparan keras yang Dina dapatkan sampai wanita itu terjatuh kembali di ranjang kesakitannya.
Setelah wanita itu terdiam, suster pun keluar, dia tidak lupa mengunci lagi ruangan engap itu. Sementara Dina, dia menangis, putus asa tak memiliki harapan untuk keluar. Siapa yang akan menyelamatkannya? Tidak ada!
Sementara itu, tamu baru tersebut merasa nyaman di rumah tua itu, dia merasa suasana dan banyaknya lansia yang ada di sana membuatnya ingin tinggal. "Yakin mamah mau di sini? Padahal Widya bisa sewain suster buat mamah di rumah," ucapnya.
"Di rumah mamah cuma sendiri, apalagi kalau kamu lagi di luar kota, mamah mau di sini saja, Wid. Banyak teman sebaya mamah," ujarnya, dia berusaha meyakinkan sang putri dan setelah itu, mereka mengantarkan Ibu dari Widya ke kamarnya.
Widya yang berjalan menggandeng ibunya itu merasa aneh saat melihat lansia yang menangis. "Mereka yang nggak pernah dijenguk, jadi sering nangis, maklum semakin tua semakin kaya anak kecil," ucap pimpinan.
Widya mengangguk mengerti, berpikir kalau ibunya palingan tidak betah, dua hari sudah minta pulang dan dia akan menjemputnya saat itu.
Kemudian, brak! Suara pintu terbanting membuat semua orang terkejut. Deg! Hati Widya berdebar.
biasa ngk tuhh si aki.. tutup mata batinnyaa