Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
" Dimana dia nak!"
Pertanyaan ini seketika terasa membuat jantung Lasya berhenti berdetak. Bagaimana bisa mertua nya ini bertanya di saat Bianka menginap disini sekaligus pergi dengan Andrian.
Entah firasat ataukah hanya kebetulan!
Lasya mengepalkan tangannya, memberikan kekuatan bagi dirinya.
" Mas Andrian dia sudah berangkat pa."
" O, sudah berangkat. Papa mau bicara dengan mu."
Kening Lasya sedikit berkerut. " Silahkan pa. Papa mau bicara apa?"
" Papa sudah pesankan tiket sekaligus Vila untuk kalian. Tugas mu sekarang bujuk Andrian. Bagaimana pun caranya, papa hanya mau dengar kalian siap berangkat."
" Iya pa. Aku akan mengatakannya ke mas Andrian nanti."
" Bagus, papa akan tunggu kabar dari mu."
" Iya pa."
Panggilan sudah berakhir.
Lasya melihat layar ponselnya beberapa detik.
Dia sediri ragu kalau Adrian akan mau pergi. Apalagi sekarang ada Bianka.
" Sudahlah, lebih baik aku bersih-bersih rumah. Memikirkan ini kepala ku jadi pusing."
Lasya meletakkan hp-nya ke meja.
Dia pergi.
•
" An, kenapa kita nggak nikah saja!"
Bianka bergelendotan manja di atas pangkuan Andrian. Dia bahkan mengalungkan tangannya ke leher Andrian.
" Tidak bisa!"
Andrian menjawab dengan mata yang terus menatap layar laptop. Menyelesaikan pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
" Kenapa tidak bisa? Kita kan saling mencintai."
Bianka nadanya seketika naik satu oktaf.
" Aku sudah punya istri."
" Aku nggak apa-apa jadi istri mu. Tapi aku harus jadi istri pertama, biar wanita culun itu yang menjadi istri ke dua mu."
" Maksut mu?"
Andrian menatap Bianka dengan raut aneh nya. Sedangkan Bianka dengan mantap langsung mengangguk, meyakini dengan sepenuh hati kalau ucapannya ini sebuah kebenaran yang mutlak.
" Aku harus menjadi istri pertama mu. Yaa... walaupun sebenarnya dia yang menikah dengan mu lebih dulu, tapi aku mau yang menjadi nomor satu." Lanjut Bianka.
Andrian menggeleng pelan. Dia lalu mendorong Bianka agar bangun dari atas pangkuannya.
" Nggak mau. Aku mau nya duduk di sini."
" Aku harus kerja."
Bianka lagi-lagi menolak. " Pokoknya aku duduk di sini."
TOK..
TOK..
" Masuk."
Pintu terbuka. Salsa ternganga dan membuang pandangan. Merasa terkejut dengan apa yang di lihatnya. Buru-buru dia menutup mulutnya, berusaha bersikap netral lagi.
" Ada apa?" Tanya Andrian.
" Tuan, tuan besar menelpon saya lagi. Beliau bilang anda di minta untuk menghubungi beliau."
" Ck, mau apa lagi sebenarnya."
" Hanya itu yang mau saya sampaikan tuan. Kalau begitu saya pamit."
" Hem."
Salsa pergi dari sana. Bibirnya seketika menungkik ke atas saat dia sudah berbalik memunggungi Andrian dan Bianka.
" Ini nggak boleh di biarin. Wanita kudisan itu benar-benar nggak tahu malu." Salsa bergumam sendiri setelah keluar dari ruangan Andrian. Dia mengigit ujung kukunya, nampak tengah memikirkan sesuatu.
" Aku harus bilang. Demi rumah tangga nyonya Lasya, aku harus bertindak."
•
" An, aku ngantuk."
" Pulang saja." Balas Andrian singkat.
" Pulang ke rumah mu?"
" Ke apartemen mu."
Bianka sontak mencebik, karena bukan itu jawaban yang ingin dia dengar.
" Oh ya, nanti malam kita lakuin lagi nggak? Apa..... kita lakuin di sini saja."
Ya, Bianka lagi-lagi menggoda Andrian. Kali ini dia sudah membelai lembut pipi Andrian. Dia lantas menunduk, hendak mencium bibir Andrian.
CEKLEK..
Andrian yang kaget secepat kilat mendorong Bianka agar menjauh.
Dia menatap tercengang siapa yang datang.
Tak ubahnya dengan Andrian. Bianka pun terkejut saat tiba-tiba melihat kedatangan Lasya.
Lasya diam membeku di ambang pintu, dia menatap mereka dengan tatapan dingin.
" Apa aku mengganggu." Ucap Lasya dengan teramat santai.
Ke dua itu saling pandang. Bianka hendak membuka mulutnya ingin menjawab.
" Kamu, untuk apa kamu ada di sini?"
Lasya berjalan mendekat. Melangkah mengarah ke arah Bianka. Menatap Bianka dengan tatapan seolah mengistropeksi.
Entah kenapa Bianka menjadi kelu. Kata-katanya menjadi susah untuk di ucapkan.
" Minggir." Lasya menarik pelan Bianka agar menjauh dari Andrian. Dia melayangkan tatapan nyalangnya. Sekarang, Lasya lah yang berdiri di samping Andrian.
" Bukannya kamu tadi bilang mau pulang! Lalu kenapa kamu ada di sini. Apa kamu nggak punya ke sibukan." Ucap Lasya untuk Bianka.
" Aku belum lama datang. Aku datang karena Andrian memanggil ku. Bukan begitu Andrian."
Bianka berkilah. Dia melemparkan ini ke Andrian juga.
Mendengar ini Lasya menoleh menunggu jawaban dari Andrian. Tapi Andrian malah diam saja, dia seolah tidak mau ikut-ikutan.
" Kamu lihat sendiri kan! Andrian tidak menjawab. Itu artinya dia tidak memanggil mu. Jadi aku minta lebih baik kamu pergi saja. Aku mau makan dengan suami ku."
Bianka melonggokkan kepalanya melihat Andrian. Tapi Lasya bergeser, sehingga menutupi pandangan Bianka. Seketika itu juga Bianka menjadi kesal. Dia mengepalkan tangannya dan mengeratkan giginya.
" Silahkan pergi." Ulang Lasya.
" Aku tidak akan pergi kalau bukan Andrian yang menyuruh."
Bianka benar-benar mengibarkan bendera perang. Dia malah bersedekap dada, dagunya dia angkat seolah dia menantang Lasya.
" Kamu serius!" Balas Lasya dengan terserum remeh. Dia menggeleng kecil, merasa tak menyangka kalau ternyata ada wanita aneh seperti ini.
" Ya aku serius. Nggak akan ada yang bisa mengusir ku dari sini kecuali Andrian."
" Benarkah? Kalau begitu mari kita coba. Aku akan menelpon papa Hendrik."
Lasya sudah mengangkat ponselnya, dia sudah bersiap menghubungi papa mertuanya.
" Pergi Bi."
Andrian menyela, dia merampas ponsel Lasya lalu meminta Bianka pergi.
" Tapi An."
" Aku bilang pergi. Lebih baik kamu pulang dulu."
Bianka seketika kesal. Dia menghentakkan kakinya. Mengambil tas nya secara kasar, lalu pergi begitu saja dengan kekesalan yang sangat terlihat.
Lasya tersenyum tipis. Dia merasa senang karena bisa mengusir wanita yang berusaha menghancurkan rumah tangganya.
" Ada yang mau aku bicarakan dengan mu mas. Ini aku juga bawakan camilan."
Lasya meletakkan paperbag yang dia bawa. Dia sengaja membelikan sebuah salad buah dan cake.
Andrian diam saja, dia malah meletakkan ponsel milik Lasya dengan kesal ke atas mejanya.
" Mau makan sekarang mas?" Tawar Lasya.
" Nggak perlu." Balas Andrian acuh.
Lasya menipiskan bibirnya. Dia membuka paperbag ini dan mengeluarkan apa yang dia bawa.
PRANG.....
" Aku bilang nggak usah ya nggak usah."
Andrian dengan kekesalannya menghempaskan makanan yang hendak di buka itu hingga berceceran di atas lantai. Lasya hanya mampu terdiam. Memandangi makanan yang sudah terbuang sia-sia.
" Apa sebenarnya mau mu."
Andrian sudah berdiri, dia mencekek leher Lasya tapi tidak dengan kekuatan penuh.
" Aku hanya mau bawa makanan untuk mu."
" BOHONG!"
" Lepas mas, ini sakit."
Lasya berusaha melepaskan cekalan Andrian. Tapi ini kuat, dia tidak bisa melepaskannya.
" Jawab aku, apa tujuan mu." Andrian kembali bertanya. Matanya sudah menatap tajam dan penuh kebencian.
" Ergh.. lepas dulu mas."
SRET ..
Andrian melepaskan tangannya dari leher Lasya. Dia berbalik dan menendang kursinya pelan.
Lasya mengusap lehernya. Ini tidak begitu sakit, tapi ini juga terasa panas.
" Papa minta kita untuk liburan."