BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syarat dari Bara
Sejak perdebatan mereka bertiga, Eca, Nola dan Bara waktu itu hingga membuat Nila membongkar rahasia tentang Eca, hubungan Eca dan Bara justru semakin dingin.
Mereka berdua jarang sekali berinteraksi layaknya atasan dan bawahan. Bara sering kali memberikan perintah pada Eca melalui Umar.
Tapi menurut Eca itu justru bagus karena untuk saat ini dia enggan berinteraksi dengan Bosnya yang sebentar lagi akan menjadi....
"Ahh, aku malas menyebutnya!!" Gumam Eca seorang diri.
Ting...
Eca sigap berdiri karena sudah menebak siapa yang akan muncul di balik lift yang terbuka itu. Di jam ini sudah pasti Bosnya akan tiba di kantor. Eca cukup hafal kebiasaan Bara dalam waktu hampir satu bulan ini.
"Selamat pagi Pak!" Eca masih bisa bersikap profesional meski hanya secuil.
"Ikut keruangan ku!!" Pinta Bara tanpa memandang Eca.
Pria dengan tubuh tinggi tegap itu langsung masuk begitu saja ke ruangannya.
Eca paham yang di maksud Bara adalah dirinya karena hanya dia yang ada di sana. Sementara Umar, Eca tak tau kemana perginya asisten kesayangan Bosnya itu.
"Ada yang bisa saya bantu Pak" Seperti biasa, Eca tetap membawa note kecilnya untuk mencatat apa saja yang Bara inginkan agar dia tak lupa.
"Apa hubungan mu dengan manager keuangan itu? Kalian pacaran?"
Deg...
"M-maksud Pak Bara?" Eca terlihat gugup. Eca tak tau bagaimana Bara bisa tau tentang dirinya dan Efan.
Meski Eca sering makan berdua dengan Efan di kantin, tapi seharusnya itu hal yang wajar karena yang orang tau mereka teman kantor.
"Jangan pura-pura bodoh Nessa!! Saya tanya sekali lagi, apa hubunganmu dengan manager keuangan itu? Apa dia kekasihmu?" Mata Bara menghunus tajam pada Eca.
"Maaf Pak. Saya rasa itu bukan urusan Pak Bara"
BRAAKK!!
Eca sampai tersentak saat Bara tiba-tiba menggebrak mejanya dengan keras. Eca semakin di buat ketakutan kala Bara malah bangkit dari kursi kebesarannya untuk mendekati Eca.
"Kamu bilang itu bukan urusan saya? Lalu kenapa kamu menyetujui pemintaan Nola kalau kamu sendiri punya kekasih? Apa kamu menang seorang pemain, sekretaris Nessa?" Bara menyeringai di akhir kalimatnya. Tatapannya benar-benar meremehkan seorang Nessa.
"Jangan menyimpulkan sesuatu yang Pak Bara sendiri tidak tau kebenarannya!!" Geram Eca. Tangannya yang menggantung di kedua sisi tubuhnya mengepal dengan erat.
"Terus, saya harus menyebutnya apa? Kalau kamu memang punya pria yang kamu cintai, seharusnya kamu tolak permintaan Nola. Apa hanya karena Nola memintamu balas budi kamu langsung setuju begitu saja tanpa memikirkan kebahagiaanmu sendiri? Atau kamu memang sengaja karena mau mendapatkan komisi yang besar setelah kita bercerai?"
"Jaga lisannya ya Pak! Kalau Pak Bara memang keberatan, kenapa Pak Bara tidak menolaknya sendiri? Dengan begitu akan lebih mudah bukan?"
"Kalau saya menolak maka saya akan terus menyakiti wanita yang saya cintai!"
"Kalau begitu sama. Kalau saya menolak, saya akan menyakiti orang yang saya sayangi. Satu-satunya keluarga yang saya miliki!" Tegas Eca tak mau kalah.
"Baiklah" Bara berbalik menjauhi Eca.
"Kamu pasti sudah tau apa saja syarat pernikahan itu dari Nola. Tapi saya punya syarat sendiri yang harus kamu penuhi"
Eca mengernyitkan keningnya. Syarat dan syarat lagi yang harus ia dengar. Sungguh dia bosan dan muak.
"Apa itu Pak?"
"Selama kamu masih berstatus sebagai istri saya, saya tidak mau melihat mu berhubungan dengan pria lain!"
Deg...
Eca kembali di buat terhenyak. Bagaimana mungkin Bara meminta syarat seperti itu. Padahal Eca sendiri belum mengatakan apapun pada Efan sampai saat ini.
Apa yang harus Eca katakan pada kekasihnya itu. Eca tidak mau kehilangan Efan. Tapi dia sadar apa yang akan ia lakukan itu pasti akan menyakiti hati Efan.
"Gimana? Nggak sanggup? Kamu begitu mencintainya?" Bara tersenyum sinis namun tak terlihat oleh Eca.
"Kalau tidak sanggup, berhentilah sekarang sebelum semuanya terlalu jauh!"
"Saya sanggup Pak!"
"Ini semua demi diriku sendiri karena aku harus tau siapa orang tuaku. Aku ingin tau petunjuk apa yang di simpan Mbak Ola selama ini"
"Baiklah, pernikahan kita akan di lakukan besok pagi. Usahakan jangan sampai orang lain tau tentang ini semua"
"Baik Pak. Kalau begitu saya permisi"
"Hmm"
Hari-hari normal yang Eca lalui sudah tidak ada lagi sepertinya. Sejak ia kembali ke Jakarta, ada saja masalah yang ia hadapi.
Hari yang masih begitu pagi ini juga harus Eca lalui dengan suram. Sampai jam istirahat makan siang, tak ada sedikitpun senyum yang terukir di wajah cantiknya.
Wajahnya yang dilapisi make up tipis terlihat sayu tanpa rona seperti biasanya.
"Sayang"
Eca tersentak karena tiba-tiba Efan berbisik dari belakangnya.
"Ngagetin aja!" Protes Eca.
"Kenapa kagetnya sampai kaya gitu sih? Lagi ngelamunin apa?" Efan duduk di hadapan Eca dengan makan siang tadi sempat ia ambil sebelumnya.
"Nggak ada. Cuma lagi mikir kerjaan aja. Ini kan akhir bulan, kerjaan makin padat. Kamu sendiri juga sama kan?"
"Iya juga sih. Ya udah ayo makan dulu"
Eca masih belum sanggup kalau harus mengatakan yang sesungguhnya pada Efan. Pria di hadapannya itu adalah pria yang ia cintai. Pria yang ia idamkan selama dua tahun. Tapi sayang, Eca harus merasakan cintanya layu di saat baru saja bersemi.
Ketika Eca menatap mata Efan, rasanya dia menjadi wanita palung jahat di dunia ini karena menyakiti pria sebaik Efan meski tanpa pria itu ketahui.
"Hey, ngelamun lagi!" Efan melambaikan tangannya di depan wajah Eca.
"E-eh iya i-ini mau makan kok"
Kini giliran Efan yang meletakkan sendoknya. Dia menatap kekasihnya itu dengan begitu dalam.
"Kamu sebenarnya ada apa sih sayang. Akhir-akhir ini aku perhatikan, kamu sering melamun dan nggak semangat kerja. Kalau ada masalah, kamu bisa cerita sama aku. Siapa tau aku bisa bantu kamu. Ada apa, hemm?"
Ingin rasanya Eca menangis saat ini karena kebaikan Efan. Tapi dia berusaha menahannya sekuat mungkin.
"Nggak ada kok Fan, aku nggak papa. Mungkin karena aku terlalu capek aja. Kayaknya butuh liburan nih biar bisa fresh lagi pikirannya" Eca menampilkan wajah ceria yang di buat-buat sebaik mungkin agar Efan percaya.
"Oke kalau gitu nanti aku bakalan cari waktu buat kita jalan-jalan. Mau kan?"
"Eca mengangguk dengan semangat"
"Ya udah ayo makan dulu. Waktunya udah mau habis"
"Siap Bos!" Seru Eca lalu melahap makanan yang sebenarnya terasa begitu hambar.
"Maafin aku Fan. Tapi aku bakalan cari waktu yang tepat buat bilang sama kamu"
ditunggu karya selanjutnya