Menceritakan tentang Anis yang pindah rumah, Karena di tinggal kecelakaan oranf tuanya.Rumah tersebut milik tante Parmi yang ada di kampung. Banyak kejadian yang di alami Anis di rumah tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KERTAS PENA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jejak yang Tertinggal
Setelah ritual pembersihan yang berhasil, rumah tua itu kini terasa seperti tempat yang baru. Anis dan Pak Handoko menghabiskan waktu di halaman depan, menikmati udara malam yang segar. Bulan purnama yang terang menerangi semua sudut rumah, mengusir bayangan-bayangan yang pernah membuat mereka ketakutan.
“Terima kasih, Nona Anis. Anda telah melakukan sesuatu yang luar biasa,” kata Pak Handoko, senyum lebar menghiasi wajahnya. “Sekarang, kita bisa mulai membangun kembali kehangatan di rumah ini.”
Anis tersenyum, merasa bangga bisa berkontribusi. Namun, di dalam hati, ada keraguan yang tak bisa diabaikannya. Meskipun mereka telah mengusir kegelapan, ia merasa seolah ada sesuatu yang masih mengintai, menunggu waktu yang tepat untuk muncul kembali.
“Pak, apakah menurut Bapak, kegelapan itu benar-benar telah pergi?” tanya Anis, suara lembut namun penuh ketegangan.
Pak Handoko mengangguk, meski raut wajahnya menunjukkan ketidakpastian. “Saya berharap begitu, Nona. Tapi kita tidak boleh lengah. Jika ada sesuatu yang tertinggal, kita harus siap.”
Anis mengangguk, menyadari betapa pentingnya kewaspadaan. Ia menghabiskan sisa malam itu di luar rumah, berbincang-bincang dengan Pak Handoko dan berbagi kenangan yang menyenangkan tentang rumah tua tersebut. Namun, meskipun perasaan aman menyelimuti mereka, Anis tidak bisa sepenuhnya melupakan Fina dan kisahnya.
Beberapa hari kemudian, Anis kembali ke kehidupan normalnya di kota. Namun, kegalauan tentang kegelapan yang mungkin belum sepenuhnya pergi terus menghantuinya. Di malam hari, mimpinya dipenuhi dengan bayangan Fina, yang seolah memberinya petunjuk akan sesuatu yang lebih dalam dan tidak bisa ia pahami.
Suatu malam, saat Anis terbaring di tempat tidur, mimpinya kembali mengunjungi rumah tua itu. Ia melihat dirinya berdiri di depan cermin yang pecah, sementara bayangan-bayangan gelap berkumpul di sekitarnya. Dalam mimpi itu, Fina mendekat, wajahnya tampak lebih tenang daripada sebelumnya.
“Kau telah melakukan yang terbaik, Anis. Tapi ingat, tidak semua kegelapan bisa diusir dengan kekuatan fisik,” bisik Fina. “Cobalah untuk mencari tahu lebih dalam tentang keluargaku. Ada lebih banyak yang harus kau pahami.”
Saat Anis terbangun, peluh dingin membasahi tubuhnya. Ia merasakan beban berat di dadanya. Pesan dari Fina terasa jelas, dan ia tahu bahwa ia harus kembali ke rumah tua itu. Pagi-pagi, Anis menghubungi Pak Handoko dan memberitahunya tentang mimpinya.
“Pak, saya merasa kita harus mencari tahu lebih banyak tentang Fina dan keluarganya. Mungkin ada sesuatu yang terlewat,” ucap Anis penuh semangat.
Pak Handoko setuju. “Mari kita periksa catatan keluarga yang ada di perpustakaan. Mungkin ada hal lain yang perlu kita ketahui.”
Kembali ke rumah, Anis merasakan suasana yang berbeda. Meskipun rumah itu terlihat lebih hidup, ada kehadiran yang tidak bisa ia jelaskan. Di dalam perpustakaan, mereka menemukan lebih banyak dokumen, termasuk foto-foto lama keluarga yang tampak bahagia dan kisah-kisah yang penuh dengan misteri.
Di antara buku-buku tua, Anis menemukan jurnal milik nenek Fina. Halaman-halamannya penuh dengan tulisan tangan yang menggambarkan kehidupan sehari-hari, namun juga menyimpan cerita yang lebih dalam—tentang keturunan mereka yang terhubung dengan dunia gaib.
“Saya belum pernah melihat ini sebelumnya,” ujar Pak Handoko dengan rasa ingin tahu. “Apa yang tertulis di situ?”
Anis mulai membaca dan menemukan bagian yang menyebutkan tentang “Sang Penjaga,” sebuah entitas yang diyakini melindungi keluarga tersebut dari kekuatan jahat, tetapi juga bisa menjadi ancaman jika tidak dihormati.
“Ini mengerikan,” kata Anis, suaranya bergetar. “Nenek Fina menulis tentang bagaimana Sang Penjaga bisa menjadi marah jika diabaikan, dan keluarga ini mengalami bencana ketika mereka tidak menghormatinya.”
Mereka melanjutkan membaca dan menemukan lebih banyak tentang sejarah keluarganya, termasuk tentang seorang anggota keluarga yang pernah mencoba mengusir Sang Penjaga. Akibatnya, seluruh keluarga mengalami nasib buruk, dan kekuatan jahat pun memasuki rumah tersebut.
“Jadi, Fina bukan satu-satunya yang terikat pada rumah ini. Ada sejarah panjang yang melibatkan banyak anggota keluarganya,” ucap Anis, merasa semakin terikat dengan kisah itu. “Kita perlu melakukan sesuatu untuk menghormati Sang Penjaga.”
Pak Handoko mengangguk setuju. “Kita harus melakukan ritual pemulihan, yang dapat membangkitkan kembali kehormatan Sang Penjaga. Mungkin itu bisa mencegah kegelapan untuk kembali.”
Mereka mulai mempersiapkan ritual yang diinginkan, menggunakan elemen-elemen yang telah dicatat dalam jurnal tersebut. Meskipun Anis merasa cemas, ia tahu bahwa ini adalah langkah yang tepat untuk memastikan bahwa rumah itu benar-benar aman.
Saat malam tiba, mereka berkumpul di halaman rumah, di bawah cahaya bulan yang kembali bersinar terang. Anis dan Pak Handoko mengenakan pakaian sederhana yang terbuat dari kain putih, simbol penghormatan kepada Sang Penjaga. Di hadapan mereka, lilin-lilin dinyalakan, membentuk lingkaran yang mengelilingi altar sederhana yang mereka buat dari bunga dan daun.
Dengan hati berdebar, Anis mulai mengucapkan doa yang tertulis dalam jurnal. “Kami datang dengan penuh rasa hormat dan permohonan untuk menerima restu dari Sang Penjaga. Kami menghormati sejarah dan kekuatan yang mengikat keluarga ini. Biarkan kami menjadi jembatan antara dunia ini dan dunia yang lebih tinggi.”
Selama proses ritual, Anis merasakan hawa yang semakin meningkat, seolah ada energi yang mengalir dari dalam bumi. Saat mereka melanjutkan, bayangan-bayangan mulai berkumpul di sekitar mereka, namun kali ini tidak terasa menakutkan. Alih-alih, bayangan-bayangan itu tampak seperti sosok yang berusaha mendekat.
“Apakah itu…?” tanya Anis, matanya terbuka lebar.
“Tenang, Anis. Itu mungkin adalah bagian dari keluarga Fina. Mereka datang untuk menyaksikan ritual ini,” jawab Pak Handoko, suaranya tenang.
Mereka terus mengucapkan mantra dan berdoa, hingga tiba-tiba, salah satu bayangan yang lebih besar dari yang lain melangkah maju. Anis tertegun, menyadari bahwa sosok itu mirip dengan nenek Fina yang ada di foto-foto yang mereka temukan.
Dengan lembut, sosok itu mengangguk seolah memberi restu. Anis merasa terharu, mengingat semua penderitaan yang telah dilalui oleh Fina dan keluarganya.
Setelah beberapa saat, suasana kembali tenang. Anis dan Pak Handoko merasakan kehadiran Sang Penjaga, seolah mereka diizinkan untuk melanjutkan. Mereka menutup ritual dengan harapan bahwa keluarga Fina akan mendapatkan kembali kehormatan dan ketenangan yang telah hilang.
Ketika mereka selesai, Anis merasa lega. Kegelapan yang pernah membayangi rumah itu kini tampak seperti bayangan masa lalu. Meskipun perjalanan ini belum sepenuhnya berakhir, Anis tahu bahwa mereka telah mengambil langkah besar menuju pemulihan.
Dengan rasa syukur, Anis dan Pak Handoko meninggalkan halaman rumah, merasa bahwa kini adalah waktu untuk menulis bab baru—bab yang diisi dengan harapan dan kedamaian bagi semua yang pernah terikat pada rumah tua ini.