Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Pengagum Halwa
Di kesatuan Cakar
"Di, sudah dengar tidak, Danton baru kita sepertinya sedang jatuh cinta sama bini orang? Dan kagetnya lagi, bini yang dia sukai adalah bininya Cakar," celoteh Tian pada Wardi saat mereka baru saja masuk ruangan.
"Ah, yang benar? Jangan bikin gosip, nanti bisa jadi kasus," sergah Wardi resah.
"Ya ampun, bukan gosip. Tapi saat kemarin aku membina siswa Secata yang sedang belajar di kelas, Danton tiba-tiba datang dan duduk di samping aku seraya mengamati siswa. Aku pikir Danton mau memberikan arahan pada siswa. Tahunya dia curhat dan memperlihatkan Hp nya." Tian menerangkan.
"Lalu?"
"Lalu Danton memperlihatkan sebuah foto perempuan muda berseragam Persit. Awalnya aku pikir bukan Halwa, pas dilihat lagi ternyata bininya Cakar. Aku sampai kaget lihatnya. Dia bilang begini, 'kamu tahu perempuan ini istrinya siapa?', aku bilang saja, siap, istrinya Serka Cakar Buana," jelas Tian lagi mengundang rasa penasaran lebih dari Wardi.
"Lalu, lalu?" Wardi sampai memegang bahu Tian saking penasarannya.
"Saya suka perempuan ini, sayangnya dia sudah memiliki seragam Persit. Andai saja saya tidak telat datang ke kota ini, bisa jadi saya lebih dulu memilikinya. Dia mengingatkan saya pada adik kelas saya dulu saat masih SD." Begitu katanya.
"Aku jadi kasihan sama Cakar, ternyata dia punya saingan. Lebih tinggi lagi," iba Tian sembari membereskan mejanya yang tadi tidak beraturan.
"Siapa yang punya saingan, Cakar? Siapa-siapa saingannya?" Tiba-tiba Bu Teti Kabag di ruangan itu muncul dan ikut nimbrung. Perempuan berusia 40 tahun lebih berpangkat perwira menengah itu, jiwa keponya keluar.
"Tidak ada, Bu." Tian berusaha menyembunyikan kabar yang belum tentu benar kebenarannya.
"Alah kamu ini Tian, macam tidak kenal ibu saja. Saya ini sebelum kalian tahu, saya lebih dulu tahu dari kalian. Jangan remehkan kemampuan telepati mata dan pendengaran saya. Dalam jarak 500 meter saja, saya sudah bisa mendengar desas-desus gosip yang kalian bincangkan tadi," ujar Bu Teti menggebu-gebu.
Tian dan Wardi saling tatap tidak percaya. "Maksud Ibu, Ibu sudah tahu tentang pria yang menyukai istrinya Cakar?" tanya Wardi penasaran dan balik kepo pada Bu Teti.
"Tahu dong. Danton Aldian Bahari menyukai istrinya Cakar. Dia kemarin sempat bertemu secara tidak sengaja dengan istrinya Cakar. Dengar-dengar sih, dia langsung suka pada pandangan pertama pada istrinya Cakar. Tapi berita ini, jangan kalian estafetkan lagi ke yang lain atau ke Cakar. Bisa ngamuk dia," jelas Bu Teti, di ujung kalimat perempuan matang itu memperingatkan supaya gosip itu tidak sampai ke telinga orang lain lagi atau ke Cakar.
Bu Teti tahu, gosip serupa tapi tak sama pernah menimpa Cakar. Delapan bulan yang lalu, Cakar pernah jadi bahan godaan teman satu ruangannya, gara-gara konon Cakar selalu mendapat salam dari seorang gadis perawan, tidak lain Halwa. Satu ruangan menggodanya sampai Cakar jengah. Dari situlah awal mula kebencian Cakar terhadap Halwa, sampai menuduhnya perempuan tidak tahu malu dan tidak punya harga diri.
"Kalian bergosip tentang istriku?" Tiba-tiba Cakar muncul sembari duduk di depan mejanya, tidak lupa senyum sapa ramah pada ibu buahnya yang humble, yaitu Bu Teti.
Semua yang ada dalam ruangan itu terkejut dan kaget, sebab mereka tidak menyadari saat Cakar masuk.
"Bukan gosip, tapi fakta," kelit Bu Teti sembari menuju meja kebesarannya. Cakar tidak menyahut apa-apa, hatinya memanas. Rupanya kabar Letda Aldian Bahari menyukai istrinya, tidak hanya diketahui dirinya saja, melainkan satu ruangan itu.
"Kamu yang sabar, makanya mulai sekarang lebih dijagain lagi istrinya. Berikan lagi perhatian dan kasih sayangnya. Jangan perhatian sama cewek lain dan manjain cewek lain, ujung-ujungnya nelan ludah," sembur Bu Teti melirik dengan ujung mata ke arah Cakar.
Bu Teti sudah tahu watak satu per satu personel anak buahnya dalam ruangan ini. Meskipun Cakar tegas dan kadang meledak-ledak, tapi hatinya mudah dilanda galau.
"Tapi dia mah nggak bakalan nelan ludah atau galau, Bu. Habisnya Cakar tidak mencintai istrinya, dia kan ada Sersan Nilam," celetuk Tian, yang sontak disikut oleh tangan Wardi.
"Tidak mencintai itu sekarang, tapi nanti kalau bini kalian sudah ada yang lirik sama lelaki lain, kalian baru tahu rasa. Rasanya dikhianati atau tidak dipedulikan," ucap Bu Teti sembari menulis sesuatu di atas kertas.
Cakar termenung, dia sampai tidak habis pikir dengan Halwa. Lagi dan lagi, tidak dulu tidak sekarang, Halwa selalu bikin heboh di ruangannya. Semua personil di ruangan ini habis menggodanya. Sudah puas dulu, satu ruangan dihebohkan oleh Ardi dan Rian yang selalu menyampaikan salamnya Halwa untuknya, sampai satu ruangan tahu dan menggodanya, lalu menyandingkan namanya dengan Halwa. Cakar sampai merasa malu, sebab hampir tiap ada kesempatan teman-temannya selalu menggodanya. Lalu kini, nama Halwa kembali heboh sebagai perempuan yang disukai seorang Danton baru di kesatuannya.
"Hebat, seorang abdi negara duda mendapat salam dari seorang gadis perawan ting-ting," kenangnya delapan bulan lalu sebelum Cakar menikah dengan Halwa atas titip salam yang disampaikan Ardi dan Rian.
"Serka Cakar Buana dan Halwa Azizah bersanding di pelaminan," seru yang lain, heboh kala itu.
"Sudah Cak, tidak perlu takut. Kamu tinggal protect saja istrimu dari serangan calon pebinor," goda Wardi yang akhirnya tahu dan bahkan paling kepo dengan gosip Cakar.
Cakar tiba-tiba merasa kepalanya begitu berat. Kehebohan nama Halwa akibat gosip yang sekarang ramai di ruangannya, membuat dia sakit kepala.
"Kalian memang membuat kepalaku sakit," dumelnya kesal pagi itu.
***
Siangnya, pulang dari kantor, Cakar mampir sejenak ke kafe miliknya yang sudah hampir sebulan tidak dikunjungi, karena sibuk di kantor.
Di kafe, Cakar tidak lama. Dia segera angkat kaki dan pulang ke rumah. Karena kepalanya yang sakit akibat gosip terbaru yang didengarnya tadi.
Jam di tangannya sudah menunjukkan ke angka lima. Dia yakin Halwa pasti sudah sampai di rumah, karena setahunya Halwa keluar dari salon sekitar jam empat sore.
Cakar menjalankan mobilnya melewati salon Male dan Female. Pintu salon itu sudah terlihat tutup, akan tetapi pelanggannya masih ada yang dilayani. Itu karena, pelanggan datang di jam mepet alias mendekati jam empat sore.
Cakar menduga Halwa pasti sudah pulang, sebab kalau dia lembur harusnya sudah memberitahunya.
"Halwa, Halwa, kenapa kamu selalu bikin heboh di dalam ruang kerjaku? Dulu namamu juga bikin heboh, kini namamu juga disebut dan jadi pembicaraan satu ruangan. Tapi kali ini namamu dikaitkan dengan seseorang, dan dia adalah Danton baru itu. Huhh, ada-ada saja si Halwa," rutuknya kesal sembari fokus dengan kemudi.
"Bukankah itu si Halwa?" serunya seraya menatap ke depan tepat di bahu kiri jalan. Halwa terlihat sedang menunggu angkot. Namun sepertinya angkot yang ditunggunya belum juga muncul.
Cakar berhenti di samping Halwa yang sama sekali tidak menyadari kalau itu mobil Cakar. Cakar membunyikan klakson satu kali dengan gemas lalu membuka jendela mobilnya.
"Tidddd."
"Kamu nunggu apa? Masuk," suruhnya seraya memberi kode supaya Halwa masuk.
Halwa tersentak dia tidak menyangka bahwa mobil yang berhenti di sampingnya adalah mobil Cakar. Sejenak ia hanya berdiri menatap Cakar. Cakar geleng-geleng kepala, sikap Halwa membuatnya malah kesal.
"Sudah kubilang masuk," tegasnya.
Halwa akhirnya menuruni trotoar, meraih pintu mobil dan membukanya pelan. Dia masuk lalu meraih tangan Cakar dengan cepat dan menciumnya.
"Mas Cakar," ujarnya terlihat tegang. Tanpa kata Cakar menjalankan mobilnya menuju rumah. Tidak lupa hatinya yang dongkol akibat gosip tadi di kantor, kini semakin dilanda gejolak amarah.
Apa yang akan dilakukan Cakar setelah di rumah?