Cerita ini menggabungkan komedi, horor dan bahkan intense romance di dalam penceritaannya. Mengenai seorang laki-laki bernama Dihyan Danumaya yang selalu merasa bahwa dirinya tidak beruntung, bahkan pecundang. Keadaan keluarganya yang sebenarnya biasa saja dirasa harusnya lebih baik dari seharusnya. Tampang ayahnya yang bule, dan ibunya yang campuran Jawa klasik serta Timur Tengah, seharusnya membuat dia menjadi sosok tampan yang populer dan banyak digemari wanita, bukannya terpuruk di dalam kejombloan yang ngenes. Sampai suatu saat, ia menemukan sebuah jimat di rumah tua peninggalan kakeknya yang berbentuk keris Semar Mesem tetapi beraksara Cina bukannya Arab atau Jawa. Tanpa disangka, dengan pusaka ini, Dihyan memiliki kemampuan masuk ke dalam mimpi perempuan manapun yang ia inginkan secara gaib serta mengatur jalan cerita sekehendak hati. Ia menjadi seorang penguasa mimpi yang menggunakan kekuatannya demi segala hasrat yang terpendam selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikodemus Yudho Sulistyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lagi-Lagi Vivian dan Dihyan
Vivian memarkirkan motornya di mini market, seperti biasa ia bekerja di shift yang sama. Ia dan Dihyan berjalan kaki berdampingan menuju ke sebuah tempat bagi keduanya untuk bercakap-cakap. Ada beberapa kopi tiam, alias warung kopi, yang buka juga 24 jam.
Pusat kota Singkawang penuh dengan lampu-lampu, yang meski belum masuk ke masa imlek atau Chinese New Year’s Day, tetap saja aksen merah yang paling mengemuka.
Jalan yang mereka lalui cukup lengang, tetapi bukan berarti sepi sama sekali. Mungkin kesannya lebih tenang dan … romantis. Bagaimana tidak, keduanya berjalan pelan, seperti tidak sedang tergesa-gesa.
Vivian sudah menanggalkan baju tugasnya. Ia lega dan bersyukur karena membawa pakaian ganti yang tidak jelek-jelek amat: rok jins pendek dan tanktop putih ketat yang membalut sempurna tubuhnya yang berpinggang ramping dan berdada penuh itu. Jaket kecilnya ia masukkan ke dalam tasnya, sengaja menunjukkan bentuk tubuhnya yang cukup membuat Vivian sendiri percaya diri. Dihyan tidak kalah kasual, santai, tetapi masih mempesona. Jogger pants dipadukan dengan kaus oblong berlengan panjang berwarna gelap cocok dengan perawakannya yang tinggi itu.
Singkawang tidak dingin, walaupun sudah subuh. Angin yang berhembus biasa saja, tepat menemani suasanya mereka yang berjalan kaki bersama tersebut.
Vivian sejenak saja sudah merasa nyaman berada di samping ‘laki-laki asing’ yang menawan itu karena Dihyan sudah langsung nyerocos, berbicara dengan cara yang santai dan ringan.
“Hebat juga ya kamu, nggak takut pulang sendirian. Sudah sering juga kan seperti ini,” ujar Dihyan.
Vivian tersenyum simpul. “Singkawang aman kok. Lagian memang udah kebiasaan, nggak ada pilihan. Namanya juga kerja di mini market. Eh, ngomong-ngomong, berapa lama bakal di Singkawang?”
Dihyan mengedikkan kedua bahunya. “Seperti yang aku ceritakan tadi, kami kesini buat mengunjungi keluarga Mbak Centhini. Jadi, ya fokusnya ya memang dia. Sisanya buat jalan-jalan aja.”
“Unik ya keluarga kalian. Kamu yang wajahnya bule, tapi Jawa banget, juga sama Ce Centhini yang orang Singkawang asli, tapi juga Jawa banget.”
“Kamu juga unik. Amoi cantik yang kerja di mini market, sering berangkat tengah malam dan pulang pagi hari.”
Deg!
Ia barusan saja dipuji. Jantung Vivian kembali berdegup kencang. Saking kencangnya ia takut Dihyan dapat melihatnya.
“Kamu biasa muji cewek, ya?” tanya Vivian.
Dihyan tertawa. “Jujur, nggak. Tapi kalau iya, kamu keberatan dipuji sama aku? Padahal memang itu kenyataannya, kan? Ngapain aku ngajak kamu keluar kalau kamu nggak semenarik ini?”
Deg!
Deg!
Deg!
Vivian yakin ia akan tewas seketika bila Dihyan menginginkannya.
“Nggak khawatir ada yang marah?”
Dihyan menatap Vivian. “Aku nggak punya pacar, Vi. Dan, aku juga nggak peduli kalau kamu sekarang punya pacar. Aku khawatir kita nggak akan ketemu lagi, jadi aku ambil kesempatan ini untuk menemui kamu.”
Sungguh, Vivian tak tahu apa yang harus ia pikirkan. Ia tidak menampik kenyataan dibalik apa yang dikatakan Dihyan. Sekalipun ia memiliki seorang pacar sekarang, ajakan seorang Dihyan tak mungkin ia tolak. Kecuali, Dihyan adalah pacarnya sendiri.
Dihyan tidak ragu-ragu memperhatikan setiap jengkal keindahan yang dapat ia tangkap. Wajah Vivian terkesan tegas, tetapi ia memiliki dagu yang melekuk tajam dan indah. Sepasang matanya sipit tetapi berbinar … nakal. Ciri ini sebenarnya sudah terlihat dari awal Dihyan bertemu Vivian. Bahkan binar nakal inilah yang memancing Dihyan.
“Dihyan, apaan sih ngeliatin aku kayak gitu?” ujar Vivian … sedikit manja. Sisi asli Vivian perlahan muncul ke permukaan.
“Nggak, Cuma menikmati keindahan aja. Memangnya nggak boleh?”
“Gombal amat sih?”
“Memangnya kamu keberatan?”
Vivian tidak menjawab. Ia tersenyum simpul malu-malu.
Dihyan memperhatikan sekeliling. Tidak ada orang yang lewat, tidak ada kendaraan yang lewat pula, meski sayup-sayup terdengar suara orang-orang tertawa, berbicara dengan semangat atau setitik musik nun jauh disana. Mungkin kegiatan-kegiatan itu ada di warung kopi yang akan mereka tuju.
Dengan nekat dan cara yang tengil, Dihyan meraih tangan Vivian, menggandengnya.
Deg! 100 x!
Insting nakal seorang laki-laki seperti Dihyan membuatnya dengan cepat menemukan sebuah kesempatan emas. Ada satu lorong redup di samping pertokoan Tionghoa yang sudah tutup. Semburat cahaya menerangi lorong itu, tetapi sinar hanya menyelip melalui jeruji pagar lorong yang terbuka, atau merayap di dinding-dinding bangunan.
Dihyan menarik tangan Vivian pelan, hampir tanpa tenaga yang berarti. Sosok Vivian seperti terhipnotis, sehingga dengan penuh kerelaan dan kepasrahan ia mengikuti Dihyan. Ia juga sama sekali tidak protes ketika tubuhnya ditekan ke dinding, dan tubuh Dihyan menjulang tinggi di depannya. Ia mendongak, wajah laki-laki muda tampan itu sejengkal saja dari wajahnya.
Sepasang mata Vivian memandang sayu, tetapi satu alisnya terangkat memancing, walau hanya tertangkap saja setitik oleh Dihyan.
“Kalau kamu keberatan, tolong hentikan aku,” ujar Dihyan.
Kini kedua telapak tangannya terangkat, menangkup di kedua sisi rahang Vivian. Kulit amoi Singkawang itu halus, lembut dan mulus terasa di tangannya. Dihyan mendekatkan wajahnya ke wajah cantik Vivian yang terlihat tegang tersebut.
Satu kecupan lembut mendarat di bibir Vivian.
Permukaan kulit Vivian meregang karena hasrat liar tersebut.
Dihyan menarik diri, kemudian tersenyum nakal kepada Vivian.
Vivian yang telah terbakar hasrat kini sungguh telah berhasil terjebak di dalam penjara pesona yang diciptakan olej Dihyan. Amoi Singkawang penjaga mini market tersebut menarik kaus Dihyan agar membuatnya kembali mendekat. Vivian setengah berjinjit menyarangkan sepasang bibirnya ke bibir Dihyan. Tanpa komando, Vivian melahap bibir Dihyan yang merah itu, yang warnanya bersaing dengan warna bibirnya.
Baru saja Vivian mengatupkan kedua matanya agar meresapi setiap pergolakan bibir mereka, Dihyan kembali menarik diri.
Laki-laki muda itu kemudian menyentuh kedua bahu Vivian dan menatapnya tajam. “Kamu mau melakukannya di tempat lain?” Dihyan melihat sekeliling dan kembali menatap Vivian. “Ehm … kita tidak mungkin bisa berciuman lama,” ujarnya seraya terkekeh.
Vivian menggigit bibir bawahnya. Ia tersenyum lebar. “Ikut aku. Kita ke rumahku.”
Vivian meraih tangan Dihyan, kemudian menariknya sembari berlari.
“Kita ambil motor di tempatku bekerja. Aku tinggal hanya bersama Mama dan Amaku, nenek. Mereka jam 5 pagi sudah keluar untuk mengurus toko. Mereka nggak pernah menggangguku jam berapapun aku pulang karena tahu memang aku sering dapat shift sampai subuh, pagi atau tengah malam. Dan, ada jalan belakang yang langsung ke kamarku.”
Ini sungguh tindakan nekat, pikir Dihyan. Ia tidak protes, karena libido telah mengaktifkan syaraf-syarafnya ke tingkat yang paling tinggi. Ini merupakan tantangan baginya dan tentu saja, untuk mendapatkan kenikmatan badaniah dari seorang Vivian, menyelip masuk ke rumah pribadinya, tak peduli seberapa nekat dan konyolnya, pastilah sesuai dengan hasilnya.
klo yg ketemu di mimpi Dihyan Stefanie Indri, mungkinn wae sih, terakhir ketemu juga Dihyan mimpi yg di ksh nomer hp itu
klo dibandingkan sama Dihyan, Ashin banyak beruntungnya. Ashin mah langsung praktek lahh Asuk Dihyan mah kan cuma di mimpi 😂
next