Hidup Naura sudah berantakan, semakin berantakan lagi ketika ia diperkosa dan diharuskan menikah dengan brandalan bernama Regan Januar. Kejadian mengerikan itu terpaksa membuat Naura mengundurkan diri dari pekerjaannya, berhenti kuliah, dan berbohong kepada ibu dan sahabatnya. Tidak ada ekspektasi berlebih dengan pernikahan yang didasari dengan alasan menyedihkan seperti itu. Namun, apakah pernikahan mereka akan berjalan baik-baik saja? Atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon macarhd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebelum Naura Terkejut
Naura sudah kembali ke Jakarta dan sudah sampai di rumah Regan sejak satu jam yang lalu. Saat datang, Tessa menyuruhnya untuk langsung istirahat dan wanita itu yang akan segera membawakan makanan untuknya. Padahal, Naura tidak merasa lelah sedikitpun dan ia juga bisa mengambil makanan sendiri.
Saat sampai di rumah ini, Naura bertanya-tanya. Kapan ia akan diantarakan pulang ke kontrakannya? Mengingat ia sudah cukup lama meninggalkan tempat tinggalnya itu. Bagaimanapun, tidak mungkin jika Naura harus terus tinggal di rumah ini, kan? Selain tidak enak, Naura juga merasa tidak begitu bebas di sini. Merasa diawasi setiap kali akan melakukan sesuatu.
Selain kontrakan yang ditinggalkan, ada dua hal lagi yang tak kalah membuatnya kepikiran. Yaitu Melody dan pekerjaannya. Apa kabar dengan sahabatnya itu? Pasti dia sudah khawatir bukan main dengan keadaannya, terlebih semua pesan dan panggilannya tidak Naura balas sama sekali. Naura merasa jahat dan lupa diri karena hal itu. Namun, mau bagaimana lagi? Sampai detik ini ia belum menemukan alasan yang tepat dan kata-kata yang bagus untuk memberitahu Melody mengenai masalahnya.
Naura yang tengah bersandar di kasur, menoleh ketika pintu kamarnya baru saja terbuka dan melihatkan Tessa yang baru saja masuk dengan nampan di tangannya. Sejenak, Naura merasa tidak enak hati karena hal itu. Di mana, ia yang masih bukan siapa-siapa di rumah ini, harus merepotkan Tessa yang notabene-nya seorang pemilik rumah dan Tuan di rumah ini. tidakkah ini memalukan?
Naura beranjak turun, namun Tessa mengintrupsi kalau ia tidak perlu melakukannya. Membuat rasa tidak enak Naura semakin besar saja.
"Kamu duduk aja, saya bawain cemilan buat kamu. Memang bukan hasil masakan saya sendiri, tapi... semoga kamu menyukainya," ucap Tessa yang kini sudah duduk di samping Naura. Nampan yang dibawanya sudah ditaruh di meja yang ada di samping tempat tidur Naura.
Demi apa pun, Naura benar-benar merasa tidak enak di tempatnya. Ia tersenyum ragu, membalas senyum Tessa yang terlihat tulus di bibirnya. "Padahal nggak perlu repot-repot, Tante," ucapnya dengan nada ragu.
Mendengar itu, senyum Tessa semakin melebar. Ia menyentuh bahu Naura dan berkata, " Nggak repot, Naura. Mulai sekarang, kamu panggil saya, Mama, ya?"
Secepat itu? Meski pernikahan itu belum dilangsungkan?
Naura tidak tahu harus menanggapi seperti apa, yang pasti ada yang aneh dalam perasaannya. Seperti ... merasakan senang yang luar biasa ketika mendengar ucapan wanita baik itu. Bagaimanapun, bahkan ibunya belum pernah memperlakukan Naura sebaik dan selembut ini. bukannya membanding-bandingkan, Naura hanya merasa kalau perhatian yang diberikan oleh Tessa lebih besar dari perhatian seorang ibu kepada anaknya. Itu tidak salah, kan?
Dengan penuh keraguan, Naura menganggukkan kepalanya. "I-iya, Ma."
"Dari dulu, Mama ingin sekali punya anak perempuan, sekarang keinginan itu sudah terwujud." Tessa mengubah posisi duduknya, mengambil sepiring pancake yang ia bawa, memotongnya menggunakan garpu kemudian memberikannya kepada Naura. Tessa juga membuka mulutnya, mengisyaratkan Naura agar melakukan hal yang sama.
"Terlepas dari alasan kamu kenapa bisa sampai ke sini, Mama tetap senang karena sebentar lagi kamu jadi bagian dari keluarga ini," lanjut Tessa.
Naura mengunyah dengan pelan. Merasakan pancake yang rasanya cukup lumayan-bukannya Naura merendahkan atau tidak bersyukur-tapi jujur saja kalau soal rasa, lebih enak pancake buatan Bu Nadia. Sembari mengunyah, Naura juga berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri. Haruskah ia bersyukur dan merasa senang dengan semua ini? haruskah ia menerimanya dan melupakan apa yang telah terjadi?
Hidupnya sudah berantakan, tambah hancur ketika kejadian mengerikan itu menimpa dirinya. Namun, ketika melihat apa yang ia dapat sekarang, sepertinya kejadian itu tidak begitu membawa keburukan. Tolong jangan salah paham, di sini Naura tidak membenarkan dan tidak menerima soal kehancuran dirinya yang disebabkan oleh Regan. Tidak, ia tetap benci cowok itu, ia tetap tidak terima dan masih merasakan sakit. Hanya saja, kalau selamanya memikirkan keburukan itu, tidak akan baik juga, kan?
Karena satu cara untuk menerima sesuatu yang sudah terjadi adalah ikhlas dan berserah diri.
Naura tersenyum seraya mengucapkan terima kasih ketika Tessa menyodorkan segelas susu kepadanya. Setelah meminum susu itu, Naura mengembalikan gelasnya kepada Tessa. Demi apa pun, sekali lagi Naura tegaskan kalau ia tidak menyangka akan berada di titik ini. Di mana ia diberi perhatian lebih dan diperlakukan layaknya anak sendiri. Padahal, kalau dipikir-pikir, Naura ini kesalahan yang tak sengaja datang kepada Tessa dan keluarganya.
"Oh, iya, nanti malam kita makan malam bersama sekaligus ngomongin acara pernikahan kamu sama Regan, ya?" ucap Tessa dengan tangan yang kembali menyuapi Naura.
Mendengar itu, Naura hanya bisa mengangguk di tempatnya. Selain tidak memiliki jawaban lain, Naura juga tidak bisa menjawab dengan kata-kata sebab mulutnya yang masih penuh dengan makanan.
"Sebelumnya Mama mau tanya, kamu punya wedding dream?"
Acara pernikahan yang diinginkan?
Naura memilikinya. Namun, tidak percaya diri kalau harus mengutarakan apa yang ia inginkan tentang pernikahannya nanti. Naura sudah cukup sadar diri, di sini ia tidak berpartisipasi lebih selain jadi calon pengantin perempuan dan menghadirkan beberapa keluarganya. Akan memalukan jika ia menginginkan banyak hal dalam pernikahan itu, kan?
Lebih baik Naura tidak memberitahu Tessa mengenai hal itu.
"Nggak, Ma," jawab Naura seraya menggeleng kecil.
Tessa terlihat mengerutkan kening, bingung karena biasanya, untuk perempuan seusia Naura, pasti memiliki acara pernikahan yang diinginkan. Bagaimana dan seperti apa. "Nggak punya?" ulangnya memastikan.
Naura mengangguk.
"Biasanya, perempuan seusia kamu memiliki wedding dream sedemikian rupa yang ingin diwujudkan ketika menikah nanti." Tessa berdeham pelan. "Mm... berarti, semuanya diserahkan ke Mama?"
Mungkin yang di serahkan di sini mengenai konsep pernikahan yang akan dilakukan nantinya. Naura mengangguk setuju karena jujur saja, ia juga tidak begitu mengerti tentang itu.
"Kamu ada orang lain selain keluarga yang akan kamu undang?" Tessa kembali bertanya. Mengingat pernikahan yang terbilang cukup dadakan, juga alasan pernikahan yang harusnya disembunyikan, Tessa tidak yakin kalau Naura akan mengundang banyak orang dalam pernikahan itu. Terlebih, dalam perbincangan keduanya waktu lalu, Naura mengatakan kalau dia tidak memiliki banyak teman.
Seperti yang Tessa yakini, Naura juga memikirkan hal yang sama. Apakah ia harus mengundang seseorang dalam pernikahannya nanti? Sedangkan untuk masalah ini saja, tidak ada yang tahu kecuali keluarganya dan keluarga Regan. Naura tidak bisa membayangkan bagaimana terkejutnya Melody ketika ia memberikan undangan kepada cewek itu.
"Sepertinya... nggak ada, Ma," jawab Naura. Ya, itu sudah keputusan yang tepat.
Tessa manggut-manggut di tempatnya. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali bersuara. "Naura, sebelum kamu terkejut nantinya, Mama mau kasih tahu kamu sesuatu."
"Ара, Ма?"
"Ini tentang kamu dan Regan setelah menikah nanti."
Apa maksudnya?
Memang, apa yang akan terjadi sampai Tessa mengatakan kata 'sebelum kamu terkejut' dalam ucapannya?
lebih milih orang lain dari pada anak keluarga nya