AKU BENCI DIA

Acara makan siang bersama, berlalu tanpa keributan setelah Mario mengalah duduk ke meja yang lain setelah ku usir pergi.

Aku merasa agak sedikit tenang saat Mario mendadak pergi meninggalkan meja makan setelah menerima telpon dari seseorang.

"Kenapa makan mu sedikit?" Aku memandang piring Alya yang masih di penuhi banyak makanan.

"Aku tak nafsu makan." jawab Alya lesu.

"Apa kau sakit?" sedikit khawatir ku taruh telapak tangan ku di jidat nya.

Alya tampak terkejut dan menyingkirkan tangan ku pelan.

"Tidak, perut ku agak sedikit mual saja. Mungkin aku masuk angin." sahut Alya cepat.

"Apa kau ingin ku antarkan ke dokter?" aku menatap wajah nya cemas.

Alya menggeleng pelan.

"Tidak usah, aku baik-baik saja kok. Aku permisi sebentar, mau ke toilet ." ucap nya tiba-tiba bangkit dari duduk nya.

"Ya, jangan lama-lama." pesan ku pada nya.

Alya mengangguk pelan dan melangkah pergi menuju toilet.

Cukup lama aku menunggu, Alya belum juga kembali. Makanan yang ku makan pun sudah habis sedari tadi.

Rasa bosan mulai mendera ku. Ku lirik jam tangan yang melingkar di lengan kiri ku. Hampir setengah jam telah berlalu. Aku mulai penasaran, kenapa Alya belum kembali juga. Perasaan ku makin tak enak memikirkan Mario yang juga tak kelihatan batang hidung nya sedari tadi.

Tak sabar, aku pun meninggalkan cafetaria mencari Alya ke toilet.

Awal nya aku sedikit ragu, ku tunggu beberapa menit di depan pintu toilet wanita, Alya tak juga keluar dari toilet.

"Pak Richie? Apa yang anda lakukan disini?" salah seorang staf wanita yang baru saja keluar dari toilet memandangku dengan heran.

"Oh, eh saya menunggu Alya." jawab ku canggung.

Ada rasa malu yang hinggap di hati ku.

"Bu Alya tidak ada di dalam pak. Tadi saya melihat nya di ujung dekat parkiran belakang lagi ngobrol sama Pak Mario." ucap staf wanita itu memberitahu ku.

Aku kaget setengah mati.

"Kenapa Alya membohongiku? Apa dia sengaja janjian dengan Mario agar bisa berduaan dengan Mario tanpa sepengetahuan ku?" Batin ku jadi berprasangka buruk pada Alya.

Tanpa mempedulikan staf wanita itu, aku langsung berlari ke ujung jalan menuju parkiran belakang yang memang agak sepi dari keramaian.

Langkah ku terhenti saat mendengar percakapan sepasang orang dari balik dinding sebuah ruangan kosong yang ada di dekat parkiran belakang.

Aku sangat mengenali suara itu. Itu adalah suara Alya dan Mario. Kedengaran nya mereka bertengkar.

Darah ku langsung mendidih, ingin melabrak mereka berdua, namun rasa penasaran ku yang tinggi, menghentikan niat ku itu. Aku ingin tahu, apa yang mereka bicarakan.

"Dengarkan aku dulu Alya. Aku memang salah sudah jatuh cinta pada mu. Melupakan perasaan itu begitu saja, bagi ku tidak mudah Alya! Bukan kah kau tau, Semua adalah ulah Richie! Andai aku tahu dari awal kau adalah istri Richie, aku tak mungkin menggoda mu. Salah nya sendiri, siapa suruh dia bersandiwara begitu!" suara Mario terdengar jelas mengungkapkan perasaan nya pada Alya.

Darah ku menggelegak, berani sekali dia bicara begitu pada istri ku.

"Aku tau Mario, Aku dan Richie sudah bersalah pada mu. Harus nya aku tidak ikut permainan drama bodohnya itu. Aku minta maaf, ku mohon, jangan ganggu aku dan Richie lagi okey." Suara Alya yang terdengar membujuk Mario membuat kuping ku jadi panas.

Aku tak mengira, drama ku berefek panjang hingga saat ini. Ku pikir, setelah hubungan ku dan Alya membaik tak akan ada lagi permasalahan yang akan terjadi. Aku memang bodoh, aku seperti mengumpan seekor kucing liar dengan seekor ikan hias yang ku suka.

"Aku tak kan melepaskan mu begitu saja Alya. Richie Ricardo bukan orang yang tepat untuk mu. Dia tak menghargai mu sama sekali. Kau hanya boneka yang siap ia permainkan kapan saja. Setelah itu ia akan membuang mu kapan pun ia mau!" nada bicara Mario terdengar ber api-api.

Aku tersandar lemas ke dinding tembok pembatas ruangan. Aku juga tak bisa menyalahkan Mario. Aku yang membuat ia jadi penasaran pada Alya. Semua karna drama yang ku buat. Mario si playboy itu, rupa nya menaruh perasaan yang teramat mendalam pada istri ku Alya.

"Mario, Richie tak seperti yang kau katakan. Dia sangat mencintai ku." jawaban Alya membuat tulang-tulang ku makin lemas.

Ia berupaya membela ku di hadapan Mario.

"Cinta? Apa kamu lupa Alya? Waktu kecil dia hampir membunuh mu. Kau hampir mati di tangan nya!" derai tawa sinis terdengar mengiringi ucapan Mario yang seolah menahan kepedihan hati nya karna pembelaan Alya atas diriku.

"Bagaimana kau tahu itu? Ku rasa tak semua orang tahu, cerita masa kecil ku," tanya Alya terdengar bingung.

"Aku dengar sendiri dari ayah ku. Ayah mu, ayah ku dan ayah Richie adalah sahabat baik. Apa kau tahu, siapa yang pertama kali melihat mu tenggelam? Itu adalah aku. Aku yang berteriak memanggil orang untuk menyelamatkan mu. Aku tak lupa dengan kejadian itu Alya." terang Mario lagi memberitahu Alya tentang sebuah cerita yang tak pernah ku ketahui.

Pernyataan Mario membuat perasaan ku terkejut dan terpuruk. Aku seperti penjahat yang teramat buruk untuk Alya, dan Mario seperti penyelamat dalam hidup nya.

Ternyata, Mario juga terlibat dalam masa lalu suram ku bersama Alya. Aku merasa makin tak berarti di mata Alya. Aku tak pantas hidup bersama Alya. Alya mungkin lebih baik, bersama Mario yang telah menjadi penyelamat nya.

Amarah ku hilang tak berbekas, berganti rasa rendah diri yang mulai menyelimuti diri ku. Rasa takut kehilangan Alya makin besar menghimpit perasaan ku.

"Aku tak peduli apapun alasan mu. Walau kau adalah penyelamat hidup ku, itu tak berarti aku harus menerima cinta mu. Aku sudah punya suami, Richie adalah suami ku. Ku harap kau mengerti!" suara Alya samar-samar makin jelas dan makin dekat ke telinga ku di iringi suara langkah kaki menuju keluar ruangan.

Aku tersentak kaget dan segera berbalik hendak kembali ke arah cafetaria. Sayang nya aku telat. Alya sudah terlanjur melihat kehadiran ku di sana.

"Richie?!" panggil Alya kaget.

Aku mempercepat ayunan langkah kaki ku untuk menjauhi tempat itu. Ku dengar suara tumit sepatu Alya yang menggunakan hak tinggi berbunyi kencang mengejar di belakang ku.

"Richie! Tunggu aku! Dengarkan penjelasan ku!" teriak Alya terengah-engah berlari mengejar ku.

Aku tak mempedulikan teriakan nya. Rasa malu, bersalah, rendah diri dan aneka perasaan terlalu sulit untuk ku ungkap kan.

'Richie! Aww...!" jerit Alya mengasuh kesakitan.

"Bruk...!"

Bunyi benda jatuh di belakang ku membuat ku terkejut dan berbalik menoleh ke arah Alya yang ada di belakang ku.

"Kamu gak apa-apa Al?" teriak Mario mengejar Alya yang duduk bersimpuh di lantai sambil meringis karna terjatuh.

Aku tertegun memandang pemandangan manis yang saat ini terpampang di depan mata ku.

Mario terlihat memegang lengan istri ku membantu nya untuk berdiri. Pemandangan yang sangat menyayat hati.

.

.

.

BETSAMBUNG