Masa lalu membuat Sapphira Mazaya membenci suaminya. Namun, demi kedua buah hatinya, ia terpaksa menikah dengan Kaivandra King Sanjaya, ayah dari kedua anak kembarnya.
Kaivan melakukan berbagai cara hingga Sapphira mau menjadi istrinya. Rasa tanggung jawab atas hadirnya sepasang anak kembar yang baru ia ketahui tujuh tahun kemudian membuat ia harus rela hidup dengan kebencian dari perempuan yang kini berstatus sebagai istrinya.
Akankah Kaivan mampu merubah rasa benci di hati Saphira padanya menjadi cinta kembali seperti di masa lalu? Serta memberikan kebahagiaan yang bukan sekedar sandiwara untuk kedua putra dan putrinya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SYKB 28 Obsesi Menghancurkan Segalanya
Suami Yang Ku Benci (28)
" Sin, kamu tahu kenapa saya memanggil kamu?,"
Sintya menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu kenapa tiba-tiba di suruh menghadap pada Desta. Asisten sang bos.
Tapi, pikirannya bisa menebak jika pasti ada masalah dan bukan masalah sepele.
" Mm, apa ada yang salah dengan pekerjaan saya?," tanya Sintya akhirnya.
" Bukan itu. Tapi, bisa jelaskan ini maksudnya apa?,"
Desta membalikkan laptop miliknya. Dimana sebuah video di tayangkan.
Sintya mematung.
Flashback on
" Sin, buatkan teh manis hangat untuk saya." pesan Kaivan pada sekretarisnya.
Sintya mengangguk. Ia berjalan ke arah pantry. Namun, sebelum jauh melangkah, ia mendengar obrolan Kaivan dan Desta tentang kedatangan Saphira siang ini.
Ia yang sudah masuk ke pantry lalu mengedarkan pandangannya. Melihat tidak ada yang melihat, Sintya kembali ke mejanya. Mengambil sesuatu di tasnya.
" Kita lihat, apa setelah ini hubungan kalian akan baik-baik saja?," monolognya.
Sintya memasukkan serbuk yang ia bawa. Pantry yang kosong membuat Sintya leluasa melakukan aksinya.
Dia pun membawa teh buatannya itu ke hadapan Kaivan.
" Silahkan, Pak,"
"Hmmm,"
Sintya langsung balik badan meninggalkan Kaivan. Namun, saat akan keluar ia memastikan Kaivan meminum teh buatannya dengan ekor matanya.
Kaivan yang tidak punya firasat apapun,meminum teh buatan Sintya. Hingga ia merasa mengantuk dan segera masuk ke dalam kamar pribadi.
" Harusnya obat itu sudah bereaksi," Sintya melihat jam di tangannya.
Dengan tanpa rasa takut, Sintya masuk kedalam ruangan Kaivan.
" Dimana dia?," tanya Sintya mengedarkan pandangannya.
Namun, melihat gelas yang awalnya berisi teh itu sudah kosong, Sintya tersenyum. Ia pun langsung melangkah ke arah satu-satunya tempat dimana kemungkinan Kaivan ada disana.
Ceklek
Sintya tersenyum sambil melangkahkan kakinya mendekati Kaivan yang sudah terbaring dengan posisi tak nyaman.
Sintya membuka pakaian Kaivan bahkan membuat tanda di leher Kaivan tanpa takut sedikitpun Kaivan terbangun.
Setelah puas dengan aksinya, dia melangkahkan kakinya keluar. Membuat pakaiannya sedikit berantakan.
Hingga ia menunggu kedatangan Saphira di depan pintu.
" Ck, kapan dia datang?," kesal Sintya karena ia pegal berdiri lama hanya agar bisa membuat momen yang pas dimana ia seolah terpergok dari ruangan Kaivan.
" Sudahlah. Kondisi Pak Kaivan pun setidaknya akan membuat Saphira salah sangka.." Ucapnya tersenyum.
Ceklek
Sintya terkejut. Ia benar-benar terkejut saat di hadapannya ada istri dari bosnya. Dunia seolah mendukungnya. Itu yang ada di pikiran Sintya.
" Oh, Bu Phira. Silahkan masuk, Bu. Pak Kaivan ada di ruangan pribadinya. Barusan minta saya mengabarkan makanan dan obat. Katanya mau istirahat," jelas Sintya panjang lebar tanpa ditanya.
" Oh," jawab Saphira hanya ber oh ria
Sintya segera berlalu sambil merapikan pakaiannya dan rambutnya yang sedikit berantakan.
Saphira masih memandangi Sintya yang ternyata bukan kembali ke mejanya melainkan berjalan ke arah toilet.
Setelah memastikan pintu ruangan tertutup, Sintya lalu menghubungi seseorang agar datang ke pantry.
" Ada apa?,"
" Buat tanda disini," pinta Sintya pada laki-laki di depannya.
Aldo menyeringai. Ia tak akan menolak mangsa yang datang menyerahkan diri.
" Tapi, hanya satu. Ingat!!," ancam Sintya.
Kalau bukan demi tujuannya, ia takkan mau melakukan ini. Tapi, semua akan sia-sia kalau tidak ada bukti di tubuhnya.
Aldo hanya mengangguk saja. Namun, saat ia sudah melakukan apa yang diminta, Aldo tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia memberi tanda lebih satu bahkan memaksa untuk menc1um bibir Sintya.
Sintya yang awalnya memberontak akhirnya malah terbuai. Aldo sang Playboy pun menang banyak.
Flashback end
Sintya hanya menelan ludahnya kasar. Gabungan rekaman CCTV dari berbagai tempat itu membuatnya tidak bisa berkutik.
Bodoh. Bagaimana aku bisa lupa soal CCTV. Geram Sintya dalam hatinya.
Ternyata semua tidak semulus yang ia pikirkan.
" Soal itu .."
Desta hanya menghembuskan nafasnya. "Aku sudah memperingatkan kamu. Tapi, kamu tak mengindahkannya, Sin,"
Sintya hanya menundukkan wajahnya.
Menyesal kah Sintya? Ya, dia menyesal karena harus tertangkap basah.
" Ini.." Sebuah amplop di letakkan di hadapan Sintya.
" Ini apa, Pak?," tanya Sintya bingung
" Baca saja!,"
Sintya perlahan membuka amplop yang diberikan. Ia mengeluarkan sebuah kertas di dalamnya.
Deg
"Apa maksudnya ini, Pak?," tangan Sintya gemetar. Ia melotot tak percaya pada laki-laki di hadapannya.
" Seperti yang kamu baca." jawab Desta.
Padahal jelas sekali isi dari surat itu tapi,malah bertanya maksudnya.
" Saya di pecat tidak hormat? Tanpa pesangon pula?,"
Desta mengangguk.
" Bapak tidak berhak melakukan ini. Saya tidak terima. Bapak hanya bawahan Pak Kaivan sementara saya bukan bekerja pada Bapak. Kalau bukan pak Kaivan yang memecat saya, saya tidak mau keluar dari perusahaan ini," Ucap Sintya panjang lebar membuat Desta terkekeh.
" Kamu baca sampai selesai. Lihat tanda tangan siapa disana?," Desta hanya menggelengkan kepalanya. Sudah salah bukannya meminta maaf malah berlagak jadi korban."
" Tidak..." Tanda tangan asli dan bukan tanda tangan elektronik milik Kaivan.
" Pak, tapi..."Sintya tidak bisa keluar begitu saja. Namanya pasti tercoreng jika di pecat dengan tidak hormat.
"Tolong saya, Pak. Saya minta maaf. Saya butuh pekerjaan ini. Lagipula kinerja saya bagus. Tolong pertimbangkan,"Sintya akhirnya memilih memohon dan meminta maaf saja.
" Kenapa kamu minta tolong pada saya? Saya hanya bawahan Pak Kaivan. Sementara kamu bekerja pada Pak Kaivan, maka mintalah padanya," Desta tersenyum mengejek melihat Sintya yang menatapnya tak percaya. Ucapannya tadi di balikkan begitu saja.
" Pak..."
" Bereskan barang-barangmu sekarang juga. Masih banyak orang yang mau bekerja menggantikan posisimu,"
Sintya akhirnya hanya diam. Tanpa permisi keluar dari ruangan Desta. Bahkan cukup keras menutup pintu ruangan Desta.
" Ada ya orang seperti itu. Kalau salah ya mengaku Salah saja bukannya malah marah-marah,"
Di mejanya, Sintya hanya menggerutu tak jelas. Sambil memasukkan barangnya pada tas yang sudah ia persiapkan.
"Inikah akhir perjuanganku?," lirihnya.
"Semua akhirnya malah menghancurkanku. Aku kehilangan pekerjaan ku yang sudah susah payah aku dapatkan."
Sintya lalu pergi dari sana. Ia akhirnya benar-benar menyesal. Obsesi membuat ia kehilangan segalanya.
Sementara itu, di sebuah perusahaan, Laura duduk di mejanya sambil mengerjakan tugasnya.
" Mbak, ini,"
Seorang OB meletakkan sebuah buket bunga dan sebuah coklat.
" Dari siapa?,"
" Ada kartunya," ucap sang OB sambil undur diri.
" Hah .. Dia lagi,"
Laura membuka lacinya lalu memasukkan kartu ucapan ke dalamnya bergabung dengan banyaknya kartu ucapan dari orang yang sama.
" Dia juga patut di pertimbangkan," ucap Lily melihat buket yang ada di meja Laura. Saat hendak bertemu Laura, ia malah melihat buket bunga yang beberapa hari ini selalu menghiasi meja Laura.
" tapi...".
" Jangan sampai obsesi membuatmu kehilangan segalanya. Termasuk orang yang benar-benar tulus padamu...,"
TBC