Menikah secara tiba-tiba dengan Dean membuat Ara memasuki babak baru kehidupannya.
Pernikahan yang awalnya ia kira akan membawanya keluar dari neraka penderitaan, namun, tak disangka ia malah memasuki neraka baru. Neraka yang diciptakan oleh Dean, suaminya yang ternyata sangat membencinya.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? apakah Ara dapat menyelamatkan pernikahannya atau menyerah dengan perlakuan Dean?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lalu Unaiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28
Keesokan harinya.
Setelah mendapatkan rambut Ayana dan Ara, Dean pun melakukan pemeriksaan tes DNA secara diam-diam di rumah sakit Nugroho Group.
Kini Dean hanya perlu menunggu selama seminggu, lalu setelahnya ia akan tau, apakah kecurigaannya benar atau salah. Ada sedikit ketakutan dalam hati Dean, bagaimana jika Ara memang benar adalah anak Ayana? Apa yang akan ia lakukan? Jujur saja ia sudah sangat terbiasa dengan kehadiran Ara.
Dean menghela nafas, saat ini ia sedang berada di club milik Egi bersama dengan David, Egi sedang tidak ada di sana sedangkan Bimo masih belum datang. Setelah pulang dari kantor Dean memilih pergi ke club untuk menghilangkan tekanan. Kepalanya hampir pecah memikirkan segala hal yang terjadi di kehidupannya. Sama halnya dengan David yang juga sepertinya sedang banyak fikiran.
“kau kenapa?” tanya David, laki-laki berambut ikal itu menuangkan minuman di gelas Dean.
“sepertinya aku sudah benar-benar tertarik dengan perempuan itu,” kata Dean ringan sembari menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, menatap ke atas langit-langit.
David yang mendengar itu terdiam sebentar, mereka memiliki masalah yang sama yaitu perempuan. David melipat bibirnya sebelum bicara.
“kalau begitu lanjutkan, tidak ada yang melarangmu jatuh cinta kepadanya Dean. Semuanya terserah kau. Jangan terlalu fokus pada apa yang belum kelihatan jelas, jika perasaanmu lebih jelas dari segala kecurigaan-kecurigaanmu tentang Ara, kusarankan dengarkan hatimu,” tutur David.
Dean memejamkan matanya mendengar itu. Ia sangat ingin mendengarkan semua kata hatinya, namun ia takut akan salah jalan. Cinta bukan sesuatu yang mudah dipahami. Ia tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, karena itu lah ia masih sedikit sangsi dengan perasaannya.
“apakah rasa tertarik sama dengan jatuh cinta?” tanya Dean. David terkekeh, laki-laki itu lalu menenggak minuman di gelasnya hingga tandas.
“tentu saja berbeda, jatuh cinta jauh lebih indah dan menyakitkan,” kata David sambil menepuk-nepuk bahu Dean.
Dean seketika mengangkat kepalanya terlihat tertarik dengan kalimat David. Melihat tatapan Dean David mengedipkan mata, laki-laki itu merasa lucu dengan raut penasaran Dean.
“jatuh cinta tak serumit yang kau fikirkan Dean, sederhana saja sebenarnya, jika kau masih belum yakin bagaimana perasaanmu, coba kau bayangkan Ara sedang bersama laki-laki lain, lalu bagaimana perasaanmu. Jika kau tidak marah sama sekali berarti perasaanmu murni hanya ketertarikan biasa, namun jika rasanya kau ingin membunuh laki-laki yang bersamanya itu bisa kupastikan Dean perasaanmu kepadanya sudah lebih kuat dari yang kau bayangkan. Kau cemburu.”
Seketika ingatan saat Ara jatuh di kolam pun muncul ke permukaan. Bagaimana bibir perempuan itu menempel pada bibir Bima, serta pelukan erat yang semakin membuat darahnya mendidih saat itu. memikirkannya saja sudah membuat tangannya mengepal. Ia tidak suka Ara disentuh pria lain.
David memperhatikan tangan Dean yang mengepal. Ia kemudian tersenyum tipis lalu menepuk bahu Dean dua kali seolah menyemangati.
“kau tau Dean bagian paling menyebalkan dari jatuh cinta adalah ketika kita diselimuti perasaan cemburu. Tapi semoga kau berhasil mengatasinya. Sedangkan bagian paling menyeramkannya adalah saat kau tak lagi bisa bersamanya. Kuharap kau lebih bersikap dewasa,” ucap David menasehati sahabatnya yang selalu gegabah ini. Dean adalah seseorang dengan tempramen yang buruk, saat sedang marah laki-laki itu bisa hilang kendali.
Dean hanya diam, ia menatap kosong pada gelas bening di hadapannya. Musik yang diputar dengan volume kecil itu memenuhi ruangan, di ruangan VIP itu hanya ada mereka berdua, berbeda halnya jika Egi ada, sudah dipastikan laki-laki itu akan membawa satu atau dua perempuan penghibur.
Setelah beberapa lama kediaman menguasai keduanya tiba-tiba pintu dibuka dari luar, menampilkan Bimo dengan kemeja hitam yang lengannya dilipat sampai siku, sepertinya laki-laki itu juga baru pulang kerja.
“sorry aku ada sedikit urusan tadi,” ucapnya sambil mengambil duduk di sofa di sisi kosong di sebelah kiri depan David. Laki-laki itu kemudian menuangkan minumannya sendiri lalu langsung menenggaknya hingga tandas.
Melihat kedatangan Bimo, Dean memasang muka datarnya kembali.
“apa yang kalian bicarakan sejak tadi?” tanya Bimo memandang dua orang yang hanya diam saja.
“tidak ada, hanya pembahasan biasa,” jawab David sembari mengangkat bahu. Ia sedikit menyadari sikap Dean terhadap Bimo yang agak dingin belakangan ini. Mendengar itu Bimo hanya mengangguk.
“bagaimana kabar Mentari?” tanya Bimo pada David. David menghela nafas, laki-laki itu terlihat lelah.
“masih sama seperti sebelumnya, pengobatannya masih berlanjut,” jawab David lemah.
Bimo menangguk, kemudian ia mengeluarkan dompetnya lalu mengeluarkan sebuah kartu nama dan menyerahkannya pada David.
“oh iya, ini,” kata Bimo sembari menyodorkan kartu nama itu kepada David. Dompetnya lalu ia letakkan di atas meja. David pun langsung menerima lalu melihatnya sebentar kemudian memasukkannya ke dalam saku kemejanya.
"terima kasih."
"Apa itu?" tanya Dean terlihat penasaran.
"aku berencana ingin memindahkan pengobatan Mentari ke singapura. Bimo punya kenalan dokter di sana dan aku meminta kartu namanya."
David menjelaskan, rencananya itu memang sudah beberapa bulan lalu ia fikirkan, ia ingin Mentari mendapatkan pengobatan yang lebih intensif, namun selama ini orang tua Mentari menolak lantara biaya, padahal David sudah mengatakan bahwa ia yang akan menanggung semua biayanya.
Mentari memang berasal dari keluarga yang sederhana, tidak seperti David dan teman-temannya, namun Mentari dapat berteman baik dengan mereka karna bersekolah di sekolah yang sama saat SMA.
Tak lama kemudian obrolan pun mengalir, membahas tentang Egi yang ternyata malam ini sedang mengikuti acara makan malam kencan buta yang diatur oleh orang tuanya. Ia memang didesak untuk segera menikah.
Sebenarnya jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, namun sepertinya di antara mereka tidak ada yang ingin pulang. Botol-botol di atas meja sudah banyak yang kosong.
Dean menatap ponselnya di atas meja yang menampilkan notifikasi pesan masuk dari Ara, perempuan itu seperti biasa menanyakan keberadaannya saat ia lama pulang, sudut bibir Dean tertarik ke atas, bahagia rasanya diperhatikan oleh Ara.
Bimo yang duduk tidak jauh dari Dean pun ikut melihat ke arah ponsel Dean, ia menatap wajah Dean tak suka, kemudian ia bangkit dan pamit ke toilet.
Sepeninggalan Bimo, Dean bermaksud kembali menuangkan minuman di gelas mereka, namun saat hendak menungkan minuman ke gelas Bimo tak sengaja tangannya menyenggol dompet Bimo yang sepertinya tak sengaja diletakkan oleh pemiliknya, Dean pun menunduk untuk mengambil dompet yang jatuh tersebut lalu hendak mengembalikannya ke atas meja jika saja matanya tak menangkap sebuah foto di sana.
Foto wajah seorang perempuan yang beberapa saat lalu mengiriminya pesan.
Rahang Dean mengeras, ia rasa ubun-ubunnya akan meledak karna amarah. Tak berapa lama Bimo pun kembali dari toilet.
"jelaskan!" ucap Dean sambil melemparka dompet Bimo yang terbuka menampilkan foto Ara di dalamnya.