Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 Ujian Keberanian dan Kesetiaan
Hari-hari di sekolah baru semakin sibuk bagi Keisha. Setiap harinya dipenuhi dengan kelas-kelas yang menantang, tugas yang bertumpuk, dan sesi latihan debat yang semakin intens. Namun, semua itu tidak membuatnya mundur. Justru, ia merasa semakin tertantang untuk membuktikan dirinya.
Seleksi tim inti debat semakin dekat, dan atmosfer dalam klub debat menjadi semakin kompetitif. Keisha dan Ryan, yang selama ini menjadi dua kandidat terkuat, masih belum mengetahui siapa yang akan terpilih. Keisha bisa merasakan tatapan Ryan setiap kali mereka berlatih. Tatapan itu bukan sekadar penilaian, tetapi lebih kepada pengakuan bahwa mereka berdua berada di level yang sama.
Namun, di tengah kesibukan itu, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Keisha mulai merasa ada sesuatu yang aneh dengan sistem seleksi ini. Beberapa anggota klub mengatakan bahwa keputusan siapa yang akan masuk tim inti sudah dibuat jauh sebelum seleksi selesai. Rumor itu menyebar dengan cepat, dan hal itu membuat Keisha semakin penasaran.
~
Suatu sore, Keisha duduk di perpustakaan, mencoba fokus membaca materi debat. Namun, pikirannya terus terganggu oleh rumor yang ia dengar. Apakah benar seleksi ini tidak adil? Apakah usahanya selama ini hanya sia-sia?
Tiba-tiba, Danu datang dan duduk di seberangnya. “Gue denger lo lagi mikirin soal seleksi tim inti,” katanya sambil membuka bukunya.
Keisha mengangkat wajahnya. “Iya. Lo denger juga, kan, soal rumor itu?”
Danu mengangguk. “Iya, dan gue rasa lo harus tahu sesuatu.”
Keisha menatapnya dengan serius. “Apa?”
Danu melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang mendengar, lalu berbicara pelan. “Gue dapet info dari kakak kelas gue yang dulu juga ikut klub debat. Katanya, ada kemungkinan besar seleksi ini cuma formalitas. Ryan sudah ditentukan untuk masuk tim inti sejak awal, karena dia anak salah satu donatur terbesar di sekolah ini.”
Keisha terdiam. Dadanya terasa sesak. Jadi, semua usahanya selama ini percuma?
“Lo yakin sama informasi ini?” tanya Keisha dengan suara bergetar.
Danu mengangguk pelan. “Gue nggak bisa kasih bukti konkret, tapi gue percaya sumber gue.”
Keisha menghela napas panjang. Ia tidak ingin percaya begitu saja pada rumor, tetapi jika itu benar, maka ini adalah ketidakadilan yang tidak bisa ia terima begitu saja.
~
Keisha tidak bisa diam saja. Malam itu, ia mencari informasi lebih lanjut dengan berbicara pada beberapa anggota klub yang lebih senior. Namun, kebanyakan dari mereka hanya menggeleng dan berkata bahwa sistem di sekolah ini memang sulit untuk diubah.
“Kalau lo lawan sistem ini, bisa-bisa lo sendiri yang kena masalah, Kei,” kata salah seorang seniornya.
Keisha tahu risikonya, tetapi ia tidak bisa hanya duduk diam menerima ketidakadilan.
Keesokan harinya, Keisha mendatangi Miss Clara, salah satu staf administrasi yang dikenal cukup adil dan dekat dengan para siswa.
“Miss, saya ingin bertanya soal seleksi tim inti debat,” kata Keisha dengan hati-hati.
Miss Clara menatapnya dengan tenang. “Apa yang ingin kamu tanyakan, Keisha?”
Keisha menarik napas dalam-dalam. “Saya mendengar bahwa seleksi ini hanya formalitas, dan bahwa Ryan sudah ditentukan untuk masuk tim inti sejak awal.”
Miss Clara terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Keisha, saya menghargai keberanian kamu untuk menanyakan hal ini. Tapi ada hal-hal yang tidak bisa saya bicarakan secara terbuka.”
Keisha bisa merasakan bahwa Miss Clara sebenarnya ingin mengatakan sesuatu, tetapi terhalang oleh batasan tertentu.
“Apa seleksi ini benar-benar adil?” tanya Keisha, menatap Miss Clara dengan mata penuh harapan.
Miss Clara menatapnya dengan dalam. “Keisha, yang bisa saya katakan adalah… berikan yang terbaik. Terkadang, bahkan dalam sistem yang tidak sempurna, usaha dan kemampuan seseorang tetap bisa berbicara lebih kuat daripada koneksi.”
Keisha mengangguk pelan. Ia mengerti bahwa tidak semua hal bisa diubah dalam sekejap, tetapi itu tidak akan menghentikannya untuk berjuang.
~
Hari seleksi akhir pun tiba. Ruang debat dipenuhi oleh anggota klub yang ingin menyaksikan momen penting ini. Ryan terlihat tenang seperti biasa, sementara Keisha berdiri dengan penuh fokus.
Topik debat diumumkan, dan diskusi pun dimulai. Keisha tahu bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya untuk membuktikan dirinya. Ia mengeluarkan semua argumen terbaiknya, menyusun strategi yang matang, dan tidak gentar menghadapi serangan Ryan.
Ryan, di sisi lain, tetap menunjukkan kecerdasannya. Ia menanggapi setiap argumen dengan tajam, membuat suasana debat semakin panas.
Ketika sesi berakhir, semua orang menahan napas menunggu keputusan. Pembimbing klub berdiri di depan dan mulai berbicara.
“Setelah mempertimbangkan hasil seleksi dan performa debat kalian, kami akhirnya membuat keputusan.”
Keisha menggenggam tangannya erat.
“Tim inti yang akan mewakili sekolah dalam kompetisi debat internasional adalah… Ryan.”
Ruangan menjadi hening. Keisha merasa dadanya sesak, tetapi ia mencoba tetap tenang. Ia sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan ini.
Namun, sebelum semua orang bubar, pembimbing klub melanjutkan, “Dan sebagai cadangan utama, jika ada anggota yang berhalangan, kami memilih Keisha.”
Meskipun tidak terpilih sebagai anggota inti, Keisha merasa sedikit lega. Setidaknya, ia masih diakui.
Saat semua orang mulai beranjak, Ryan tiba-tiba menghampirinya.
“Kamu luar biasa, Keisha,” katanya dengan suara yang lebih lembut dari biasanya.
Keisha menatapnya, sedikit terkejut. “Makasih, Ryan. Lo juga.”
Ryan tersenyum kecil. “Aku tahu ada rumor yang beredar tentang seleksi ini. Aku juga tahu kamu pasti merasa ini nggak adil. Tapi aku ingin kamu tahu satu hal… aku nggak pernah minta perlakuan khusus. Aku tetap berusaha sekeras yang aku bisa.”
Keisha mengangguk. Mungkin benar bahwa sistem di sekolah ini tidak sepenuhnya adil, tetapi itu tidak berarti semua orang yang berada di dalamnya tidak berjuang dengan cara mereka sendiri.
~
Malam itu, Keisha duduk di balkon asramanya, merenungkan semuanya. Anita duduk di sebelahnya, seperti biasa membawa dua cangkir teh hangat.
“Gue tahu lo pasti kecewa,” kata Anita pelan.
Keisha tersenyum tipis. “Iya, tapi gue juga belajar banyak. Kadang kita nggak selalu bisa menang, tapi itu bukan berarti kita berhenti berjuang.”
Anita mengangguk. “Lo keren banget, Kei. Gue yakin suatu hari nanti lo bakal dapet kesempatan yang lebih besar.”
Keisha menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Ia tahu bahwa perjalanan ini belum selesai. Akan ada lebih banyak tantangan, lebih banyak rintangan, tetapi ia juga tahu bahwa ia lebih kuat dari sebelumnya.
Ia tidak akan berhenti. Ini baru permulaan.