NovelToon NovelToon
Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dokter Genius / Beda Usia / Roman-Angst Mafia
Popularitas:17.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Dibesarkan oleh kakeknya yang seorang dokter, Luna tumbuh dengan mimpi besar: menjadi dokter bedah jantung. Namun, hidupnya berubah pada malam hujan deras ketika seorang pria misterius muncul di ambang pintu klinik mereka, terluka parah. Meski pria itu menghilang tanpa jejak, kehadirannya meninggalkan bekas mendalam bagi Luna.

Kehilangan kakeknya karena serangan jantung, membuat Luna memilih untuk tinggal bersama pamannya daripada tinggal bersama ayah kandungnya sendiri yang dingin dan penuh intrik. Dianggap beban oleh ayah dan ibu tirinya, tak ada yang tahu bahwa Luna adalah seorang jenius yang telah mempelajari ilmu medis sejak kecil.

Saat Luna membuktikan dirinya dengan masuk ke universitas kedokteran terbaik, pria misterius itu kembali. Kehadirannya membawa rahasia gelap yang dapat menghancurkan atau menyelamatkan Luna. Dalam dunia penuh pengkhianatan dan mimpi, Luna harus memilih: bertahan dengan kekuatannya sendiri, atau percaya pada pria yang tak pernah ia lupakan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33

Keesokan harinya, di sebuah restoran cepat saji yang terletak di pusat kota, Luna sudah tiba lebih awal, duduk di salah satu meja pojok dengan pemandangan jalan yang sibuk di luar. Dia sedikit gugup, meskipun ini bukanlah kali pertama mereka bertemu, kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda—mungkin karena ia masih tidak sepenuhnya terbiasa dengan pertemuan ini, atau mungkin karena pria itu begitu berbeda dari apa yang ia bayangkan.

Tak lama setelah ia duduk, pintu restoran terbuka, dan Lucius muncul di ambang pintu, mengenakan jas hitam yang begitu sempurna, seolah dia baru saja keluar dari lemari pakaian seorang tokoh utama dalam sebuah film elegan. Sebuah pandangan berpendar-pendar tertuju padanya dari setiap sudut ruangan, bahkan para pelayan yang sibuk melayani pelanggan, seketika menoleh.

Luna mendelik sebentar, tak dapat menahan rasa gelinya. "Kau mau kemana?" tanyanya dengan nada sedikit gugup dan malu. Lucius, yang tampak tidak menyadari suasana yang tercipta di sekelilingnya, menatapnya dengan tatapan kosong, seolah tidak ada yang aneh dari penampilannya.

"Apa ada yang salah?" tanya Lucius dengan nada tak mengerti, dan Luna, yang tampaknya tak bisa menahan sedikit tawa, menatapnya tajam.

"Tentu saja ada," jawab Luna, memandang pakaian Lucius dari ujung kepala hingga ujung kaki, kemudian kembali menatapnya dengan tatapan serius. "Kita sedang makan di restoran cepat saji. Tapi penampilanmu—" ia menahan senyum, "seperti pialang saham di Wall Street. Kau pasti membuat orang-orang berpikir aku akan memesan sesuatu yang seharga rumah!"

Lucius menggaruk kepalanya yang tak terasa gatal, sedikit tersipu—sebuah hal yang jarang dia lakukan. "Maafkan aku, ini karena baru pertama kalinya aku makan di tempat seperti ini," jawabnya, suara khasnya yang tegas tampak sedikit canggung. Luna tertegun sejenak, tidak percaya dengan pernyataan yang baru saja keluar dari mulutnya.

"Apa kau sudah pesan makanan?" tanya Lucius, mencoba menyembunyikan rasa gugup yang mulai merayapi wajahnya. "Apa kau yakin ingin makan di sini? Aku bisa membawamu ke tempat yang lebih mahal, jika kau merasa tidak nyaman."

Luna, yang tampaknya mencoba bersikap sopan, terdiam sejenak. "Memangnya kenapa dengan tempat ini? Disini bersih, makanannya juga enak dan murah. Aku lebih suka makan di sini daripada di restoran mahal yang menyajikan makanan hanya cukup untuk anjingku, dengan harga selangit." Luna berkata, menatap Lucius dengan ekspresi serius, meskipun dalam hati ia berusaha menahan tawa yang ingin meledak.

"Kalau kau tidak suka, kau bisa pergi. Tidak ada yang memaksamu untuk makan di sini," lanjut Luna lagi, menantang Lucius dengan tatapan yang semakin tajam.

Lucius terdiam, seolah kata-kata Luna itu menyentuh sesuatu yang lebih dalam dalam dirinya. Setelah beberapa detik hening, Lucius mengangkat bahunya dengan sikap yang seolah mengatakan 'baiklah', namun di mata Luna, ia tahu ada sedikit keengganan di dalam dirinya. "Siapa bilang aku tidak suka?" katanya, akhirnya duduk di meja dengan sikap yang lebih santai. "Baiklah, kalau begitu."

Kemudian, Lucius mengangkat tangan, memanggil pelayan yang mendekat dengan cepat. "Pelayan," panggilnya dengan nada lembut, namun tetap dengan aura yang kuat, membuat pelayan itu segera datang dengan sikap penuh hormat.

Luna, yang sudah tidak tahan dengan suasana sedikit canggung, memutuskan untuk memesan dulu. "Saya akan memesan sandwich dan burger, ditambah kentang goreng dan tiramisu sebagai hidangan penutup, serta segelas besar milkshake rasa strawberry," kata Luna dengan penuh keyakinan, menyadari bahwa ia memilih hidangan yang cukup banyak. Tak ada yang perlu diragukan lagi, Luna tahu betul bagaimana menikmati makanan yang lezat.

Lucius, yang tampaknya tak terbiasa dengan suasana seperti ini, memesan lebih sederhana. "Saya akan memesan espresso panas, dan sebuah bagel," jawabnya dengan suara yang lebih pelan, seolah takut salah memilih sesuatu.

Luna menatapnya dengan senyum tipis, "Sudah kubilang, aku makan cukup banyak," katanya sambil menggoyangkan kepala.

***

Di dalam restoran yang ramai dengan percakapan dan hiruk-pikuk, Lucius dan Luna duduk dengan lebih santai dari sebelumnya. Percakapan mereka mengalir, meskipun tetap dipenuhi masih ada suasana yang canggung di antara mereka berdua.

Lucius, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, tampak sedikit lebih rileks kali ini, meskipun tidak sepenuhnya bisa melepaskan topeng yang biasa ia pakai. Ia mengamati Luna dengan minat yang tidak bisa disembunyikan, meskipun dia berusaha untuk tetap menjaga jarak—jaga-jaga kalau hal-hal yang terlalu dekat membuatnya lebih rentan.

Luna, yang tampak santai dan tanpa beban, berusaha menanggapi semua pembicaraan dengan ringan. Tak jarang ia melemparkan senyum lebar, yang terasa begitu alami, namun sesekali, matanya yang penuh dengan misteri juga mengarah pada Lucius, seolah ingin mencari tahu lebih banyak tentang pria itu, meskipun ia memilih untuk tidak menggali lebih dalam. Mungkin karena rasa penasaran yang lebih besar muncul dalam dirinya—tentang siapa Lucius yang sebenarnya.

Lucius menatap Luna dari seberang meja, perlahan meminum kopi hitamnya. "Apakah kau selalu begitu terbuka tentang dirimu?" tanyanya dengan nada lembut, namun tetap disertai ketegasan yang tak terelakkan.

Luna mendengus pelan, mengangkat bahunya seolah tidak ada yang luar biasa. "Hanya bila aku merasa nyaman. Tapi jika kau menginginkannya, aku bisa sedikit lebih tertutup," jawabnya dengan gaya yang memadukan ketegasan dan humor ringan, seolah mengisyaratkan bahwa dirinya bisa jadi lebih rumit dari yang terlihat.

Namun, meski keduanya berbicara dengan cara yang sangat berbeda, ada sebuah kenyamanan yang tumbuh di antara mereka, meskipun keduanya tidak sepenuhnya membuka diri. Lucius masih menyimpan lapisan-lapisan dalam dirinya yang tak akan ia ungkapkan dengan mudah, dan Luna, meskipun terlihat terbuka, juga membawa rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.

Namun, di luar jendela restoran yang menghadap ke jalanan yang sibuk, seseorang memperhatikan mereka dengan tatapan tajam. Clara, yang sedang berjalan bersama Jackie, memandangi Luna dengan sorot mata yang sulit disembunyikan. Ada rasa penasaran yang cukup jelas, namun dibalut dengan sedikit kecemasan dan rasa iri yang meluap-luap.

Clara, dengan cepat mengambil ponselnya, dan dengan gerakan yang terlatih, ia memotret momen yang tampaknya tak sengaja terekam—Lucius yang tampak begitu fokus pada Luna, dan Luna yang berbicara dengan senyum yang begitu lepas, seolah menikmati waktu yang mereka habiskan bersama. Sebuah senyum yang penuh kebebasan, yang membuat Clara merasa terganggu.

"Jadi ini ternyata yang terjadi," pikir Clara, sambil memperhatikan hasil jepretan ponselnya dengan rasa puas yang aneh. "Ternyata diam-diam Luna berhubungan dengan pria yang jauh lebih tua. Apakah dia sugar daddynya? Tidak kusangka, Luna melakukan hal rendahan seperti itu," gumam Clara dalam hati, wajahnya yang semula cerah kini dibalut dengan ekspresi kesal.

Clara meremas ponselnya dengan erat, seolah memeras segala perasaan yang tak bisa ia ungkapkan. Tatapannya masih tertuju pada Luna dan Lucius yang tampak begitu nyaman satu sama lain, namun ia berusaha menutupi kekesalan yang semakin memuncak. "Lihat saja nanti, bagaimana aku akan menghancurkan reputasimu, Luna," pikirnya, dengan niat yang begitu gelap, meski tidak ia ucapkan.

Namun, suara Jackie yang tiba-tiba terdengar membuyarkan lamunannya. "Clara, kau sedang melihat apa?" tanya Jackie dengan nada penasaran, meskipun ia tak sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi dalam benak Clara.

Clara menoleh ke samping, mencoba untuk tidak menunjukkan betapa terganggunya dia dengan kehadiran Luna dan Lucius. "Bukan apa-apa," jawab Clara cepat, sambil menarik napas dalam dan mengatur ekspresi wajahnya, seolah berusaha mengalihkan perhatian. "Ayo kita pergi. Aku harus membeli sesuatu untuk persiapan penerimaan mahasiswa baru nanti," kilahnya, berusaha terdengar tenang meskipun hati dan pikirannya bergejolak.

Jackie mengangkat alis, agak ragu, tapi karena Clara adalah sahabatnya, ia tidak bertanya lebih lanjut. Ia mengangguk, seolah tak ingin memperburuk suasana yang sudah tampak kaku di sekitar mereka.

"Baiklah, kalau begitu," jawab Jackie, namun matanya masih sempat melirik ke arah tatapan mata Clara, seolah ingin memastikan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Namun, ia lebih memilih untuk tidak mengganggu dan mengikuti Clara pergi, meskipun dalam benaknya, ia merasa ada sesuatu yang tak beres.

...****************...

1
dheey
apakah othor bagian dri ahli medis? crita seru. bikin dag dig dug
Siska Amelia
mantap
Siska Amelia
thor segera lanjut thor kalo gak aku gak akan kasi hadiah
Siska Amelia
lanjut dong thor plisss
dheey
semakin penasaran.
dheey
rudolf.... elu sama amelia, cucokkkk... wkwkwk
dheey
bagussss luna!!!
Ratna Fika Ajah
Luar biasa
Nurwana
mo tanya thor... emang umur Luna dan Lucius berapa???
Seraphine: Perbedaan usia 8 tahun
Jadi waktu Luna masih SMA dia 18 tahun.
dan si Lucius ini ngempet dulu buat deketin Luna sampai si Luna lulus jadi dokter dulu, karena bab2 awal dia masih abege 🤣✌️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!