Anelis Siera Atmaja, wanita cantik berumur 23 tahun yang setiap harinya harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan sepasang anak kembarnya, Arsha Abelano Aillard dan Arshi Ariella Agatha.
Anelis selalu menikmati setiap momen berharga dengan kedua buah hatinya. Baginya, Arsha dan Arshi adalah kebahagian terbesar dalam hidupnya, anugrah yang dikirimkan Tuhan di tengah rasa putus asanya.
Namun di hari itu, penederitaan seolah kembali menyergapnya, saat kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan, kini menghampirinya dengan tiba-tiba.
"Putra anda menderita penyakit Juvenile Myelomonocytic atau kanker darah. Kita memerlukan tindakan transplantasi sumsum tulang belakang segera"
Seketika itu air matanya langsung luruh, apakah Tuhan sekejam ini hingga tega memberikannya cobaan seberat ini.
Haruskah ia mencari keberadaan ayah mereka, laki-laki yang tanpa hati telah menghancurkan kehidupan sederhananya, demi keselamatan buah hatinya.
Salam sayang dari Reinata Ramadani
Ig : Chi Chi Rein
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta Yang Sebenarnya
°°°~Happy Reading~°°°
Kantuk masih mendera mata terpejam Anelis, semalaman ia di buat kewalahan untuk menidurkan Arshi yang entah kenapa sangat rewel, memaksanya untuk setia menepuk-nepuk pantat gadis mungil itu agar segera melayang ke dunia mimpinya.
Entah baru berapa menit matanya terpejam, sekarang tidurnya sudah terusik, suara tak asing itu begitu berdenging di telinganya, memaksanya membuka matanya yang sudah menghitam bak mata panda.
Bola mata Anelis menelisik ke seluruh ruangan, dan benar saja, kini dua laki-laki sejoli itu sudah berada di dalam ruangannya. Tengah duduk di sebuah sofa dekat pintu yang menghadap tepat ke arahnya, ranjang perawatan Arsha menjadi penyekat di antara mereka.
Namun..., tunggu...
Bukankah cara tidurnya itu akan terlihat oleh mereka? Laki-laki yang bukan muhrimnya? Ahhh... Itu sangat tidak sopan.
Tidak tidak tidak...
Ia tidur dengan posisi duduk, seharusnya tidak terlihat sesuatu yang tak seharusnya terlihat kan, toh ia juga masih memakai kerudungnya.
" Ehmmm... Tuan, sejak kapan anda disini? " Sahut Anelis sembari membenahi kerudungnya yang sedikit acak-acakan. Sebenarnya pertanyaan itu lebih tertuju pada Willy, karena hanya dengan Willy lah ia merasa akrab, sedang dengan laki-laki itu? Ia cukup menutup diri dan hatinya.
" Apa kerjamu hanya tidur-tidur saja hahh...? Enak sekali hidupmu itu... " Sahut Marvell sinis tanpa menatap lawan bicaranya, tangannya masih sibuk mengotak-atik tablet yang di genggamnya.
Anelis memutar bola matanya malas, tak sedikitpun ia memperdulikan umpatan Marvell, masa bodoh dengan segala kata-kata kasar laki-laki itu, telinganya sudah cukup kebal mendengar makian-makian yang sudah menjadi teman dalam hidupnya.
Dibanding menggubris laki-laki itu, Anelis lebih memilih menyelimuti putri kecilnya yang baru saja terlelap.
Di pandanginya wajah itu dalam-dalam, seklumit pertanyaan menyeruak dalam benaknya.
Ada apa dengan Arshi?
Kenapa gadis menggemaskan itu sangat rewel akhir-akhir ini, gampang menangis dan sangat manja. Selalu merengek meminta belaian tangan lembut Anelis sepanjang malam.
Ada apa sebenarnya? Entahlah.
Yang pasti, Anelis cukup terusik dengan sikap tak biasa putri kecilnya itu.
Sampai ketika, dokter Richard tiba di ruangan itu, di buntuti dua orang suster yang terlihat membawa beberapa map di tangannya.
" Selamat siang tuan... " Sapa nya pada Marvell yang tengah duduk di sofa, meski usianya jauh di atas Marvell, namun perbedaan jabatan di antara mereka memaksanya bersikap formal pada Marvell.
" Bagaimana hasilnya? " Ucap Marvell tanpa basa-basi, tangannya menyimpan tablet di meja samping tempat duduknya lalu memperhatikan dokter Richard dengan seksama.
Dokter Richard mengambil map dari bawahannya, membuka-buka sebentar, lalu melaporkan hasil pekerjaannya.
" Saya sudah melakukan pemeriksaan berkali-kali, namun saya menemukan adanya kejanggalan... "
Pernyataan itu cukup menghantam jiwa Anelis, hatinya bergejolak hebat, ketakutan-ketakutan kembali mencuat dalam relung hatinya, perasaan was-was sudah tak terkira mengelabuhi seluruh jiwa nya.
Apa penyakit itu sudah tidak bisa di sembuhkan lagi?
" Menurut hasil pemeriksaan saya, Tuan Arsha tidak sedang mengidap penyakit berbahaya apapun. " Tutur dokter Richard.
" Tunggu... Maksudnya? " Marvell mulai di landa kebingungan, perkataan dokter Richard yang bermakna ambigu itu benar-benar tidak dapat di cerna oleh otak cerdasnya.
" Diagnosa saya, tuan Arsha tidak mengidap kanker darah atau jenis kanker apapun. Kesehatannya melemah hanya karena penyakit typus yang di deritanya. Setelah menjalani perawatan beberapa hari ini, tuan Arsha sudah di nyatakan pulih dan sembuh total... " Ralatnya.
Dan seketika itu, semua orang yang mendiami ruangan itu tampak tertegun, terkejut bukan main. Ocehan macam apa yang di bicarakan manusia berpredikat dokter terbaik itu, apa yang di bicarakannya itu hanyalah omong kosong atau memang... Itu adalah fakta yang sebenarnya?
" J-jadi... putra saya... Apakah dia... baik-baik saja dok? " Air mata sudah menggenang di pelupuk mata Anelis, ketakutan-ketakutan masih merayapi jiwanya yang kian rapuh, jika saja kabar itu benar adanya, rasa syukur tak akan pernah sirna dari dalam lubuk hatinya.
" Benar nyonya... " Jawaban dokter Richard mempertegas keraguannya.
Seketika itu, air mata jatuh menetes dari bola mata Anelis yang sudah memerah. Rasa bahagia itu kini bercampur aduk oleh rasa haru yang menelungkup dalam relung hatinya, ketakutan-ketakutan akan kehilangan putra kecilnya itu sirna sudah, separuh jiwanya telah kembali, putra tercintanya itu tak akan meninggalkannya.
Anelis menjatuhkan tubuhnya, meringkuk di atas lantai keramik yang terlihat mengkilap, tubuhnya bersimpuh, bersujud pada sang Khaliq yang telah memberikan anugrah terindah dalam hidupnya.
Ya Allah...
Rintih nya, derai air mata kian deras merembes dari bola matanya, Ia bersyukur, Tuhan semesta alam nya masih bersedia mendengar semua rintihan pilunya, keluh kesahnya, dirinya yang hanya seorang wanita hina yang penuh akan dosa-dosa.
Semua pengorbanan, keikhlasan, dan kesabaran, tak akan pernah sia-sia. Mereka berpadu menjadi benteng paling kokoh untuk menguatkan kepercayaannya.
Anelis beranjak dari posisinya, mendekati Arsha yang masih nyaman dalam tidurnya, di kecupnya seluruh wajah Arsha dengan sayang. Sungguh, ia tak tahu bagaimana nasib hidupnya jika ia benar-benar kehilangan putra tercintanya itu.
Di genggamnya tangan mungil itu, lalu mengecupnya lama, sangat lama, ia tak akan pernah melepaskan tangan mungil itu begitu saja. Malaikat kecilnya.
" Terimakasih sayang, terimakasih kamu sudah bertahan untuk mommy, terimakasih kamu sudah menjadi anak yang baik untuk mommy, mommy janji akan jadi mommy yang terbaik untuk kalian, nak... "
Dalam dekapan Arsha, Anelis masih terisak, rintihan lirihnya terdengar begitu pilu, menyayat hati setiap insan yang mendengarnya. Namun, berbeda dengan manusia satu itu.
" Apa kau serius dengan ucapanmu? " Marvell menatap nyalang dokter Richard.
Kembali dokter Richard mengangguk, membuat suasana dalam hatinya kian memburuk, kesal bukan main, marah apalagi, berani-beraninya wanita rendahan itu mempermainkannya seperti ini?
" Baiklah, kau boleh keluar!!! " Titah Marvell, membuat dokter Richard dan bawahannya mau tak mau harus menyingkir dari ruangan itu.
Mendapat gelagat tak beres itu, membuat Willy menjadi was-was sendiri, ia sudah cukup mengenal bagaimana sikap Marvell selama ini. Dan saat ini, ia sangat yakin, sang tuan muda itu tengah di liputi kemarahan yang membuncah.
" Tuan... " Willy berusaha mencairkan gunung es itu.
" Kau juga Will, keluarlah..." Titah Marvell yang seperti sebuah ancaman, memaksa Willy menghentikan pergerakannya, lalu enyah dari ruangan yang sudah di selimuti kemelut api kemarahan.
🍁🍁🍁
Jangan shock
Jangan dulu benci dengan babang Marvell
Doakan saja dia dapet hidayah
Happy Reading
Saranghaja 💕💕💕