🔥🔥🔥
Harap bijak dalam membaca!
Its real my karya, jika ada unsur kesamaan nama, tokoh atau kejadian yang sama itu diluar dugaan saya. dengan ini saya menyatakan, bahwa saya telah berfikir keras dalam memberikan cerita khayalan ini. terimakasih!
***
*
Bulan Aleena Zahrani, gadis muslimah bercadar yang sangat cantik, dia terlahir dari keluarga Sederhana. tapi nasibnya tidak secantik parasnya. Bulan dinikahi oleh pria berdarah dingin tentunya dari keturunan mafia kejam sama seperti nasib yang ia alami saat ini.
Stevan Jafer Dirgantara, anak dari Moundy Dirgantara. Dia adalah mafia yang terkenal paling kejam di kotanya. Stevan menikahi Bulan karena ingin membalas dendam pada Ayah gadis bercadar tersebut.
Lalu bagaimana dengan nasib Bulan?
Apa dia akan tetap bertahan menerima kekejaman dari suaminya atau justru dia akan pergi?
Kita simak yuk ceritanya di karya Novel => Kekejaman Suamiku
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rania Alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 3
"Mau kemana istriku yang cantik,?"
DEG
Jantung Bulan berdetak lebih cepat, kedua kalinya dia akan kabur dan dua kali juga dia ketahuan suaminya. Setelah ini sudah bisa dipastikan hukuman apa yang akan dia dapat jika sampai ketahuan akan kabur untuk yang kedua kalinya.
Tanpa mengatakan apapun, Bulan sudah melihat tatapan dari Stevan. Tak bisa menjawab, Bulan menunduk dengan tangan yang sudah basah dingin karena ketakutan.
"Kau belum menyerah juga rupanya! Masih berusaha untuk kabur, hukumanku belum membuatmu jera!" Stevan dengan suara baritonnya membuat Bulan semakin gemetar.
"Kemari kau!" sentaknya lagi
Stevan menjambak rambut Bulan dibalik kerudungnya dan menyeret Bulan menuju kamarnya. Bulan tak bisa lagi berontak, dia sudah tahu resiko nya jika berusaha untuk kabur dari rumah itu. Dia terus mengikuti langkah suaminya dengan setengah berlari karena Stevan terus menariknya.
"Ah! Sakit! Lepaskan!"
Bulan berusaha melepaskan cengkraman Stevan di kepalanya namun tak bisa. Karena cengkraman itu sangat kuat. Sebelum masuk ke dalam kamar, Stevan menatap sebentar pada Boy dan dengan nada tegas memberikan perintah.
"Bawa alat cambuk itu padaku!" setelah mengucapkan itu Stevan segera masuk ke dalam kamar nya.
Boy menghela nafas pelan, dia tahu apa yang akan Tuan nya itu lakukan pada Bulan. Agar wanita bercadar itu tidak berusaha lagi untuk kabur dari rumahnya.
*
*
*
Waktu berlalu begitu cepat.
Bulan keluar dari kamarnya, sekarang jam sudah menunjukkan jam delapan pagi. Setelah mendapat hukuman cambuk dua hari yang lalu, kini dia baru bisa berdiri diatas kakinya sendiri setelah memulihkan tubuhnya.
Pagi ini Bulan menggunakan gamis berwarna hijau pastel dengan cadar yang senada, melangkah menuruni tangga dengan perlahan menuju meja makan sesuai perintah dari Stevan.
"Selamat pagi Nona Bulan!" para pelayan yang ditugaskan menjaga dan melayani Bulan menyapa Nona mudanya dengan sopan.
"Selamat pagi." sahut Bulan tersenyum dibalik cadarnya.
Bulan duduk di kursi meja makan dan dia mengambil nasi juga lauk sesuai selera lidahnya. Tanpa melepas cadarnya dan tanpa menatap Stevan, dia makan dengan lahap karena perutnya sudah sangat lapar.
Masih dimeja makan, Bulan membiarkan Stevan melangkah menuju ruang keluarga. Dia yang masih lapar belum ingin beranjak dari sana.
"Bulan kemari,!"
Baru saja akan kembali mengambil nasi, Bulan mendengar suara bariton suaminya itu dengan segera melepaskan sendok nasi dan mengambil air minum untuk membasahi tenggorokannya lebih dulu.
Selesai minum, Bulan segera bangun dari duduk nya dan melangkah cepat menuju ruang keluarga dimana tempat Stevan yang sedang duduk disana. Dia berdiri di samping Stevan namun sedikit ke belakang membuat pria itu tidak bisa melihatnya.
"BULAN!" teriak Stevan hingga suaranya menggema di dalam rumah mewah itu.
"Aku disini, tidak perlu teriak!" sahut Bulan membuat Stevan mendongakkan kepalanya ke tempat dimana istrinya itu berdiri.
"Siapa yang menyuruhmu berdiri disitu? Duduk!"
Bulan duduk di depan suaminya dengan menunduk. Stevan menatap tajam Bulan yang menundukan kepalanya tersenyum sinis.
"Bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?" tanya Stevan dengan suara yang begitu dingin.
"Sudah." sahut Bulan lirih namun masih didengar olehnya.
"Apa kau akan berusaha untuk pergi lagi dari rumah ini?"
Bulan menggelengkan kepalanya, dia meremas kedua tangannya yang gemetar karena takut.
"Bagus! Aku suka sekali dengan istri yang penurut!" ujar Stevan semakin mempertajam tatapannya.
"Dengar! Aku akan ke kantor hari ini, jangan berani melakukan hal seperti kemarin! Jika kau berani melakukannya lagi, maka aku akan membuat kedua orangtuamu pergi ke neraka dihadapanmu saat itu juga! Kau mengerti!"
Bulan mengangguk, mendengar suaranya dia selalu merasa ketakutan pada sosok Stevan yang sangat kejam dan tidak punya hati itu.
Stevan berdiri dari duduknya melangkah mendekati istrinya yang duduk di seberang sofa. Bulan yang melihat kaki panjang Stevan pun bergidik ngeri. Dia takut Stevan kembali memukul dan menyiksanya sebelum pergi.
"Berdiri!"
Bulan pun berdiri menuruti perintah suaminya itu. Sebelum pria itu marah, Bulan lebih memilih jadi istri penurut untuk seorang Stevan. Bulan yang sudah berdiri dihadapan Stevan dengan menunduk membuat Stevan tidak bisa melihat matanya.
Stevan mencengkram dagu Bulan dan mengangkatnya agar bisa menatap wajahnya sebelum pergi ke kantor. Stevan menatap matanya sesaat dan menarik cadar Bulan dengan kasar membuat para pelayan dan asisten Stevan yang melihat itu berbalik membelakangi mereka berdua.
Stevan kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Bulan dengan sangat brutal hingga membuatnya melenguh kesakitan. Stevan menatap wajah Bulan yang kesakitan pun tersenyum menyeringai.
"Tunggu aku nanti malam! Aku sudah tidak sabar ingin mendengar rintihanmu di telingaku!"
Setelah mengucapkan itu, Stevan menghempaskan Bulan ke sofa dengan kasar kemudian melangkah menuju pintu untuk segera pergi ke perusahaan.
Bulan yang diperlakukan seperti itu hanya bisa meneteskan air matanya. Dia terisak sambil memakai cadarnya kembali dan melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
Siksaan yang begitu kejam dari Stevan membuatnya selalu ingin menyerah. Tanpa ponsel tanpa telfon dirumah Stevan membuat nya sangat merindukan Ayah dan Ibunya.
Dia ingin mengadukan semuanya pada mereka tapi rasanya sangat sulit karena ulah dari suaminya yang tidak mengijinkannya keluar meski hanya melihat dunia luar.
*
Malam harinya, sesuai perintah suaminya. Bulan menyiapkan dirinya seharum mungkin karena Stevan menginginkan dirinya malam ini. Bulan duduk di depan cermin, menatap dirinya yang terlihat sangat menyedihkan.
Dia menyisir rambutnya yang panjang dan memakai lingeri yang sudah dibelikan oleh Stevan untuk ia pakai malam ini. Lingeri warna merah hati membuat warna kulitnya begitu terlihat bercahaya karena begitu putih dan mulus.
Saat sedang memoles bibirnya dengan lip cream, dia mendengar ada suara pintu terbuka dan langkah kaki yang semakin mendekati posisinya di depan cermin.
Dan benar saja, Stevan menatap Bulan dibalik cermin dan mengusap kedua bahu nya yang mulus itu dengan lembut. Stevan tersenyum menyeringai seakan permainan nya akan segera dimulai. Dan dia akan bahagia mendengar suara rintihan Bulan yang sudah sangat ia rindukan.
"Cantik dan harum. Itu yang membuatku ingin melihatmu merintih karena ulahku! Berdirilah!"
Suara pelan dan lembut itu justru membuat Bulan semakin takut. Jika sudah bersikap seperti itu, maka Stevan tidak akan mengampuninya di atas ranjang sampai dirinya benar-benar menyerah.
"Kau tahu? Mendengar kau merintih kesakitan adalah kebahagiaanku yang luar biasa! Apa kau sudah siap sayang?"
Bulan semakin gemetar mendengar nya, bibirnya sudah tidak bisa lagi menjawab. Stevan melepas sabuk celananya membuat Bulan yang melihatnya semakin ketakutan.
Bulan melangkah dan berlutut di tepi kasur mencengkram selimut tebal dan memejamkan matanya. Dengan tetesan air mata, dia akan kembali merasakan perihnya di caa-m-buk oleh Stevan sebelum dia memuaskan nya di atas ranjang.
"Ya Allah, hilangkan lah rasa sakit di setiap caa-m-buk yang suamiku berikan ditubuhku. Jika Kau menyayangiku, maka kabulkan lah doaku."
Bulan berdoa dalam hati sebelum mendapatkan hukuman dari suaminya. Cengkraman di selimut tebal itu semakin kuat. Bulan sudah bersiap untuk kembali mendapatkan hukuman itu dan.
Cetaaak...
"Ah!"
Para pelayan yang mendengar suara itu dari dalam kamar Tuannya hanya saling pandang. Rasanya tidak tega melihat Nona mudanya diperlakukan seperti itu.
Tapi mereka juga tidak bisa menolongnya. Para pelayan hanya menghembuskan nafasnya pelan sambil menunggu perintah dari Stevan untuk mengobati luka ditubuh Bulan.
...****************...
istrinya yang habil stevan yang ngidam😁
semangat berkarya..
aku yakin saat ini Stevan jafier dirgantara sedang menikmati indahnya penyesalan
semoga Bulan terus kuat menjalani kehidupannya
Steven dan Bulan benar2 berpisah nih