Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilkan Aku Nak!
Adira telah menyelesaikan semua jawaban untuk pertanyaan, dari soal olimpiade-nya. Bahkan sekarang, dia minta izin pada pengawas untuk istirahat karena keadaannya yang semakin lemah. Dan dengan arahan dari pengawas, Adira dibawa keruang kesehatan yang berada di gedung tersebut.
"Kamu dehidrasi, makanya minum air putih yang banyak ya." ucap perawat yang jaga disana. "Ini obat dan vitamin untukmu. Jangan lupa diminum ya. Dan jangan pernah tinggalkan sarapan, karena sepertinya kamu sudah masuk gejala maag, perut bagian ini sakitkan?" lanjutnya dengan menekan perut bagian kiri atas.
"Iya, belakangan ini ulu hati juga merasa nyeri. Walaupun tidak selalu, tapi kadang-kadang aku merasakannya." keluh Adira.
"Kedepannya, jangan pernah telat makan ya. Dan selalu mencukupi nutrisi di tubuhmu. Dan lebih penting lagi jangan stress ya. Karena stress merupakan punca segala penyakit." peringat perawat.
Adira pun, diizinkan untuk istirahat diruang tersebut sampai semua pengikut lomba selesai.
Dengan dijemput oleh guru dari pihak sekolahnya, Adira diantarkan sampai kerumahnya. Masih dalam keadaan lesu, Adira berjalan memasuki pekarangan rumahnya.
"Eh Adira, bagaimana lombanya?" sapa Bu Siti sedang menyapu halaman.
"Lancar Bu Siti, aku masuk dulu ya. Mau istirahat." pamit Adira meninggalkan Bu Siti.
Adira menuju dapur karena merasa haus. Dia melihat Bu Mar sedang menata aneka jenis makanan di meja makan.
"Kok banyak banget Bu?" tanya Adira membuat Bu Mar kaget. Karena dia tidak tahu jika Adira ada di dapur.
"Ooo hari ini, Ibu kedatangan teman-temannya. Kamu makan ya, udah Ibu siapin. Tadi, sengaja Ibu pisahin untukmu." kekeh Bu Mar.
"Wah makasih ya Bu. Tapi kayaknya aku gak lapar Bu. Nanti aja ya." tolak Adira.
"Ya udah, ini kamu bawa ke kamar ya. Nanti kalau lapar tinggal makan aja. Terus pintu kamarnya kamu kunci aja dari dalam." Bu Mar memberi ide.
"Makasih Bu." memeluk Bu Mar karena terharu akan kebaikannya.
Adira pun membawa piring pemberian Bu Mar, tak lupa dia juga mengunci pintu sesuai perintah dari Bu Mar.
Sampai dikamar, Adira hanya menatap sendu ke arah piring yang dibawanya. Dia enggan memakan makanan tersebut, karena Adira bertekad akan membuat dirinya mengalami penyakit maag. Dan dia juga sudah membuang obat yang tadi diberikan oleh perawat yang jaga di ruang kesehatan, saat pulang sekolah.
"Semoga kamu terus kuat Adira, kita berjuang sama-sama ya." gumam Adira menyemangati dirinya sendiri.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Dibawah sudah berkumpul teman-teman arisan dari Ella, mereka sudah menikmati makanan yang telah disajikan oleh Bu Mar, tak henti-hentinya mereka memuji jika makanan yang disediakan oleh Ella selalu saja mengunggah selera.
"Oya, anak keduamu kemana ya? Kok gak kelihatan." tanya teman Ella bernama Dewi. Karena dia sudah melihat Vania, sebab dia juga ikut makan bersama.
"Kayaknya belum pulang deh, mereka berdua kan beda sekolah." jawab Ella.
"Kamu beruntung ya, mempunyai dua orang anak yang pintar-pintar. Bahkan, aku dengar Vania menang olimpiade. Dan tadi dia juga ikut lagi, tingkat kabupaten kalau gak salah." lanjut Dewi.
"Kok kamu tahu?" tanya teman Ella lainnya.
"Iyalah, anak kami kan satu sekolah, walaupun beda kelas." jawab Dewi. "Tapi aku heran deh La, kenapa kamu gak menyekolahkan anak keduamu disekolah yang sama dengan Vania."
"Ya, karena teman-teman Adira saat SMP, banyak yang lanjut di sekolahnya sekarang." sahut Ella berbohong.
"Oo kirain kenapa. Anak kedua mu, kayaknya berbeda ya. Gak kayak Vania." bisik mereka.
"Agak sombong, cuek gitu. Terus, kayak gak ada sopan santunnya sama orang tua. Masak kita datang dia gak pernah sekalipun ikut bergabung. Beda sama Vania yang hubble." lanjut mereka.
Ella hanya mengepal tangan geram. Bagaimanapun saat ada orang lain yang menjelekkan anaknya, hatinya ikut sakit. Namun, dia hanya bisa diam menangapi peryataan teman-temannya.
Tak lama kemudian, teman-teman Ella pamit pulang. Baru Ella bisa bernapas lega. Melihat jam sudah menuju pukul lima sore, Ella baru teringat jika ia belum melihat kehadiran Adira. Dia langsung menuju dapur untuk bertanya sama Bu Mar.
"Bu Mar, Adira-nya udah pulang belum?"
"Udah Bu, dia di kamarnya."
"Oo ya sudah." seru Ella berlalu.
"Bu, Adira masih demam." kata Bu Mar takut.
"Cuma demam kan? Aku mau istirahat dulu." pamit Ella.
Adira merasa kedinginan. Namun dia masih tersenyum, karena berharap orangtuanya bisa melihat jika ia juga bisa sakit. Namun, sampai malam menjelang, jangankan ke kamar. Memanggilnya hanya untuk sekedar makan malam pun tidak.
Menjelang tengah malam, Afandi memasuki kamar putrinya, dia baru saja pulang. Dan tadi sore mendapatkan WA dari Bu Siti, jika Adira masih sakit saat pulang sekolah.
"Adira ..." desis Afandi memegang dahi Adira.
"Ayah ..." Adira membuka mata berat. "Cuma mimpi ..." lirihnya melanjutkan tidurnya.
"Maaf nak..." seru Afandi. Langsung membuat Adira tersenyum.
Nak ... Sapaan yang sangat Adira ingin dengarkan selain sayang dari mulut orangtuanya. Namun, nyatanya dia hanya bisa mendengar dari alam mimpi. Itulah yang Adira pikirkan.
Afandi melirik ke nakas yang ada di kamar Adira. Sepiring nasi masih utuh berada di sana. Dan Afandi dapat menduga jika Adira tidak makan sedikitpun.
"Adira, bangun!" ujar Afandi.
"Ayah,,," lirih Adira mencoba untuk membuka matanya. "Ayah di sini? Ada apa?" tanya Adira.
"Udah makan?" tanya Afandi basa-basi.
"Tidak lapar Yah ..." lirih Adira memandang piring di nakas. "Ayah baru pulang?"
"Iya, dan Ayah langsung kesini. Ingin melihat keadaanmu. Kita makan berdua yuk?" ajak Afandi.
"Makasih Ayah, karena udah kesini. Tapi aku gak lapar. Aku senang Ayah kesini." tidur di paha Afandi.
Afandi dengan lembut mengelus rambut panjang dari Adira. "Ayah udah beli martabak kesukaan kalian. Kita makan ya." bujuk Afandi kekeuh.
"Itu kesukaan Kak Vania Ayah, aku tidak terlalu menyukainya." gumam Adira.
"Oo iya kah? Ayah pikir kamu juga menyukainya. Karena kamu pernah ikut memakannya." sahut Afandi kikuk.
"Karena Ayah dan Ibu pernah mengatakan pada Adira, jangan pernah protes pada makanan yang kalian beli. Dan aku juga pernah meminta Ayah atau Ibu membelikan makanan kesukaan ku, tapi kalian lupa atau beralasan kasihan Kak Vania, karena dia tidak menyukai makanan tersebut." jawab Adira jujur.
"Maaf, lain kali Ayah belikan. Memangnya apa makanan kesukaanmu?"
"Bahkan Ayah juga melupakannya." gumam Adira bangkit dari paha Ayahnya, dan kembali tidur ke tempatnya semula.
"Pangsit?" tebak Afandi.
"Masih kesukaan Kak Vania Ayah. Aku mau tidur, Ayah keluar lah." usir Adira karena kecewa pada Ayahnya. "Tolong matikan lampunya." memejamkan mata tanpa peduli Ayahnya masih duduk di atas kasurnya.
"Maaf ..." bisik Afandi mengecup pipi Adira sekilas, itupun setelah memastikan jika anaknya tidur pulas. Terbukti dengan terdengarnya dengkuran halus dari Adira.
Rasany ngk enk bget