Raisa, seorang gadis berparas cantik, adalah primadona desa yang hidup dalam kesederhanaan bersama ayahnya. Kehidupannya yang bahagia berubah drastis ketika suaminya meninggal dalam kecelakaan mobil pada awal pernikahan mereka. Raisa terpaksa harus menjanda dan menghadapi tantangan hidup yang lebih besar.
Di desa kecil mereka, di mana kabar berita menyebar dengan cepat, gosip dan fitnahan dari masyarakat selalu menghampiri Raisa. Kehadirannya yang sebagai pengantin baru dan langsung ditinggalkan oleh suaminya yang meninggal membuatnya menjadi sasaran ejekan dan celaan. Dia merasa terisolasi dan terpinggirkan.
Namun, Raisa adalah seorang wanita yang kuat dan tegar. Dia tidak menyerah pada keadaan dan bertekad untuk membuktikan bahwa dia bisa bangkit dari penderitaan yang menimpanya.
Bagaimana kisah Raisa dalam menjalani kehidupannya? Ikuti ceritanya di novel yang berjudul "Janda Tapi Perawan Tulen"
Jangan lupa kasih like, subcribe, vote rate 5...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28 - Kopi asin
Laura semakin sering mengunjungi kediaman Aryana setiap harinya. Awalnya, niatnya hanya untuk bertemu dengan Bian, seseorang yang sulit dihubungi. Namun, seiring berjalannya waktu, Laura malah semakin dekat dengan Raisa.
Mereka sering berbincang dan berbagi cerita, saling mengerti dan memahami satu sama lain. Kedekatan antara Laura dan Raisa tidak luput dari perhatian Tante Rose, yang tidak menyukai hubungan mereka.
Tante Rose melihat perbedaan status sosial antara Raisa sebagai seorang art dan Laura sebagai seorang gadis kaya raya. Ia merasa bahwa kedekatan mereka tidak sesuai dengan norma dan ekspektasi yang ada di masyarakat.
Tante Rose selalu mempengaruhi Laura untuk tidak terlalu dekat dengan Raisa, namun Laura tidak terpengaruh oleh pandangan negatif Tante Rose.
Baginya, persahabatan dan kedekatan dengan Raisa adalah hal yang berharga. Mereka saling mendukung dan saling menguatkan dalam setiap perjalanan hidup mereka. Laura melihat kemurahan hati, keberanian, dan kebaikan yang ada pada Raisa.
Sementara itu, Raisa juga merasa beruntung memiliki teman bicara seperti Laura. Mereka saling mengisi dan memberikan dukungan satu sama lain. Raisa menghargai kehadiran Laura dalam hidupnya, meskipun mereka memiliki latar belakang dan status yang berbeda.
Hingga suatu saat, Raisa sedang mengerjakan pekerjaannya seperti biasa di dapur. Lalu tante Rose menghampirinya dan melempar lap dapur ke tubuh Raisa dengan angkuh.
"Heh kamu! Kamu itu pembantu dan harusnya sadar diri jika kamu tidak pantas untuk dekat-dekat dengan Laura!."
Raisa memungut lap dapur yang tergeletak di lantai dan mengangkat kepalanya. "Berani-beraninya kamu menatapku!." Teriakan tante Rose menciutkan hati Raisa sehingga ia menunduk kembali dan tak terasa air matanya menetes. "Ya ampun, kenapa aku menangis?," batinnya.
"Kamu tau, kamu itu ibarat lap kotor yang sedang kamu pegang itu sedangkan Laura kain sutra yang selalu nampak indah karena dia itu mahal! Jadi jangan mendekati dia lagi agar tidak terkena noda darimu, mengerti!."
Setelah berkata kasar, tante Rose pun segera meninggalkan Raisa yang terlihat bersedih. Juli yang merasa puas karena Raisa kena marah hanya tersenyum sinis di balik dinding. "Tau rasa kau! Sebentar lagi juga makan di tendang dari rumah ini ha ha ha...," batin Juli dengan ekspresinya yang menyebalkan.
Raisa segera menghapus air matanya karena ia merasa tidak berguna juga menangisi hal itu. Juga hal itu pun sudah terbiasa dia alamin di kampung halamannya, tapi entah kenapa saat itu ia merasa sakit hati atas perkataan tante Rose padahal mereka jarang bertemu di rumah itu.
Bela yang menyaksikan kejadian tersebut dari lantai atas merasa kasihan pada Raisa yang tidak berdaya namun hanya bisa membiarkannya saja karena berpikir jika Raisa butuh waktu untuk menenangkan diri.
"Raisa...!," panggil Laura yang baru masuk ke dalam rumah dan melihat Raisa yang berjalan menuju halaman belakang. Raisa sempat menoleh dan melihat keberadaan Laura tapi ia segera berpaling seolah tidak melihat Laura dan menghindarinya.
"Raisa!," panggilan Laura kembali tapi masih tidak mendapat sahutan dari Raisa sehingga membuat Laura merasa heran dan kebingungan. "Jelas-jelas tadi dia melihatku, tapi kenapa dia jalan terus?." Laura hendak menemui Raisa tapi terhenti saat tante Rose memanggilnya.
"Laura... Kamu barusan datang ya?." Tante Rose terus berusaha memisahkan mereka. Ia mencoba menciptakan rintangan dan menghentikan pertemuan antara Laura dan Raisa.
"Tante Rose...," sapa Laura tapi sesekali menoleh ke arah taman belakang berharap melihat Raisa kembali. "Ini, aku bawakan sesuatu untuk Tante," ucap Laura sambil memberikan paperbag yang berisi hadiah.
Otomatis dong... Tante Rose matanya melotot... Secara apapun barang yang di hadiahkan Laura padanya pasti barang branded dengan harga fantastis.
Ya... Meskipun tante Rose juga orang kaya, tapi ia sangat menerima hadiah dari Laura karena berharap jika Laura itu akan menjadi jodoh Bian, keponakan laki-laki yang dia sayangi itu.
Saat malam hari, Bian sedang melakukan pekerjaannya di kamar dan meminta art untuk membuatkannya kopi. Secara kebetulan, Raisa yang mendapat tugas untuk membuatkan kopi untuk Bian.
Ia segera bergerak meski tanpa terlalu banyak semangat. Ia masuk ke dapur dan mulai menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk membuat kopi. Meski hatinya belum sepenuhnya berseri, ia tetap berusaha memberikan yang terbaik.
Setelah selesai menyeduh kopi, Raisa mengambil nampan dengan hati-hati dan membawanya menuju kamar Bian. Saat akan memasuki kamar, ia menemukan Bian yang sibuk dengan pekerjaannya, tenggelam dalam konsentrasi.
Tok tok tok!
"Masuk," ucap Bian tanpa menoleh.
Raisa dengan hati-hati meletakkan nampan di meja dekat Bian. Ia mencoba untuk tersenyum, meski mungkin tidak secerah biasanya. "Kopinya Tuan...."
"Baiklah, terima kasih... Kamu boleh pergi."
Bian mengangkat kepalanya dan menatap Raisa dengan perhatian. Ia melihat bahwa Raisa terlihat agak kurang bersemangat daripada biasanya. Bian merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati Raisa.
Lalu ia menunda pekerjaannya sejenak. Tanpa berkata apa-apa, Bian menunjuk pada kursi agar Raisa duduk di sampingnya. Raisa merasa ragu tapi lagi-lagi ia tidak bisa menolak.
Bian melihat ke dalam mata Raisa dan bertanya. "Ada apa, Raisa?," tanyanya dengan lembut.
Raisa merasa terenyuh oleh sikap perhatian Bian. Setelah sejenak terdiam, ia akhirnya mengungkapkan perasaannya dengan jujur. "Maafkan aku, Tuan... Aku sedikit kurang bergairah hari ini," kata Raisa dengan suara lembut.
"Tidak apa-apa, Raisa... Kita semua memiliki hari-hari yang kurang bersemangat, Aku mengerti," ucap Bian.
Raisa merasa lega mendengar kata-kata pengertian dari Bian. Ia merasa dihargai dan dipahami. Rasa khawatirnya sedikit mereda dan digantikan dengan kehangatan dari Bian.
"Tuan, kalau begitu aku permisi dulu," pamit Raisa yang di balas anggukan Bian yang terus mengambil gelas kopi dan menyeruputnya. Tapi tiba-tiba...
"Uwoookkk...! Kopi apa ini!," teriak Bian sambil memuntahkan kopi dari mulutnya. Hal itu membuat Raisa terkejut dan menghentikan langkahnya. "Ada apa Tuan?," tanyanya cemas.
"Kamu mau tau? Coba ini." Bian memberikan gelas kopinya dan tidak berharap Raisa benar-benar mencobanya. Tapi tidak Bian duga Raisa benar-benar mencoba dan minum di gelas bekas bibirnya.
"Preeth! Mmm... Asin sekali...! Siapa yang buat kopi ini!," kata Raisa sambil sibuk mengelap bibir dan menggerutu.
Lalu Raisa terhenti saat Bian menatapnya keheranan. "Lalu siapa yang buat kopi ini?." Raisa gelagapan lalu sadar jika ia sendiri yang membuatnya.
"Maaf Tuan! aku kira itu gula, aku akan buatkan yang baru," ucap Raisa hendak beranjak namun segera Bian cegah.
"Tidak perlu, bawa saja gelas itu dari sini, aku mau bekerja lagi," titah Bian dan Raisa pun menuruti perintahnya. "Tunggu, baru saja kamu minum di gelas bekasku?," tanya Bian yang tidak berharap di jawab.
Raisa memutar bola matanya dan berpikir sejenak dan baru ngeuh, lalu menutup mulutnya. "Hmmpt, maaf Tuan... Tadi aku refleks dan tidak berpikir jernih... Maaf! Maaf...!."
Raisa segera mundur dan beranjak pergi meninggalkan Bian yang tersenyum melihat tingkah Raisa yang kikuk hingga gadis itu tidak terlihat lagi. Lalu Bian segera meneguk air putih untuk menghilangkan rasa asin yang masih terasa di lidahnya itu. "Asin sekali!."
Bersambung...
🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
gampang cari yg tajir ,novel smuanya gini
karakter raisa terlalu lemah,
smoga raisa jd wanita yg smart
semoga hari2 kalian bahagia 🤲💪 semangat y untuk authornya 😘😘😍