WARNING *** BIJAKLAH DALAM MEMBACA⚠️ ⚠️
Emile adalah seorang mahasiswi yang terpaksa harus menyudahi kuliahnya karena alasan ekonomi dan juga adik kesayangannya yang tengah sakit. Dia menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja dan membiayai pengobatan adiknya yang tak ramah di kantong. Dalam pertemuan yang tak di sengaja dengan bosnya di sebuah bar membuat hidupnya berubah drastis. Ia terjebak dalam sebuah perjanjian kontrak dengan Harry Andreson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ada Bantahan
Seperti yang sudah di rencanakan oleh Harry, kini pria itu tengah berada di rumah sakit untuk menemui Emile. kesehatan Emile pun sudah agak membaik dan besok sudah boleh pulang. Melihat kedatangan Harry, membuat Emile terheran-heran kenapa pria itu datang.
Ia tidak sama sekali menyapa Harry, hanya saja seperti nya ia sudah tahu maksud kedatangan pria itu. sebelum Harry mengutarakan sesuatu dari mulutnya, Emile lebih dulu mendahuluinya.
"Aku tidak akan menikah denganmu tuan. tenang saja, aku pasti akan membujuk nyonya agar mengurungkan niatnya." kata Emile dengan merapikan tempat tidurnya.
"Baguslah kalau kau sudah tahu. Jangan bermimpi untuk bersamaku dengan alasan kau tengah mengandung anakku. Aku tidak mudah di tipu oleh wanita rendahan seperti mu." kata Harry
"Jika kau sudah selesai, pergilah. Aku ingin istirahat." kata Emile yang tak ingin memperpanjang percakapannya dengan Harry.
Ia juga tidak habis fikir dengan Elizabeth kenapa tiba-tiba meminta ia untuk menikah dengan putranya, Harry. di lihat dari sudut manapun, tidak ada kecocokan sama sekali antara Emile dan Harry.
Emile memang mengakui jika Harry tampan, berwibawa dan kharismatik. Tapi jika untuk menikah dengannya, Emile tidak mau. Baginya, pernikahan bukan tentang menikah dengan siapa, tapi bagaimana kamu akan hidup dengan sifatnya dan melengkapi kekurangannya.
Untuk sekarang, tak terlintas sedikitpun jika ia akan menikah. ia hanya ingin hidup tenang saja. Setelah melewati banyaknya badai, ia ingin mengistirahatkan fisik dan mentalnya lebih dulu. Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi, tapi ia harus tetap bisa bertahan demi diri sendiri. Satu hal yang Emile lupakan, janin yang ada di dalam kandungan juga harus bisa melihat dunianya.
Ia menghela nafasnya beberapa kali sambil mengelus perutnya yang masih rata. Seulas senyum tiba-tiba terbit di bibirnya. Tekad untuk hidup menjadi lebih baik dan memberikan kehidupan yang layak untuk bayinya kini menjadi prioritas utama Emile. Ia tidak peduli anaknya akan di akui atau tidak. Yang terpenting ia akan berusaha menjadi apapun untuk bayinya nanti.
Emile mengambil ponselnya dan menghubungi Anna, sahabatnya. Ia memberitahu jika dirinya tengah berada di rumah sakit. Spontan saja, Anna langsung terkejut mendengarnya dan segera bergegas menjenguk Emile.
Malam itu Anna datang dengan membawa makanan karena ia berfikir jika Emile belumlah makan malam. Melihat kedatangan sahabatnya itu membuat Emile yang tadinya hanya berbaring langsung bangun dan menghampiri Anna.
"Ya Tuhan, kenapa kau jadi sekurus ini, Mil. Kau sakit apa hah?" tanya Anna dengan wajah khawatirnya.
"Tidak tidak, aku sudah sembuh. Hanya kecelakaan sedikit saja." kata Emile dengan senyum kecilnya.
Anna hanya menatap curiga pada Emile dan tatapannya pun tertuju pada pergelangan kiri wanita itu yang masih di perban. Menyadari hal itu, membuat Emile langsung menyembunyikan tangannya.
"Kau sebenarnya menganggap aku apa, sampai kau nekat melakukan hal ini, Mil?" tanya Anna dengan wajah sedihnya.
"Aku tidak bermaksud seperti itu, Ann." kata Emile.
"Lalu, ini semua apa? Leluconmu begitu? Jadi, selama ini kau tidak pernah menganggap aku sahabatmu?" kata Anna yang menatap Emile dengan tatapan kecewa
"Tidak, mana pernah aku berfikir seperti itu. Kau jangan mengatakan seperti itu. Aku selalu menganggap mu lebih dari sahabat, Ann. Hanya saja, kali ini aku rasa tidak bisa. Ya, aku sempat berfikir seperti itu, tapi ternyata salah. Sekarang aku menyesal." kata Emile.
"Sudahlah, lebih baik kau hidup seperti yang kau mau saja. Toh tidak ada gunanya juga aku menjadi sahabatmu." kata Anna yang bermaksud ingin pergi, tapi Emile langsung menahannya dan berusaha sebisa mungkin agar Anna tidak salah paham padanya.
Setelah membujuk dan menjelaskan posisinya saat itu, barulah Anna paham dan mau mendengarkan Emile. Tapi, tetap saja ia tidak membenarkan apa yang di lakukan oleh Emile. beruntungnya Emile langsung di bawa ke rumah sakit, jika telat sedikit saja mungkin ia tidak akan bertemu lagi dengan Emile.
"janji jangan melakukan hal-hal aneh lagi. Jika ada masalah cerita saja denganku. Janji??" kata Anna yang di angguki Emile.
Anna memeluk Emile seolah mengatakan "semuanya akan baik-baik saja." kini mereka duduk dan Emile kembali menceritakan tentang permintaan Elizabeth yang menyuruhnya untuk segera menikah dengan Harry.
Terkejut?? Tentu saja Anna terkejut mendengarnya. Entahlah setiap kali mendengar cerita dari Emile pasti selalu membuatnya terkejut dan tak bisa berkata-kata lagi.
"Lalu sekarang aku harus bagaimana?" tanya Emile.
"Tidak ada salahnya kau menerima permintaan itu. Toh juga kau sedang mengandung anaknya. Tapi tetap saja keputusan ada pada dirimu karena kau yang akan melaluinya. aku hanya sekedar memberikan saran." kata Anna.
"Bagaimana mungkin aku menikah dengan pria itu Anna, bisa-bisa aku mati berdiri. Kau lihat perlakuannya selama ini denganku bagaimana. Kau ingin aku mati berdiri dengan menikahinya?" kata Emile.
"Ku katakan sekali lagi, keputusan ada di tanganmu. Apapun yang kau putuskan, aku akan ada di pihakmu." kata Anna.
Mendengar penuturan Anna, Emile pun berfikir sejenak. Hatinya masih ragu untuk melakukan hal yang menurutnya tidak semestinya harus di lakukan. di tengah-tengah obrolan mereka, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang tengah tersenyum pada Emile. Ya, siapa lagi jika bukan Elizabeth.
"Sayangkuu, bagaimana keadaanmu. Kata dokter, besok kau sudah boleh pulang ya." kata Elizabeth yang langsung duduk di samping Emile sambil mengelus tangannya.
"Ah ya benar nyonya, besok saya pulang." kata Emile dengan canggungnya.
"Oh, ayolahhh jangan panggil aku seperti itu. Sebentar lagi kau kan akan menjadi menantuku, jadi panggil aku, Mami." kata Elizabeth dengan menekankan kata-katanya yang terakhir
Anna hanya mendengarkan percakapan dua orang di sampingnya itu. entah apa yang ada di pikiran gadis itu hanya ia saja yang tahu. setelah itu ia memutuskan untuk pulang saja dan membiarkan mereka berbicara. Anna tidak mau menganggu mereka karena keberadaannya dan lebih memilih menanyakan langsung pada Emile.
"Tapi saya belum menyetujuinya, nyonya. tadi juga tuan Harry datang kesini dan kita sepakat untuk tidak menikah." kata Emile.
"Lalu, bagaimana dengan nasib cucuku? Tidak ada bantahan! lusa kalian akan menikah dan dokumennya sudah aku urus semuanya." kata Elizabeth terlihat kesal dengan jawaban Emile.
"Nyonya, begini...menikah itu di lakukan oleh dua orang yang sama-sama menginginkan dan juga...."
"Tidak ada bantahan. aku tidak mau kalau sampai cucuku kenapa-kenapa. Dan jangan coba-coba kau ingin melakukan sesuatu yang aneh yang bisa mencelakakannya, karena aku tidak akan tinggal diam, Mengerti kau!" kata Elizabeth membuat Emile hanya bisa terdiam saja.