Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Sial Vania
Vania hendak menyebrang. Namun, karena pikiran nya bercabang, dia sempat gak fokus. Dan hampir saja ditabrak oleh pengendara motor. Untungnya, sang pengendara dengan cepat menekan remnya. Sehingga, dia sendiri yang oleng dan terjatuh.
"Kalau mau bunuh diri, jangan sama motor saya Mbak. Tanggung. Mati kagak, masuk rumah sakit iya." teriak sang pengendara emosi.
"Maaf Bang, maaf." seru Vania panik.
Warga buru-buru berlari menuju dimana motor jatuh.
"Mas kagak apa-apa?" tanya salah satu warga.
"Gak apa-apa gimana. Ini lecet, terus motor ku juga rusak." sahut sang pengendara.
"Gimana sih Mbak, kalau jalan hati-hati, jangan begong." seru warga lainnya.
"Maaf Bang, saya kan gak sengaja." pinta Vania mulai takut, karena di serbu oleh massa.
"Tanggungjawab dong Mbak, jangan minta maaf aja." sahut yang lainnya.
"Ta-tapi saya gak bawa uang Bang." ujar Vania.
"Alah, pasti bohong. Penampilannya aja kayak orang kaya. Atau kita bawa ke kantor polisi aja." teriak warga berbondong-bondong.
"Biar saya telpon orang tua saya dulu Bang, Mbak." tawar Vania. Namun, Afandi dan Ella tidak mengangkatnya.
"Ayo, kita bawa aja." ajak warga lain.
"Kalo begitu, aku tarik uangnya dulu. Kebetulan, aku bawa kartu." seru Vania takut.
Dengan diantar oleh beberapa orang warga, Vania menarik uang dengan jumlah dua puluh juta. Itu, adalah harga yang disepakati oleh pemilik motor dan beberapa warga disana.
Kebetulan, Vania memiliki beberapa kartu ATM, makannya dia bisa menarik dengan jumlah yang banyak, walaupun dalam saru hari.
Setelah menerima uang dari Vania, sekelompok warga tadi bubar dengan perasaan gembira. Karena mereka telah mendapatkan uang yang banyak.
Padahal, pengendara yang jatuh tadi bekerja sama dengan warga yang menakut-nakuti Vania. Mereka memang mencari uang, dengan mencelakai diri sendiri. Dan meminta pertangungjawaban dari korban yang di incarnya.
Selama mereka melakukan aksi tersebut, baru hari ini, mereka mendapatkan hasil yang banyak. Karena biasanya mereka hanya mendapatkan dibawah sepuluh juta.
Vania langsung lunglai, begitu uang yang selama ini disimpannya lenyap tak berbekas. Dia menangis tanpa suara.
"Adira sialan. Kenapa kamu gak mati saja." teriak Vania tanpa memperdulikan orang-orang lalu lalang yang menatap aneh padanya.
"Kalian telah mengabaikan aku kan Ayah? Ibu? Baiklah, sekarang saatnya pembalasan dari aku." ujar Vania bangkit.
...🍁🍁🍁🍁🍁...
Adira dibawa ke klinik oleh Shanum dan juga orang tuanya. Setelah Ella bertanya pada Shanum tentang kondisi Adira, Shanum langsung bangun dan me manggil-manggil Adira.
Melihat, Adira tak menjawab. Akhirnya Shanum mencari kunci cadangan yang memang disimpan olehnya. Saat pintu dibuka, mereka semua terkejut melihat Adira yang terletak di lantai.
"Bahkan kami tidak tahu, jika Adira mengalami penyakit maag." isak Ella.
Ella dan Afandi memang tidak melihat ponsel, karena panik dengan keadaan Adira. Sebab ini pertama kalinya Adira pingsan.
"Maaf sayang, maaf ..." bisik Ella menggenggam lembut tangan Adira.
Adira sadar, dia melihat Ibunya yang terus saja berada di samping kanannya. Dan Ayahnya disamping kirinya, serta Tante Shanum, yang ada dibawah kakinya.
"Tante ..." lirih Adira.
"Kamu gak apa-apa? Apa yang sakit?" tanya Ella merasakan sedikit nyeri, karena Adira lebih memilih untuk memanggil Shanum pertama kali, setelah ia sadar.
"Aku gak apa-apa Bu." jawab Adira.
"Tapi, tadi kamu pingsan sayang." jawab Afandi.
"Pingsan? Bahkan sudah sangat lama aku menginginkannya." batin Adira.
Karena berulang kali mendapatkan panggilan dari Vania, akhirnya Ella menjawab panggilan dari Vania.
"Kamu sekarang dimana?" tanya Vania panik.
"Bentar, Ibu juga lagi di rumah sakit, karena Adira tadi pingsan. Baiklah, kami akan segera kesana." ujar Ella sedangkan Afandi menatap Ella dengan bingung.
"Kenapa?" tanya Afandi.
"Vania kecelakaan, tangannya disabet senjata tajam. Karena tadi dia kecopetan. Sekarang dia lagi di rumah sakit." ujar Ella. "Bagaimana ini Ayah?" lanjut Ella bingung dengan Adira yang masih terbaring.
"Kalian pulang lah, kasihan Kak Vania kenapa-napa, lagi pula, disana dia tidak ada yang nemenin, beda sama aku. Ada Tante Shanum." ujar Adira.
"Adira benar Yah, ayo kita pulang. Setelah keadaan Vania membaik, kita akan kembali menjemput Adira." ajak Ella, membuat Adira membuang mukanya.
"Jangan, biar aku atau kamu saja yang pulang. Karena kita juga gak mungkin meninggalkan Adira disini. Dia juga butuh orang tuanya." tolak Afandi, langsung wajah Adira dihiasi oleh senyuman tipis.
"Tapi ... Baiklah,, biar aku nyetir sendiri saja." ucap Ella kemudian.
Vania baru saja selesai dijahit tangannya. Dia di sabet saat mempertahankan tasnya yang di tarik oleh pengendara yang menarik tasnya. Sabetan ditangan Vania, cukup dalam, sehingga mengeluarkan darah yang lumayan.
Vania ditolong warga yang kebetulan melihatnya, namu. sayangnya berhasil di ambil alih oleh pencopet tersebut. Untungnya, ponselnya berada di kantong celananya, sehingga lolos dari pencopet.
Vania masih berada di rumah sakit, saat Ella datang malam hari. Dia langsung mengadu, dan menangis tersedu. Tak lupa, dia juga menceritakan semua kejadian yang menimpanya hari ini.
"Ini sakit Bu..." adu Vania sambil terisak.
"Sabar, makanya, lain kali jangan keluar rumah tanpa izin. Coba kamu seperti Adira. Pasti gak akan kejadian seperti ini." ujar Ella setelah melihat keadaan Vania.
"Adira, Adira, Adira. Ibu dan Ayah gak bosan kah? Selalu saja Adira. Apakah cuma Adira anak Ibu hah?" sentak Vania menangis.
"Bu-bukan begitu sayang. Ibu hanya mengatakan hal baik yang bisa kamu contohkan dari Adira." bela Ella menyesal.
"Tapi aku bosan Bu, Ibu seolah hanya memperdulikan Adira, seolah-olah, aku ini bukan anak Ibu. Aku tahu, jika Adira kuat, makanya dia bisa pergi dari rumah. Aku juga gak mau keluar, andai aku kuat Bu. Penyakit ini bukan kemauan aku Bu. Aku memang salah, karena gara-gara aku Adira pergi. Tapi aku menyesal." sentak Vania dengan muka merah padam.
"Maaf nak, maaf..." bisik Ella memeluk Vania yang tersenyum penuh kemenangan.
Rasany ngk enk bget