Figo derlangga tidak pernah tertarik dengan wanita manapun, laki laki itu hanya tertarik dengan James, asisten laki laki pribadinya.
Keadaan seketika berubah drastis ketika Figo bertemu dengan maid baru dirumah miliknya .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Axel
01.00
"Kau mau pergi ke mana, Tuan?" tanya John sembari menatap Figo, yang hendak masuk ke rumah khusus yang ditempati para maid.
Figo melangkahkan kakinya memasuki rumah itu, berjalan menuju kamar Shearen.
Nama yang biasanya tertempel di depan pintu sudah tidak ada. Jika nama tidak tertempel di pintu, artinya orang tersebut sudah tidak bekerja di sana.
Figo membuka pintu kamar itu, menatap isi kamar yang sudah kosong tanpa barang apa pun.
"Tuan, apakah aku bisa membantumu?" tanya John, tampak cemas.
"Di mana Shearen?!" bentak Figo dengan nada tinggi.
"Aku tidak tahu, Tuan," jawab John.
Figo melangkah keluar dari rumah maid, pergi ke rumah miliknya dan menaiki tangga, lalu membuka pintu kamar Valerie dengan kasar hingga terdengar suara benturan keras antara pintu dan dinding.
Valerie terlonjak kaget. Wanita itu refleks duduk, mendapati Figo berdiri di depan pintu kamarnya bersama dengan John.
"F-Figo... Apa yang kau lakukan?" tanyanya gugup.
Figo berjalan mendekati Valerie, mencengkeram kedua pipi wanita itu, membuat wanita itu memekik kesakitan.
"Lepaskan! Sakit!" Valerie memegang pergelangan tangan Figo, mencoba menghentikannya.
"Di mana Shearen?" Figo menatap Valerie dengan tajam.
Tubuh Valerie bergetar. Sudah lama ia tinggal di rumah itu, tetapi baru kali ini ia melihat Figo semarah ini.
"Tuan, hentikan. Ingat, dia adalah istrimu," ujar John mencoba menenangkan Figo.
"Apa kau memecatnya?" Figo menekan nada bicaranya.
Valerie menggelengkan kepala.
"Aku yang memecatnya," suara lain tiba-tiba terdengar dari luar. Mona berdiri di ujung pintu, menatap mereka dengan ekspresi dingin.
"Kenapa kau begitu kasar pada Valerie?"
"Sudah kubilang, jangan ikut campur urusan pribadiku," jawab Figo.
"Kau berani denganku?"
"Kau hanya ibu tiriku. Kenapa aku tidak berani padamu, hah?"
"Figo, ingat! Kau tidak akan menjadi apa-apa jika aku tidak menjagamu!" bentak Mona.
"Aku tidak menyuruhmu untuk menjagaku. Semua ini adalah hasil kerja kerasku, bukan karena kau," balas Figo dengan nada tajam.
"Tuan, sudahlah," John menarik tangan Figo, berusaha mengajaknya keluar dari rumah.
"John, di mana rekaman CCTV rumah ini? Aku ingin melihat semua rekamannya," ujar Figo.
"Untuk apa? Bukankah kau tidak pernah ikut campur soal rumah ini?"
"Katakan, di mana rekamannya?!"
"Ikut aku, Tuan." John berjalan lebih dulu menuju ruang CCTV.
"Ini, Tuan," ucapnya sambil menunjuk monitor.
Figo masuk ke dalam ruangan itu, menatap layar komputer yang menampilkan rekaman CCTV rumah khusus para maid.
Mata Figo membelalak ketika melihat rekaman di area garasi, menunjukkan John dan Shearen masuk ke dalam mobil yang sama.
Figo melirik John dengan tatapan sinis. "Katakan, di mana Shearen?!"
"Aku tidak tahu, Tuan," jawab John dengan suara bergetar.
"Apa kau buta? Lihat layar komputer itu! Kau dan Shearen masuk ke dalam mobil yang sama!"
"Kalau kau mau menipuku, hapus saja semua rekaman CCTV di rumah ini!"
"Aku memang mengantarnya, Tuan, tapi hanya sampai halte bus. Sesampainya di sana, aku tidak tahu Shearen pergi ke mana!"
"Jika sesuatu terjadi padanya, aku akan menyalahkanmu."
-
Perut Shearen terus berbunyi. Tidak ada makanan apa pun di apartemen itu.
Ia mengambil uang dari dompetnya, hanya tersisa seratus ribu di dalam sana.
Shearen keluar dari lift, berjalan ke minimarket di sekitar apartemen. Ia mengambil mi instan dan air mineral, lalu segera membayarnya di kasir.
Setelah selesai, Shearen kembali ke apartemen dan menuju kamarnya. Namun, matanya membulat ketika melihat pintu apartemennya terbuka lebar. Padahal, ia sudah menguncinya tadi.
Shearen masuk dan memeriksa seluruh ruangan, tapi tidak menemukan siapa pun di sana. Apartemen itu sepi.
Setelah menghela napas lega, Shearen berjalan ke dapur untuk memasak mi instan. Setelah selesai makan, ia kembali masuk ke kamarnya.
Namun, matanya kembali membulat ketika melihat seorang pria keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.
"Siapa kau? Apa kau maling?" tanya Shearen dengan nada curiga.
"Berani sekali wanita sepertimu menyebutku maling," balas pria itu sambil mendekatinya.
"Kalau begitu, kenapa kau ada di apartemenku?"
Pria itu melangkah lebih dekat, membuat Shearen mundur hingga membentur pintu. "Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kau ada di sini? Ini apartemenku."
"Jangan menuduhku balik!" bentak Shearen sambil menunjukkan card lock yang diberikan John. "Lihat ini. Aku punya kartu aksesnya!"
"Dapat dari mana kau kartu itu? Jangan-jangan kau mencuri," sindir pria itu.
Shearen memukul bahu pria itu kesal. "Aku bukan pencuri! Ingat itu! Awas saja kalau kau menuduhku lagi."
"Iya, aku percaya. Mana ada maling secantik dirimu," ucap pria itu sambil tersenyum.
"Jangan sok akrab. Kita bahkan belum saling kenal!"
"Alexander Axel," ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya. "Namamu siapa?"
Shearen menatap pria itu dengan mata membulat. Apakah ini Axel, pria yang tadi pagi disebut oleh Sila, cleaning service apartemen itu?
"Namamu siapa?" tanya Axel lagi.
"S-Shearen."
"Aku akan pergi dari sini jika kau tinggal di sini," ucap Shearen buru-buru. "Aku akan mengemasi barang-barangku."
"Apakah kau punya tempat tinggal lain?"
Shearen menggelengkan kepala.
"Di apartemen ini ada dua kamar. Tinggallah di sini. Aku tidak akan lama. Mungkin empat hari lagi aku akan pergi."