Masa lalu yang kelam mengubah hidup seorang ALETHA RACHELA menjadi seseorang yang berbanding terbalik dengan masa lalunya. Masalah yang selalu datang tanpa henti menimpa hidup nya, serta rahasia besar yang ia tutup tutup dari keluarganya, dan masalah percintaan yang tak seindah yang dia banyangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab12: Kejutan dimansion
Setelah berbincang singkat dengan Darian, Aletha melangkah menuju kamarnya dengan langkah pelan. Hari ini terasa panjang dan penuh dengan perasaan campur aduk, membuatnya ingin sejenak mengistirahatkan diri. Namun, saat ia naik tangga, langkahnya terhenti begitu mendengar suara riuh dari ruang tengah.
"Kenapa rame banget di bawah? Ada apaan lagi sih?" gumam Aletha, merasa penasaran dan sedikit bingung. Suara tawa dan obrolan yang semakin keras membuatnya bertanya-tanya.
Tak lama, Lala dan Rere keluar dari kamar tamu. Keduanya terlihat agak bingung, sama seperti Aletha. “Tha, suara apaan tuh? Kok rame banget, sih?” tanya Rere sambil berjalan mendekat.
Aletha mengangkat bahu, berusaha bersikap santai meskipun dalam hati semakin penasaran. “Gak tahu, yuk kita lihat aja!”
Mereka bertiga berjalan cepat ke ruang tengah. Begitu sampai, mata Aletha langsung melebar melihat dua sosok yang sangat ia kenal berdiri di sana. Damian, dengan setelan kasual hitam elegan, sedang tersenyum hangat, khas dengan pesonanya yang selalu membuat Aletha merasa nyaman. Di sampingnya, Satria baru saja pulang dari kantor. Kemeja putihnya yang sudah sedikit berantakan, dengan lengan tergulung dan dasi yang sudah dilonggarkan, memperlihatkan sisi lain dari pria yang sering terlihat begitu serius dan teratur.
“Abang Damian?!” seru Aletha, matanya berbinar-binar penuh kejutan. “ Wah, ini kejutan apa lagi?”
Damian tersenyum lebar, membuka kedua tangannya, seolah menyambutnya dengan pelukan. "Adik kecil gue, sini peluk abang dulu! Abang kangen banget sama kamu, Tha."
Aletha tanpa ragu langsung berlari menghampiri Damian dan memeluknya erat.
"Abang Damian! Kok gak kasih kabar kalau mau pulang? Aku kangen banget, lho!" Aletha berkata dengan suara yang penuh kebahagiaan, tangannya memeluk Damian seperti tidak ingin melepaskannya.
Damian tertawa kecil, mengusap kepala Aletha dengan lembut. “Namanya juga kejutan, Tha. Masa abang kasih tahu duluan, nanti gak seru.”
Satria, yang masih berdiri di dekat pintu, melepaskan jas kerjanya dengan cepat sambil mengeluarkan sedikit keluhan karena kelelahan. “Tha, abang baru balik kantor, loh. Gak ada sambutan buat abang yang udah capek seharian?”
Aletha, yang masih tersenyum lebar karena terkejut dengan kedatangan Damian, akhirnya beralih ke Satria. Ia langsung memeluknya, namun kali ini sedikit lebih santai. "Abang Satria juga! Tapi kan abang tiap hari ada di sini, beda dong sama Abang Damian yang baru pulang setelah lama banget gak ketemu!"
Satria mencubit pipi Aletha pelan dengan senyum nakal. “Halah, lo baru ketemu gue tadi pagi pas sarapan. Sekarang pura-pura lupa aja. Padahal kita sering banget ngobrol.”
Aletha tertawa kecil sambil menyandarkan kepalanya di bahu Satria, lalu berkata, "Ya kan beda suasananya, Bang. Sekarang kan ramai, ada abang Damian juga!”
Damian, yang mengamati interaksi mereka berdua, menghela napas sambil melirik ke arah Lala dan Rere. “Oh, jadi ini teman-temannya Aletha yang sering dia cerita? Lala sama Rere, kan?” Damian bertanya dengan nada yang ramah, sambil tersenyum kepada Lala dan Rere.
Lala, yang merasa sedikit canggung karena baru pertama kali bertemu dengan Damian, akhirnya tersenyum lebar. “Iya, Bang Damian. Kami udah sering main ke sini kok. Aletha sering banget cerita tentang kalian berdua.”
Satria yang duduk di sofa dengan santainya menimpali sambil menatap Lala dan Rere, “Sering banget? Kayaknya udah pindah ke sini deh, tiap hari ada terus,” ujarnya dengan nada bercanda sambil terkekeh.
Rere yang mendengar itu langsung tertawa kecil. “Abang Satria ini suka banget godain kami berdua, sih. Tapi kita memang sering main ke sini, soalnya Aletha tuh teman yang seru banget.”
Damian mengangguk dengan senyum hangat, masih terlihat santai meskipun suasana terasa cukup penuh dengan obrolan ringan. “Baguslah kalau kalian sering di sini. Aletha itu kadang butuh teman-teman yang bisa bikin suasana jadi lebih rame. Dia kan terlalu sering sendirian, gak mau bikin masalah, padahal kadang perlu bantuan.”
Aletha langsung menoleh, cemberut kecil dengan ekspresi manja. “Ih, abang-abangku ini hobinya ngejekin aku terus deh! Tapi bener juga sih,” ujarnya sambil melipat tangan di depan dada.
Satria dan Damian hanya tertawa melihat ekspresi Aletha yang berusaha memasang wajah kesal, tapi tetap terlihat manja dan menggemaskan.
---
Malam ini, suasana di ruang makan kembali hangat setelah percakapan yang sempat sedikit menggelap. Damian, Satria, dan Darian kembali bercanda, sementara Aletha mencoba menenangkan diri. Meskipun perasaannya masih agak berat, ia merasa sedikit lebih lega setelah percakapan dengan mereka. Terkadang, berbicara dengan orang-orang yang peduli itu memang bisa membantu melepaskan beban, meskipun ia masih ragu untuk membuka semuanya.
Lala dan Rere yang duduk di sudut ruang makan, terus menyimak dengan penuh perhatian. Lala menyentuh tangan Rere, memberi isyarat bahwa ia juga merasa ada yang perlu dibicarakan, tapi memilih untuk tidak ikut campur lebih jauh. Mereka tahu, Aletha pasti akan mengungkapkan apa yang dirasakannya jika sudah siap.
Damian menatap Aletha dengan tatapan penuh perhatian, lalu kembali berbicara, "Nggak perlu takut, Tha. Kita semua di sini buat jadi tempat kamu berbagi, nggak ada yang bakal nyalahin kamu."
Satria menambahkan dengan nada ringan, mencoba membuat suasana sedikit lebih santai, "Kalau lo gak cerita sekarang, jangan bilang kita gak pernah kasih kesempatan buat lo, ya."
Aletha tertawa pelan mendengar canda Satria, tetapi di dalam hatinya, ia merasa semakin tertekan dengan perhatian yang terus mengarah padanya. Meskipun ia tahu mereka hanya peduli, kadang rasanya lebih mudah untuk memendam semuanya sendiri.
Namun, setelah beberapa saat, Aletha merasa ada dorongan dalam dirinya untuk tidak lagi menyembunyikan apa yang ia rasakan. Ia tahu, hidup tidak selamanya bisa dijalani sendirian. Orang-orang di sekitarnya, terutama keluarga dan teman-temannya, selalu ada untuk mendukung. Keputusan untuk berbagi bukan berarti ia lemah, justru itu adalah langkah pertama untuk mengatasi masalah yang ada.
Dengan perlahan, Aletha menatap mereka satu per satu, matanya mulai berbicara tanpa kata-kata. “Baiklah... Aku... aku akan cerita. Tapi, kalian harus janji, ini tetap di sini saja, ya?” ujarnya dengan suara lembut, lebih pada diri sendiri daripada pada mereka.
Damian, yang selalu penuh perhatian, mengangguk tanpa ragu. "Janji, Tha. Ini akan tetap antara kita."
Satria juga memberikan anggukan yang sama, menambahkan dengan senyum kecil, “Kita semua di sini, kok. Cuma kamu yang bisa buat keputusan untuk cerita, dan kita bakal dukung apapun itu."
Aletha menarik napas panjang, matanya memandangi sekeliling, merasakan ketenangan yang perlahan mulai kembali. Setelah beberapa detik hening, ia akhirnya mulai bercerita. "Jadi, di sekolah tadi ada yang nampar aku waktu, tapi abang janji ya jangan ikut masalah kali ini, thata bakal selesai in sendiri kok bang" katanya pelan, hampir tak terdengar, namun cukup jelas bagi mereka yang mendengarkan.
Darian, yang semula diam, akhirnya membuka mulutnya, menambahkan dengan nada lembut, "Tha, kamu nggak perlu merasa sendirian. Kita tahu gimana kerasnya kamu berusaha, tapi nggak ada yang bisa jadi sempurna terus-menerus. Kita di sini buat bantu, bukan buat menilai."
Aletha menatap Darian dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca. "Aku tahu... tapi ini ada hubungan dengan keluarga wijaya. Aku cuma nggak mau nyusahin siapa-siapa." Suaranya bergetar, dan ia merasa sedikit lebih lega setelah akhirnya bisa mengungkapkan sebagian dari apa yang mengganggunya.
Damian mendekat dan menepuk pundaknya dengan lembut. "Kamu nggak nyusahin siapa-siapa, Tha. Kamu tuh berharga banget buat kita. Jadi, kalau ada yang bikin kamu tertekan, cerita aja. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, asal kita nggak coba hadapin sendiri."
Aletha tersenyum tipis, meskipun air mata mulai mengalir perlahan. "Makasih, kalian semua. Aku... aku janji bakal lebih terbuka."
Satria merangkul Aletha, memberikan pelukan yang lembut dan penuh pengertian. "Kamu nggak sendiri, Tha. Kita selalu di sini buat kamu. Jadi jangan takut lagi untuk berbagi."
Malam itu, meskipun ada sisa-sisa kelegaan yang masih terasa di hati Aletha, ia merasa sedikit lebih ringan. Dengan dukungan yang tak terhingga dari keluarga dan teman-temannya, ia tahu bahwa segala hal akan terasa lebih mudah jika dijalani bersama.