"Ingat Queensha. Aku menikahimu hanya demi Aurora. Jadi jangan pernah bermimpi jika kamu akan menjadi ratu di rumah ini!" ~ Ghani.
Queensha Azura tidak pernah menyangka jika malam itu kesuciannya akan direnggut secara paksa oleh pria brengsek yang merupakan salah satu pelanggannya. Bertubi-tubi kemalangan menimpa wanita itu hingga puncaknya adalah saat ia harus menikah dengan Ghani, pria yang tidak pernah dicintainya. Pernikahan itu terjadi demi Aurora.
Lalu, bagaimana kisah rumah tangga Queensha dan Ghani? Akankah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Mia
"Ma, kenapa sih kita mesti nunggu di sini? Kenapa enggak masuk ke dalam lalu culik itu anak? Aku udah enggak tahan nih, panas banget," keluh Lita sambil mengipaskan telapak tangan ke wajah. Cuaca di siang hari cukup terik menyengat hingga membuat siapa saja enggan untuk keluar rumah. Namun, tidak bagi Lita dan Mia. Mereka pantang mundur demi mendapat apa yang diinginkan.
Mia yang tengah duduk di warung bakso memukul pelan pundak Lita dan berkata, "Kalau ngomong itu pelan-pelan. Jangan sampai didengar orang lain, bisa bahaya! Mereka pasti menganggap kita adalah penculik profesional yang biasa menculik anak-anak. Ngerti?"
Adik tiri Queensha mencibir sambil mengusap pundaknya. "Lagi pula, untuk apa kita nongkrong di sini? Kenapa enggak tunggu di depan gerbang sekolah aja? Kalau tunggu di sini, emangnya Mama tahu anak-anak itu udah pulang sekolah atau belum? Gimana kalau misalkan mereka udah pulang? Percuma aja dong kita capek-capek ke sini, tapi enggak dapat hasil apa-apa."
Mia menyesap es jeruk yang tinggal tersisa setengahnya. Setelah itu baru menjawab, "Tenang aja, kita enggak akan pergi dengan tangan kosong. Mama udah memprediksikan kapan sekolahan itu akan bubar." Kemudian wanita itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan. "Yuk siap-siap, bel sekolah udah berbunyi dan anak-anak sekolah udah diperbolehkan pulang."
Dan benar saja, seusai Mia membayar dua mangkok bakso super serta minuman dingin pengusir dahaga akibat cuaca panas melanda kota Jakarta, dari jarak dua meter mereka melihat anak kecil berseragam sekolah satu per satu meninggalkan gedung dua lantai. Para orang tua-wali murid berjejer, menunggu anak-anak mereka keluar ruangan.
"Prediksi mama enggak pernah salah, 'kan?" ucap Mia dengan seulas senyum di wajah.
Lita berdecak kesal mendengar ucapan sang mama. Namun, dalam hati mengakui kehebatan Mia yang tak pernah meleset setiap kali menyusun strategi. Tampaknya dia harus banyak belajar dari wanita yang telah melahirkannya ke dunia, bagaimana memprediksikan sesuatu hingga tepat sasaran.
Kedua wanita beda generasi membagi tugas. Mia memperhatikan satu per satu murid sekolah TK yang berjalan keluar gerbang sekolah, sedangkan Lita memastikan kembali foto Aurora dari telepon canggih milik sang mama.
"Ma, lihat! Bukankah itu anak yang sedang kita tunggu?" tunjuk Lita pada salah satu gadis kecil berseragam sekolah. Rambutnya yang dikuncir dua dengan poni menutupi kening membuat Aurora tampak seperti boneka hidup. Imut dan menggemaskan.
"Kamu benar, Nak. Itu anak tirinya si Anak Sialan," sahut Mia antusias. Wajah wanita paruh baya itu semringah karena sebentar lagi mereka sampai di tambang emas. "Ayo, kita samperin. Setelah itu kita minta tebusan uang pada Queensha."
Lita mengangguk patuh, menuruti perintah Mia. Dia berjalan, mensejajarkan langkahnya dengan wanita di sebelahnya. Senyuman tak pernah pudar di wajah kedua wanita itu. Impian untuk bisa makan enak dan shooping ke mall menari indah di benak sepasang ibu dan anak itu.
Hanya tersisa jarak beberapa meter lagi, langkah kaki mereka terhenti. Tubuh keduanya terhenti saat melihat wanita berseragam batik datang mendekati Aurora.
"Loh, Rora belum dijemput Mama, Sayang?" tanya salah satu guru penanggung jawab di kelas Aurora. Shinta membungkukan sedikit tubuh di hadapan anak muridnya itu.
Si kecil menjawab dengan polosnya. "Belum, Miss Shinta. Daritadi aku tungguin Mama dan Mang Aceng belum sampai. Padahal Rora udah nungguin Mama dari tadi," keluhnya dengan bola mata mengerjap pelan.
Shinta mengusap pundak Aurora sambil berkata, "Ya sudah, kalau gitu Rora tunggu aja di sini. Miss Shinta akan menemanimu sampai Mama menjemput. Mau 'kan, Miss Shinta temani kamu?"
"Mau!" sahut Aurora antusias.
Lalu Shinta memapah tubuh mungil itu duduk di bangku panjang terbuat dari kayu yang ditaruh di bawah pohon rindang dekat kelas 0 besar. Wanita muda berusia dua puluh enam tahun dengan setia menemani anak muridnya menunggu Queensha ataupun anggota keluarga Wijaya Kusuma yang lain untuk menjemput gadis kecil bermata sipit.
"Ma, gimana nih? Enggak mungkin kita culik bocah kecil itu di saat ada orang lain di sebelahnya. Bisa digiring ke kantor polisi kalau sampai ketahuan," bisik Lita di telinga Mia.
Mia melambaikan tangan ke udara, memberi kode kepada Lita untuk mundur. Gadis berambut hitam panjang tergerai melangkah mundur beberapa langkah ke belakang. Tidak mau mati konyol dengan tetap memaksakan diri menculik Aurora di saat masih ada orang lain di gedung sekolah itu.
Cukup lama menunggu kedatangan Queensha, Shinta merasakan perutnya terasa mulas seperti ada tangan tak kasat mata meremas dengan sangat kencang. Wanita itu meringis kesakitan disusul buliran peluh sebesar biji jagung mengalir di kening kemudian meluncur ke pelipis.
"Aduh, perutku kok mules banget ya? Padahal tadi pagi udah buang air besar, tapi kenapa mules lagi. Apa gara-gara makan sambal saat jam istirahat jadi perutku bermasalah?" gumam Shinta sambil menyentuh perut. Susah payah wanita itu menahan hasrat untuk buang air, tapi nyatanya tak berhasil. Semakin lama ditahan semakin membuatnya tersiksa.
Shinta menatap Aurora dengan gamang. Apakah tidak masalah jika dia meninggalkan Aurora sendirian di sini? Sedangkan dia tahu tidak sembarang orang diperbolehkan masuk ke sini tanpa izin dari satpam yang berjaga di depan pintu gerbang sekolah.
Tak punya pilihan lain. Shinta bangkit dari kursi dan berucap, "Rora, Sayang. Miss Shinta mau pergi ke kamar kecil dulu. Kamu tunggu di sini sebentar. Nanti Miss Shinta akan meminta Pak Satpam menjagamu selagi Miss tinggal."
Aurora hanya tersenyum, kemudian mengangguk setuju dengan ucapan Shinta.
Menyadari bahwa saat ini Aurora tinggal sendirian, lantas Mia memutar otak bagaimana caranya membawa Aurora meninggalkan gedung sekolah. Cukup lama berpikir hingga sebuah ide melintas di benak wanita itu.
"Lita, sini! Mama punya ide brilian agar kita bisa membawa Aurora pergi tanpa diketahui oleh siapa pun bahkan security yang bertugas enggak akan sadar jika anak tiri si Wanita Sialan itu kita culik."
Lita menatap lekat sang mama. "Caranya?"
Mia mendekatkan bibirnya yang dipoles gincu merah menyala ke telinga Lita. Kemudian membisikan rencana yang akan mereka jalankan. Sesekali Lita menganggukan kepala, mendengar dengan seksama apa yang dibicarakan sang mama.
"Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau gagal maka bersiaplah menjadi wanita penghibur. Bila itu terjadi, mama enggak akan mengakuimu lagi sebagai anak," ancam Mia dengan sungguh-sungguh. Merupakan aib besar bila Mia apabila anak semata wayangnya itu bekerja sebagai kupu-kupu malam, bekerja menjajakan tubuh kepada para pria hidung belang. Namun, dia akan pernah malu jika orang itu adalah Queensha, anak tirinya.
...***...
😂😂😂
Bahkan lulu sampai memperingati ghani harus menjaga queensha 🤔