"Dimana ibumu?" Tanya seorang pria berwajah dingin itu.
"Kabul, cali daddy balu," ucap bocah berumur 4 tahun itu.
Filbert Revino, anak kecil berumur 4 tahun yang mencari ayah kandungnya. Hingga dia bertemu dengan Gilbert Ray Greyson, pria dingin dan datar. Yang ternyata adalah ayah kandung dari Revin.
"Dia putraku kan?! Revin putraku! Selama ini kau kabur dan menyembunyikan benihku?! Kau sangat keterlaluan Emily!" Bentak Gilbert pada seorang wanita yang menatapnya dengan tangisan.
"Maafkan aku." Hanya kata itu yang mampu wanita bernama Emily Beriana. Istri Gilbert yang pergi tanpa sebuah pesan apapun.
Bagaimana pertemuan mereka kembali setelah 5 tahun lamanya? Apakah usaha Revin untuk menyatukan orang tuanya berhasil? Apakah tidak dan harus hidup pada salah satunya?
Yang kepo langsung cusss baca aja, di jamin kucu, baper, sedih, campur aduk deh.
PERINGATAN!!! HANYA CERITA FIKTIF BELAKA, KARANGAN DARI AUTHOR. BUKAN K
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Tes DNA
"Gimana hasilnya?" Tanya Gilbert pada Asisten Kai yang sudah memegangi kertas hasil Tes DNA.
Jam sepuluh tadi, Gilbert kembali ke rumah sakit untuk melihat hasil Tes DNA antara dia dan juga Revin.
Asisten Kai menatap kertas itu dengan senyuman, setelah nya dia menatap bosnya sambil mengangguk.
"Probabilitas Gilbert Greyson sebagai ayah biologis Filbert Revino adalah 99,99%. Artinya, anda adalah ayah biologis dari Revin. Selamat tuan!"
Gilbert menarik paksa kertas yang asistennya itu pegang, dia membacanya dengan mata berkaca-kaca. Di remasnya kertas itu sambil mengusap sudut matanya yang terdapat linangan air mata.
"Aku seorang ayah Kai, aku sudah menjadi seorang ayah! aku memiliki putra! dia putraku!" Seru Gilbert sambil memeluk Asisten Kai dengan erat.
Asisten Kai pun membalas pelukan bosnya, untuk saat ini dia membiarkan bos nya melupakan keadaan isi hatinya.
"Selamat tuan, anda sudah memiliki anak." Seru Asisten Kai.
Gilbert melepaskan pelukannya, dia menatap pintu ruang rawat Revin.
"Masuk lah tuan, katakan padanya jika tuan adalah ayah yang selama ini dia tunggu," ujar Asisten Kai dengan senyum tulusnya.
Gilbert mengangguk, dia menekan handle pintu dan membukanya. Terlihat, Revin anteng dengan cemilannya sambil menonton di ponsel milik Asisten Kai agar anak itu tak rewel mencari sang ibu.
Mendengar suara pintu yang di buka, Revin pun menoleh. Dia menaruh ponsel tersebut dan menegakkan tubuhnya.
"Buna na Lev mana?" Tanya Revin.
Gilbert berusaha untuk menunjukkan raut wajah yang lembut, tetapi pada dasarnya wajah dia jutek membuat Revin galak padanya.
"Buna Lev mana! paman delek taluh buna Lev dimana?! suluh buna Lev kecini!" Seru Revin dengan tatapan melotot.
Asisten Kai menepuk keningnya, seharusnya di adegan ini ada adegan haru pertemuan ayah dan anak setelah lama berpisah. Namun, bukannya adegan haru tapi malah sebaliknya.
"Ibumu ... ibumu ...." Gilbert gugup saat di tatap begitu intens dengan putranya, dia bahkan tidak menatap Revin karena gugup.
"Mukana om ini pacalan yah? kok milip sama daddy Lev?"
Asisten Kai melongo, wajah bosnya di bilang pasaran oleh anak kecil itu. Asisten Kai tak habis pikir bagaiman bisa Gilbert hanya diam dan tak marah.
"Daddymu?" Tanya Gilbert sambil berjalan mendekat.
"Heum daddy Lev, Lev punya potona di lumah. Milip, tapi nda ada lumput hitamna," ujar Revin dengan memandang jenggot tipis Gilbert.
Asisten Kai menahan tawa, saat Revin mengatakan hal demikian. Gilbert pun memincingkan matanya ke arah Asisten nya itu sehingga Asisten Kai menormalkan ekspresinya kembali.
Gilbert mengambil ponselnya yang ada di saku celananya, jarinya menari di atas ponsel tersebut untuk mencari sesuatu.
"Apakah seperti ini?" Tanya Gilbert sambik memberikan ponselnya pada Revin.
Revin melihatnya dengan kening mengerut, matanya menyipit ketika melihat sebuah foto yang sama persisi dengan foto yang ia simpan. Foto Gilbert saat masih kuliah dulu, masih sangat muda.
"Iya, milip ini. Kok om bica punya potona daddy Lev?"
"O-oh itu om ... om ...,"
"Om temena daddy Lev yah?!" Pekik Revin.
Gilbert memejamkan matanya, kenapa dirinya sangat gugup ketika akan mengatakan jika dia adalah ayah kandung Revin.
"Revin, om ini bukan temen daddy Rev. Tapi dia ...,"
"Saya tidak mengizinkanmu untuk berbicara Asisten Kai!" Peringat Gilbert sambil memasukkan kembali ponselnya ke tempat semula.
Revin memandang aneh dua orang di depannya, apalagi pada Gilbert.
"Bawa Emily kesini, aku akan ke kantor setelah dia sampai disini." Titah Gilbert.
Asisten Kai mengangguk, dia pun pergi untuk menjemput Emily di rumah Gilbert. Sementara Gilbert, menunggu di ruang rawat putranya.
"Apa kepalamu masih sakit?" Tanya Gilbert dengan menatap Revin dengan kelembutan, tidak kaku seperti tadi.
"Nda, udah nda cakit. Om, telimakacih yah. Udah bantu lawat Lev, kacih cucu juga. Kacih makanan enak juga, Lev ceneng. Lev mau deh jadi anakna om!" Seru Revin.
Tubuh Gilbert menegang, dia menatap Revin dengan tatapan terkejut atas permintaan putranya. Sedari tadi dia bingung ingin mengawali pembicaraan dari mana, tapi putranya itu sudah meminta nya untuk menjadi daddy.
"Kaya mendadak nanti Levin jadi anakna om, bica bayal bon buna. Bica beli yupi, bica tidul enak. Nda melalat telus,"
BAru saja Gilbert akan terharu, dia sudah di buat tak bisa berkata-kata lagi oleh anaknya. Revin benar-benar menguji mentalnya, tak dia sangka di balik wajah lucu putranya tersimpan hal yang paling membuat lawan kalah telak.
BRAK!
"REVIN!"
Revin dan Gilbert tersentak kaget saat pintu terbuka kasar, ternyata Emily lah yang masuk dengan wajah yang panik.
"BUNAA!!!" Seru Revin.
Emily langsung memeluk putranya, dia mengecup wajah putranya dengan sayang. Di tatapannya wajah sang putra dengan tatapan sendu.
"Buna dali mana aja? Lev cali buna," ujar Revin.
"Ayo buna kita pulang, nanti bayalna mahal. Buna nda ada uang, ayo buna!" Seru Revin.
Gilbert menatap Emily dengan tatapan tajam, dia berjalan mendekati Emily dengan cepat dan menarik tangan wanita itu keluar dengan kasar.
"BUNAAA!!! OOOMM!! BUNA LEV MAU DI APAIN!!"
"Tuan kecil, anda mending nonton lagi. Ini keretanya baru loh, lihat! baguskan!" Seru Asisten Kai Sambil menunjukkan ponselnya.
Revin merasa tertarik, dia memegang ponsel Asisten Kai dengan wajah yang masih terlihat panik.
"Tapi Buna Lev itu gimana? Om na jahat yah?" Tanya Revin dengan tatapan khawatir ke arah pintu.
"Om itu mau kasih kan uang untuk bunda Rev, buat bayar rumah sakit ini," ujar Asisten Kai memberi alasan yang pas untuk anak sekecil Revin.
"Tapi kok tangan na buna Lev di talik gitu, kalau mau kacih yah kacih. Janan di talik gitu, kacian buna," ujar Revin dengan mata berkaca-kaca.
Satu hal yang Asisten Kai tahu, walau watak Revin galak tetapi hati bocah itu terlalu lembut. Apalagi saat melihat ibunya di sakiti, bocah itu tak bisa apa-apa dan hanya bisa menangis.
"Syuutttt, jangan menangis oke. Jangan menangis, nanti om tegur om jahatnya okay. Jangan menangis!" Pekik Asisten Kai saat air mata Revin sudah mengalir.
"Eh ini lihat! om punya permen. Enak loh!" Seru Asisten Kai saat menemukan permen di saku jas nya.
Revin menghentikan tangisannya, dia menghapus air matanya dengan punggung tangannya dan mengambil permen itu.
Asisten Kai menghela nafas lega saat Revin tak lagi nangis dan bocah itu anteng dengan ponsel miliknya.
Sedangkan di luar, Gilbert tengah menatap tajam wanita yang sedari tadi hanya menundukkan wajahnya tanpa berani melihat Gilbert.
"Tes DNA itu sudah membuktikan, jika aku ayah biologis dari Revin." Ujar Gilbert dengan tatapan dinginnya.
"Dia putraku kan?! Revin putraku! Selama ini kau kabur dan menyembunyikan benihku?! Kau sungguh keterlaluan Emily! kenapa hah?!" Bentak Gilbert pada seorang wanita yang menatapnya dengan tangisan.
"Maafkan aku." Hanya kata itu yang mampu wanita bernama Emily Beriana. Istri Gilbert yang pergi tanpa sebuah pesan apapun.
"Aku tanya kenapa!!" Sentak Gilbert saat Emily tak kunjung menjawabnya.
"Kenapa apa maksudmu mas?" Lirih Emily.
Gilbert mengangkat tangannya, dia mencengkram erat lengan Emily sambil menatap tajam wanita itu.
"Kenapa kamu pergi dengan membawa putraku! kenapa kamu tidak memberitahuku soal kehamilanmu! kenapa kau tega memisahkanku dengan putraku! katakan! kenapa!!" Bentak Gilbert.
"ITU SEMUA KARENA NENEKMU! NENEKMU YANG MENGANCAMKU! PUAS KAMU!!" Seru Emily sabil menatap tajam Gilbert.