Dipaksa menikah dengan pria beristri membuat Delia berani berbuat nekad. Ia rela melakukan apa saja demi membatalkan pernikahan itu, termasuk menjadi istri sewaan seorang pria misterius.
Pria itu adalah Devanta Adijaya, seseorang yang cenderung tertutup bahkan Delia sendiri tidak tahu apa profesi suaminya.
Hingga suatu ketika Delia terjebak dalam sebuah masalah besar yang melibatkan Devanta. Apakah Delia bisa mengatasinya atau justru ini menjadi akhir dari cerita hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haraa Boo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seorang teman
Delia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ruangan itu nampak besar, bahkan terlalu besar untuk ukuran ruangan di rumah sakit. Desain dan interiornya pun lebih terlihat seperti hotel dibanding rumah sakit.
"Disini nyaman ya pak, bahkan kamar kita pun nggak ada apa-apanya.." Delia tersenyum, senyumnya sangat tulus. Mungkin karena sedikit beban di benaknya sudah sedikit berkurang.
Suara pintu yang terbuka membuat Delia segera mengalihkan pandangannya. Kini ia sudah menatap Devan dengan tatapan bangga.
Delia membungkukkan badannya lalu menunjukkan senyum terbaiknya. "Terimakasih ya, karena kamu.. bapak sudah bisa menjalani pengobatan."
Devan berjalan ke arah sofa lalu mendaratkan bokongnya di sana. "Kamu tidak perlu lagi mencemaskan bapakmu, karena disini.. bapakmu akan mendapatkan perawatan yang terbaik."
Bibir Delia keluh, ia tidak bisa lagi berkata-kata. Selain ucapan terimakasih, ucapan apalagi yang pantas untuk mengungkap rasa syukurnya atas pertolongan Devan.
"Karena ini sudah malam, sebaiknya kita pulang." Devan sudah bangkit usai menatap jarum jam di dinding ruangan itu.
Delia mengerutkan dahinya. "Pulang? Pulang kemana?"
Tanpa menjawab pertanyaan Delia, Devan sudah bangkit meninggalkan ruangan itu.
Sebelum Delia mengejarnya, Delia menyempatkan diri untuk berpamitan dengan bapaknya. "Pak Delia pulang dulu ya, besuk Delia kesini lagi. Bapak istirahat ya," ucap Delia sambil mengusap-usap lengan bapaknya.
Delia berhasil mengejar mereka, dan kini posisinya sudah sejajar dengan Anna yang berjalan di posisi belakang.
"Kita mau pulang kemana?" bisik Delia, ia sudah menoleh kearah Anna meminta jawaban darinya.
"Ke rumah Tuan, memang mau kemana lagi?"
"Haaa.. Aku?" ucap Delia dengan wajah bengong nya. Selama ini ia tidak pernah sekalipun menginap di rumah seorang pria. Meskipun sebentar lagi mereka akan menikah, tapi tetap saja itu tidak dibenarkan.
Anna hanya tersenyum menahan tawa.
"Tapi kan-"
Ucapan Delia terhenti bersamaan dengan langkah Devan yang tiba-tiba berhenti tepat di depan Delia. Andai saja Delia tidak sempat menoleh, mungkin ia akan menabrak tubuh Devan.
"Apa kamu sudah memberitahu pelayan disana jika kita akan datang?" tanya Devan pada Anna.
"Sudah Tuan, semua sudah siap," jawab Anna.
Devan hanya mengangguk lalu ia kembali fokus dengan langkah kakinya.
Melihat interaksi mereka, Delia hanya bisa menggerutu dalam hati. 'Nggak Tuan-nya, nggak sekretarisnya, mereka sama aja. Sama-sama pelit ngomong. Emang apa susahnya sih jelasin dulu.'
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, akhirnya mereka tiba di sebuah rumah megah dengan bangunan modern khas eropa. Halaman yang luas serta pagar rumah yang menjulang tinggi membuat Delia berdecak kagum.
Dulu Delia sering bersholawat setiap kali melewati rumah mewah, namun diantara rumah-rumah itu tidak ada yang lebih mewah dari ini.
Delia semakin terkejut ketika ia sudah memasuki rumah itu. Bukan hanya bangunannya, namun deretan para pelayan yang sudah berjejer rapi untuk menyambut kedatangan sang pemilik rumah juga membuat Delia semakin terheran-heran.
'Apa ini hotel?' tiba-tiba tercetus pikiran seperti itu di benak Delia.
Mereka kompak membungkukkan badan begitu melihat kemunculan Devan. Delia yang polos dan sederhana pun ikut menundukkan kepalanya sebagai tanda untuk saling menghormati.
Namun hal itu justru mengundang suara cekikikan Anna. Dia bahkan dengan susah payah menahannya agar tidak terdengar ke telinga Devan. Lalu Anna mencoba mengatur napasnya, bagaimana pun Anna harus tetap menjaga sikapnya saat sedang bersama Devan.
Langkah Anna dan Delia berhenti usai Devan sudah terduduk dengan nyaman di sofa ruang tamu.
Melihat Anna yang masih tetap berdiri membuat Delia tak berani untuk ikut duduk, ia hanya bisa mengekor di belakang Anna seperti itik ayam yang berlindung pada induknya.
"Kenapa kamu masih berdiri di situ, duduk," ucap Devan yang kini sudah menatap Delia.
Dengan hati-hati Delia duduk di hadapan Devan. Setiap kali berhadapan dengan pria itu, Delia tak bisa bergerak leluasa seolah ada tembok besar di antara mereka yang akan sulit untuk di tembus Delia.
"Untuk sementara kamu tinggal disini," lalu tatapan Devan beralih ke Anna yang masih berdiri di sampingnya. "Kamu juga disini jagain dia. Kalau ada apa-apa segera hubungi saya."
"Baik Tuan," jawab Anna patuh.
Disisi lain Delia tidak memberikan jawaban, ia masih sibuk dengan teka-tekinya sendiri.
Satu kalimat itu sekaligus menjadi akhir dari percakapan mereka malam itu, karena kini Devan sudah bangkit keluar meninggalkan rumah.
Setelah kepergian Devan, barulah Delia berani membuka suara. Ia segera meminta Anna untuk menjelaskan semuanya.
"Kenapa dia pergi, apa mungkin ini hotel? Tapi... aku tidak melihat ada papan nama yang besar di depan," ucap Delia sambil mencoba menggali ingatannya.
"Kamu itu bener-bener nggak tau apa-apa ya." Setelahnya Anna terkekeh.
"Maksud kamu?"
"Delia... Orang yang sebentar lagi akan menikahimu itu Devan.. Seorang Devanta Adijaya. Kamu nggak tau dia sekaya apa?" Anna begitu antusias saat menyebutkan nama Tuan-nya.
"Rumahnya Tuan itu ada dimana-mana, bahkan hotel, villa, itu nggak kehitung berapa jumlahnya."
"Anna.. Jangan bercanda deh?" jawab Delia seakan menolak keras pernyataan dari Anna.
"Kamu akan tau seiring berjalannya waktu. Kalau gitu.. Ayo sekarang kita tidur," Anna sudah menarik Delia, membawa gadis itu naik ke lantai dua.
Ditengah-tengah perjalanan mereka, Delia nampak menatap wajah Anna lekat-lekat. "Kamu kenapa baik banget sama aku, padahal aku cuma orang biasa."
Anna yang semula masih menggandeng lengan Delia, tiba-tiba melepaskannya begitu mendengar pertanyaan itu. "Karena itu memang sudah tugasku."
Lalu Anna berjalan lebih dulu, meninggalkan Delia yang masih mematung.
"Tapi kamu beda, kamu nggak kaya Devan."
"Sudah Delia, kita sebaiknya segera istirahat," jawab Anna tanpa menoleh ke belakang.
"Aku mau kita jadi teman, lebih tepatnya kamu sudah aku anggap seperti seorang kakak. Disini aku hanya kenal kamu. Dan yang mau ngobrol sama aku ya cuma kamu. Jadi... Kita temenan ya?" Anna sudah merangkul bahu Anna, membuat wanita itu sedikit tak nyaman.
"Tapi sebentar lagi kamu akan jadi istrinya Tuan Devan, aku harus..."
Delia sudah mengangkat jari telunjuknya sambil menggerakkannya di depan wajah Anna, sebagai penolakan atas ucapan wanita itu.
"Nggak.. Aku kan bukan Devan. Aku juga butuh teman, aku nggak mau mati kesepian disini?!" sanggah Delia.
Anna menarik nafas panjang lalu menyunggingkan senyumnya. "Baiklah, di belakang Tuan aku akan bersikap layaknya seorang teman. Puas kamu?!"
"Yee.." Delia bersorak, lalu spontan tangannya sudah mendekap Anna membuat wanita itu malu dan meminta Delia untuk melepaskannya.
"Delia lepasin, kamu nggak liat mereka semua liatin kita," ucap Anna sambil mengedarkan pandangannya kearah para pelayan.
Delia hanya terkekeh lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju ke kamar tidur.
BERSAMBUNG...
Ditunggu like, subscribe dan komen-nya. Terimakasih
Bikin Devan salting terus sampe klepek-klepek sama Delia🥰🤭