Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senja & Sahabat
"Andaikan gue nggak sakit sikap mereka pasti masih sama"
"Hahhh, gue liat keluarga lo tuh kayak gimana ya? Seolah-olah putri mereka cuma si manja doang" Renata masih enggan menyebut nama Reyna dengan nama aslinya
"Biarlah, gue juga capek sama sikap mereka"
"Lo bawa motorkan?" Aqila memandang Renata yang diangguki oleh sahabatnya
"Ke panti asuhan yuk, udah lama gue nggak kesana"
"Panti asuhan yang deket dari kampus?"
"Iya"
"Boleh juga, daripada kita nggak ada kerjaan disini" Aqila mengangguk membenarkan, mereka menuju motor Renata yang ada di tempat parkir
"Lo gila ya? Ngapain lewat jalur depan kampus? kita bolos loh ini"
"Santai aja, lagian nggak semua mahasiswa ngenalin kita" walaupun Renata santai mengatakan itu tapi untuk mahasiswa serajin Aqila ia khawatir
"Kenapa nggak lewat jalur belakang aja sih?"
"Kejauhan, BBM mahal sekarang"
"Sekalian kita juga beli donat buat anak-anak, mereka pasti suka"
Melihat toko donat didepannya, Aqila tersenyum miris, ia pernah membeli itu saat hari ulang tahunnya yang akan ia berikan pada Galang, namun siapa sangka ia malah menyaksikan hal yang membuat hatinya sakit, namun sepertinya Aqila harus bersyukur saat itu, karena ia akhirnya dapat bertemu dengan anak-anak panti
Saat membuka gerbang panti, anak-anak kecil yang bermain langsung menyambut mereka karena seringnya Aqila berkunjung dan mengajari mereka membuatnya lebih dekat
"Wah mereka seneng banget liat lo"
"Gue sering kesini"
"Ibu mana?" tanya Aqila pada Rudi, anak laki-laki yang paling besar disana
"Ibu didalam"
"Makasih ya, kalian dibeliin hadiah loh sama Kak Renata" pandangan mata anak-anak itu langsung tertuju pada Renata yang berdiri dibelakang Aqila
"Ini buat kalian, bagi-bagi sama yang lain" Senyum bahagia langsung nampak di wajah mereka hanya dengan hal sesederhana itu
"Assalamu'alaikum bu" Aqila mencium tangan Bu Nia yang duduk di ruang tamu sepertinya baru selesai menelpon dengan seseorang
"Kita ganggu ya bu?"
"Nggak kok, ibu juga udah selesai"
"Siapa yang telpon bu?" Aqila menyikut lengan Renata, sahabatnya itu terlalu kepo urusan orang lain
Ibu Nia tersenyum melihat itu dan menjawab "Orang tua Naufal, biasa nanyain anak itu"
"Naufal?" Aqila dan Renata mengulangi perkataan Bu Nia
"Iya Naufal" Aqila mengangguk, pantas saja Naufal kenal dengan Kenzo yang tertabrak, rupanya ia juga sering kesini
"Ibu senang akhirnya sekarang ia bisa kembali akur dengan orang tuanya"
"Emangnya mereka bertengkar bu?" Aqila lagi-lagi menyikut Renata, sahabtnya itu kelewat kepo urusan orang lain
"Padahal pengen tau juga kan lo" balas Renata sewot membuat Ibu Nia menggelengkan kepalanya
"Mereka tidak bertengkar, hanya saja Naufal orang yang suka kebebasan dan tidak ingin terkekang oleh orang tuanya, ia ingin menjadi diri sendiri dan sukses dengan caranya sendiri"
"Kemarin ia ke pulang ke ponpes..."
"Ponpes?" tanya Aqila dan Renata bersamaan, kenapa Naufal ke ponpes
"Iya, kalian pasti tidak menduga kalau ia adalah seorang putra kyai pemilik pondok pesantren cukup terkenal di kotanya"
Aqila dan Renata menunjukkan ekspresi yang sama, Naufal anak ponpes? Naufal si badboy kampus ternyata anak seorang kyai?
Aqila tak pernah menduga itu, ia berfikir Naufal sama sepertinya anak pengusaha yang kekurangan kasih sayang orang tua, karena Naufal juga sering mengatakan itu
"Dia anak abi ummi ternyata" gumam Renata pelan
"Kemarin dia pulang ke ponpes menemui mereka, awalnya ia tidak mau walau ibu suruh tapi karena penyakit jantung ayahnya kambuh membuatnya akhirnya memilih pulang walau terpaksa"
"Dia cerita sama ibu kalau awalnya dia mau dijodohkan dengan anak teman pak kyai"
Deg
Jantung Aqila berdetak lebih cepat, entah kenapa ia merasakan sesuatu yang asing dalam dirinya
"Dijodohkan?"
"Iya, tapi akhirnya setelah lama berdebat dan mengutarakan segala isi hatinya pada orang tua, mereka mengerti dan membiarkan Naufal memilih jodoh sendiri"
"Selamat akhirnya calon imam lo" Aqila lagi-lagi menyenggol Renata saat sahabatnya itu tak bisa menjaga mulut, sedangkan Renata hanya menunjukkan cengiran khasnya
.
Cahaya jingga mulai nampak di ufuk barat, burung-burung kembali kesarang mereka setelah mencari makan untuk bertahan hidup seharian, suara klakson kendaraan siap memenuhi indra pendengaran sepanjang jalan yang macet
"Kita pamit dulu bu, besok kapan-kapan kita kesini lagi" Aqila dan Renata menyalami tangan Ibu Nia dan berpamitan dengan anak-anak panti yang memperlihatkan wajah tak rela mereka
"Jangan sedih, besok kapan-kapan kita main lagi kesini"
"Janji ya?" Kenzo mengulurkan jari kelingkingnya, membuat Aqila tersenyum dan berjongkok dihadapan anak itu
"Kita nggak berani janji, tapi akan berusaha buat nepatin, karena tidak ada yang tau apakah janji itu bisa kita tepati atau tidak" jawab Aqila tersenyum dan mengelus rambut anak laki-laki yang pernah di selamatkannya sekaligus menjadi awal pertemuannya dengan Naufal si ketua Felis Catus yang sudah insyaf
.
"Ternyata seneng juga ya main sama anak-anak"
"Hemmm, melihat mereka mengingatkan gue pada masa kecil, tapi setidaknya mereka bahagia dengan teman mereka walau tanpa keluarga"
"Kita terkadang lupa bersyukur dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki, tuhan memberikan kita nikmat itu tapi kita iri melihat nikmat orang lain, sedangkan orang lain saja kadang iri dengan nikmat yang diberikan tuhan kepada kita"
"Kita terlalu serakah menjadi manusia, tapi bukankah sifat tidak pernah puas adalah sifat alami manusia?" Renata hanya mengangguk saja mendengar Aqila berbicara
"Takdir kita sudah ditentukan Ren, daun yang gugur, air hujan yang jatuh dari langit, bahkan angin yang berhembus sudah diatur oleh Allah"
"Kita sebagai manusia pun begitu, sekarang bahagia tidak ada yang tau besok apakah kebahagiaan itu masih ada, sekarang kita sedih tidak ada yang tau apa rencana indah yang menanti hari esok, kita bernafas dan hidup tapi tidak ada yang tau nanti atau besok kita sudah pergi dari dunia ini"
"Semuanya hanya sementara, dunia ini fana, dunia ini adalah perjalan kita mencari bekal untuk akhirat nanti menuju tempat yang kekal"
"Hidup ini tentang memilih, memilih mana yang menurut kita baik dan buruk, saat kita tidak memilih itu juga adalah pilihan kita"
Renata yang berkendara sampai termenung mendengar ucapan Aqila, entah kenapa Renata merasa saat Aqila sakit sahabatnya itu lebih banyak membahas tentang kematian, kehidupan dan akhirat membuatnya merinding sendiri mengingat dosanya.
Ckittt
"Aduhhh" Aqila memegang kepalanya yang sakit terkena helm Renata karena sahabatnya itu yang tiba-tiba berhenti
"Bensinnya habis" ucap Renata melihat indikator bensin motornya. Aqila yang mendengar itu mengalihkan pandangannya sekeliling
"Loh kita dimana Ren?" Aqila panik melihat mereka yang ada diatas jembatan dengan suara air sungai yang mengalir deras dibawah, tak hanya itu penampakan cahaya senja juga nampak indah dari sungai itu, di tepi danau banyak ditumbuhi pohon-pohon besar yang membuat suasana semakin teduh saat panas mentari menyengat, tapi akan terlihat menyeramkan apabila malam telah datang
"Gue juga nggak tau" Renata ikut panik melihat sekeliling
"Lihat Ren, cahaya senjanya indah banget" Aqila menunjuk cakrawal diufuk barat dengan cahaya jingga yang indah
"Kita foto dulu sebagai kenang-kenangan" Renata mengeluarkan handphone dari tasnya dan mengarahkan kamera ke wajah mereka berdua, sebuah foto yang menjadi kenangan dan saksi suatu hari nanti betapa indahnya masa-masa yang telah mereka lalui
"Kok bisa nyasar sih? Lo berkendara kearah mana?"
"Gue keasyikan denger lo memberi siraman rohani sekalian nginget dosa sampai nggak sadar malah disini"
"Coba cek google map" Renata menuruti permintaan Aqila dan membuka handphonenya
"Nggak ada sinyal disini" Aqila menepuk jidat mendengar itu
"Nggak mungkin kita dorong motor kan? kita aja nggak tau jalan, dibelakang banyak pohon rimbun di depan juga sama" Aqila menunjuk pohon yang menjulang tinggi sepanjang jalan
"Gue inget kata-kata lo tadi Qil, hidup ini tentang bagaimana kita harus memilih dan jika kita tidak memilih itu juga sebuah pilihan jadi kita nggak memilih dan tetap diam disini" Aqila lagi-lagi menepuk jidat mendengar ucapan Renata yang salah pemahaman
"Eh liat kayaknya ada orang" Aqila menunjuk laki-laki tua yang sedang mengangkat kayu bakar
"Dia adalah seseorang yang dijadikan Allah sebagai perantara untuk membantu kita dari masalah ini" Aqila mengangguk saja, lain kali ia tidak perlu bercerita tentang kehidupan kepada Renata
Banyak Typo, mohon koreksinya...🙏❤